CintaNya kepadaku jauh lebih dulu ada, dibandingkan cintaku kepadaNya, dan Dia sudah menemukanku, sebelum aku mencariNya (Abu Yazid Al-Bustami qs)

15 Nov 2017

Akhlaq dari Guru dari Guru Habib Kadzim Assegaff



Sayyidi Habib Kadzim Assaqqaf:

Salah satu kakek guruku (guru dari guruku) adalah seorang wali yg terkenal di tarim, sebelum meninggal beliau menulis wasiat agar jenazahnya dikuburkan dekat dengan ibunya, dan diposisikan dimana bagian kepala beliau diletakkan dibawah kaki ibunya, beliau seharusnya dikuburkan berdampingan dengan para auliya lainnya tapi memilih untuk berada dikaki ibunya, itu adalah akhlak beliau dalam menafsir hadits Rasulullah ﷺ‎ bahwa surga berada dibawah telapak kaki ibu, tidak hanya ketika hidup beliau berbakti, saat meninggalpun tetap saja beliau ingin terus berbakti..


Allahumma sholli alaa Sayyidina Muhammad wa alaa aalihi wasallam

Cara Dakwah Rasulullah SAW



Selama bertahun-tahun, ayah dari Syaikh Muhammad Sa'id Ramadan al-Buti (Syaikh Mulla Ramadan) dianiaya dan diejek oleh seorang preman di daerahnya. Preman tsb menghabiskan waktu hidupnya untuk mabuk dan bermaksiat, dan dia sangat membenci semua orang yg suka beribadah. Dia akan bersumpah serapah, mengutuk, menghina dan memaki Syaikh Ramadan setiap kali bertemu, saat sang syaikh akan pergi ke masjid, dan dia berusaha membuat kehidupan Syaikh sangat sulit dan sengsara.

Setelah bertahun-tahun hal itu berlangsung, pada suatu hari pria itu tiba tiba berubah secara ajaib menjadi baik, dan yg pertama kali dilakukan dia langsung menemui Syaikh dan meminta maaf, sang syaikh berkata, 'Selama bertahun-tahun, aku telah menghabiskan setiap waktu malamku untuk menangis dalam sujud sambil berdoa,'Ya Allāh, aku memaafkan dia (si preman) untuk segala perbuatannya, aku memohon pada-Mu meridhoinya dan untuk membimbingnya kembali dalam ketaatan pada-Mu'.
Mendengar ucapan Syaikh ini, si preman hanya bisa menangis dan mencium kepala serta tangan Mulla Ramadan..

Saudaraku.. Itulah cara berdakwah Rasulullah ﷺ‎ yg sebenarnya..
Habib Ali Al Jufri bercerita dikala umurnya masih belasan tahun, dia selalu hadir dalam majlis Habib Abdulqadir bin Ahmad Assaqqaf (jeddah), suatu ketika masuk juga dalam majlis itu seorang preman yg terkenal bermoral bejat, Habib Abdulqadir berhenti berceramah, bangun berdiri penuh hormat dan menyalami si preman sambil berkata, 'duhai anakku yg soleh!', kami semua dalam majlis tercenggang, bagaimana seorang ahli maksiat bisa dikatakan seorang soleh?. Tak lebih dari enam bulan kemudian.. anda tidak akan bertemu orang yg lebih banyak beribadah dikota jeddah seperti si preman tadi..!!

Saudaraku.. itulah cara dan akhlak Rasulullah ﷺ‎ mengajak orang kedalam kebaikan..
Ada lagi cerita dari Syaikh Muhammad Aslam, bahwa Temannya pernah menghabiskan waktu beberapa malam bersama Habib 'Umar bin Hafidz di dalam perjalanan dakwahnya. Habib 'Umar mengajar dan berceramah sepanjang hari penuh sehingga dia berharap bisa tenang beristirahat di malam hari. Teman ku berkata, 'aku tertidur, tapi setiap kali mataku terbuka, aku melihat Habib sedang dalam posisi sujud panjang dalam sholatnya. Setelah beberapa malam melalui hal kejadian yang sama, aku bertanya kepadanya,

 'Apakah habib tidak tidur?' Beliau menjawab, 'Bagaimana mungkin kami bisa beristirahat ketika ada seseorang dari umat Nabi ﷺ‎ sedang sakit? Bagaimana kami bisa tidur ketika seorang wanita dari Ummah Sayyidah Fatimah رضي الله عنها masih sengsara dan Tidak bahagia?!.

Saudaraku.. Anda mungkin tidak selalu berada di dekat orang-orang alim dan soleh. Anda mungkin tidak terlalu sering melihat mereka, tapi jangan pernah berhenti mencintainya karena doa mereka untuk Anda selalu dekat dan hadir; dan akan menguntungkan Anda saat Anda sangat membutuhkannya.
Allahumma sholli alaa Sayyidina Muhammad wa alaa aalihi wasohbihi wasallam

Kisah Muhammad ibn Abu Bakar

                                                                      makam beliau

Muhammad Ibn Abu Bakar dilahirkan tahun 10H. Ia adalah sahabat setia dan pengikut Imam Ali Ibn Thalib dan diangkat menjadi anak oleh Imam Ali Ibn Thalib. Ibunya bernama Asma binti Umais yang pernah menikah dengan Ja’far Ibn Abi Thalib, saudara dari Imam Ali Ibn Thalib. Setelah Ja’far Ibn Abi Thalib syahid, Asma binti Umais menikah dengan Abu Bakar dan kemudian keduanya dianugerahi putera yang diberinama Muhammad Ibn Abu Bakar. Muhammad Ibn Abu Bakar lahir kira-kira saat haji wada (haji terakhir) pada tahun 9—10H. Setelah Abu Bakar meninggal, Imam Ali menikahi Asma binti Umais dan keduanya diberi anugerah seorang putera bernama Yahya. Muhammad Ibn Abu Bakar sendiri akhirnya dibesarkan oleh Imam Ali Ibn Abi Thalib kw, ketika usianya masih belia yaitu kurang lebih 3 tahun. Kemudian ia menjadi pengikut setia dari Imam Ali.

DIBUNUH DAN DIBAKAR DALAM PERUT SEEKOR KELEDAI 

Muhammad Ibn Abi Bakar dibunuh Mu’awiyyah Ibn Abu Sofyan dan Amr Ibn al-Aas. 
“Tahukah kamu apa yang akan aku lakukan atasmu? Aku akan memasukkan kamu dalam bangkai seekor keledai dan kemudian membakarnya.”
Muhammad Ibn Abu Bakar—pengikut setia Imam Ali—menjawab:
“Kalau kamu melakukan begitu kepadaku, seperti itulah seringkali para kekasih Allah diperlakukan. Aku berharap api yang membakar itu akan dijadikan Allah sejuk dan sejahtera seperti ia dijadikan seperti itu pada Ibrahim (as). Mudah-mudahan Allah memperlakukan kamu seperti IA memperlakukan Namrud dan para pendukungnya…………….”
Demi mendengar jawaban itu, Mu’awiyyah murka sekali. Ia kemudian memasukkan Muhammad Ibn Abu Bakar kedalam perut bangkai keledai dan membakarnya.
Ketika ‘Aisyah mendengar berita itu, ia menangis sepedih-pedihnya dan berkunut setiap shalat mendo’akan kebinasaan untuk Mu’awiyyah dan Amr Ibn al-Aas.
Muhammad Ibn Abu Bakar ”tumbuh berkembang bersama Imam Hasan dan Imam Husein kedua cucu Nabi saw pemuda surga. Ia tumbuh dalam keluarga yang paling diberkahi di dunia ini. Muhammad Ibn Abu Bakar tumbuh menjadi pemuda yang gagah berani dan ikut dalam berbagai peperangan bersama Imam Ali bin Abuthalib kw. Salah satu dari peperangan itu menempatkan dirinya berhadapan dengan saudarinya yaitu A’isyah binti Abu Bakar, dalam perang Jamal.

Pada saat rezim pemerintahan Utsman Ibn Affan, Muhammad Ibn Abu Bakar sedang berada di Mesir karena ditugaskan oleh Imam Ali sebagai gubernur di sana. Dari Mesir, ia mulai melancarkan penentangannya terhadap rezim Utsman Ibn Affan. Ia membentuk aliansi untuk menentang kekuasaan Utsman Ibn Affan.
Ketika Imam Ali akhirnya dipilih umat manusia untuk menjadi khalifah, Muhammad Ibn Abu Bakar memutuskan untuk bersama-sama dengan Imam Ali menjalankan roda pemerintahan yang adil. Sebelum Perang Jamal atau Perang Unta dimulai, Muhammad Ibn Abu Bakar ditugaskan sebagai komandan pasukan infanteri untuk menyampaikan pesan dari Imam Ali (as) kepada orang-orang Kufah. Setelah Imam Ali memenangkan peperangan Unta (melawan pasukan pemberontak yang dikomandoi oleh ‘Aisyah binti Abu Bakar, Thalhah Ibn Ubaydillah, dan Zubayr Ibn Awwam), Muhammad Ibn Abu Bakar mengambil alih urusan-urusan ‘Aisyah sesuai perintah dari Imam Ali dan membawa saudarinya itu kembali ke kota Madinah setelah pasukannya dikalahkan oleh pasukan Imam Ali.

Muhammad Ibn Abi Bakar itu dikenal sebagai orang yang sangat rajin dan giat serta penuh semangat dalam melancarkan jihad dan ibadah lainnya. Ia dikenal sebagai orang yang sangat bertakwa. Orang-orang memanggilnya sebagai orang yang bertakwa dari suku Qurays. 

Pada tahun 36H (ketika Muhammad Ibn Abu Bakar berusia 26 tahun), Qiys Ibn Sa’ad dilengserkan dari kekuasaannya sebagai gubernur Mesir dan kemudian Imam Ali menunjuk Muhammad Ibn Abu Bakar sebagai gubernur menggantikan Qiys Ibn Sa’ad. Setelah diangkat menjadi gubernur, ia langsung membuat gebrakan. Sisa-sisa sifat korup dan nepotis Utsman Ibn Affan yang telah menular kemana-mana di jajaran pemerintahan daerah dan pusat dengan segera ia bersihkan. Orang-orang yang masih memiliki sifat-sifat tak terpuji itu merasa resah karena Muhammad Ibn Abu Bakar mengancam keselamatan mereka.

Sumber - Refrensi Kitab Nahjul Balaghah

9 Nov 2017

Kabar terbaru dari Muhammed Alaa, Supir Ambulans Aleppo dan Kucingnya

ALEPPO
Masih ingat Muhammed alaa..? seorang sopir ambulance 'syrian charity' yang menyelamatkan dan memberi makan kucing2 di aleppo. berikut ini video dan foto baru darinya

Remember Muhammad 'Alaa..? an ambulance driver from Syrian Charity who saved and fed the cats in aleppo. The new photos & video from him

Kisah Muhammed Alaa juga pernah penulis share pada tahun 2014 ini linknya jika berkenan membaca agar ingat kembali

http://ekamauluddin.blogspot.co.id/2014/09/kisah-inspiratif-dari-seorang-supir.html








Sumber FB Anto Nov  | Video Youtube by BBC

8 Sep 2017

Kisah Pengaku Keturunan Nabi SAW dan Singa



Alkisah, di masa Daulah Abbasiyah, tepatnya ketika Khalifah Al Mutawakkil menjabat sebagai kepala negara, seorang wanita bernama Zainab, mengaku-ngaku bahwa dirinya adalah cucu nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ia menyebut dirinya adalah putri dari pasangan; Ali bin Abi Thalib dan Fathimah radhiyallahu ‘anhuma. 
.
Bagaimana mungkin ia masih hidup ketika itu? Berarti ia hidup selama dua ratus tahun lebih, karena rentang masa antara zaman nubuwah dan Daulah Abbasiyah, berkisar dua abad lamanya. 
.
Meskipun pengakuannya ini tidak masuk akal, tetapi di tengah masyarakat, Zainab merupakan orang yang cukup berpengaruh. Ia memiliki banyak pengikut. Bahkan ia mampu mengeksploitasi harta pengikutnya. Maka Khalifah Al Mutawakkil pun mengeluarkan perintah untuk mengundangnya ke istana. 
.
“Kamu ini seorang gadis dan Rasulullah telah wafat ratusan tahun yang lalu. Bagaimana mungkin ini bisa terjadi? ” khalifah mencecar Zainab.
.
Kemudian Zainab berkata, “Sesungguhnya Rasulullah megusap kepalaku dan berdoa kepada Allah untuk mengembalikan masa mudaku setiap empat puluh tahun sekali.” 
.
Masih belum yakin dengan jawaban yang tidak masuk akal ini, Khalifah Al Mutawakkil mengumpulkam masyayikh (para tetua) keturunan Ali bin Abi Thalib, putra-putra Al-‘Abbas, segenap warga Quraisy, dan memberitahu mereka perkara Zainab yang sangat kontroversial. Dan kemudian mereka pun menyebutkan sebuah riwayat bahwa Zainab telah wafat. 
.
“Apa yang kamu katakan untuk menjawab pernyataan mereka?” khalifah kembali bertanya penuh selidik kepada Zainab.
.
“Itu riwayat palsu dan keji. Karena sesungguhnya, privasiku terjaga dari pengetahuan orang-orang. Bahkan mereka tidak tahu tentang kehidupan dan kematianku.” Zainab mematahkan tuduhan itu dengan penuh percaya diri.
.
Kemudian Khalifah bertanya kepada jama’ah yang dia kumpulkan, “Adakah kalian memiliki bukti yang dapat mengungkap tipu daya wanita ini selain riwayat yang kalian sampaikan?” Sayangnya mereka menjawab, “Tidak.” 
.
Namun beberapa saat kemudian, sebagian mereka menawarkan satu solusi untuk memecahkan masalah ini dengan mendatangkan Ali bin Muhammad bin Musa bin Ja’far bin Muhammad bin Ali bin Musa bin Ja’far bin Muhammad bin Ali bin Husain bin Ali bin Abi Thalib, yang mempunyai laqob (nama panggilan) “Al-Haadi.”
.
Setelah disampaikan kepadanya apa yang sedang terjadi, Al Hadi pun menegaskan bahwa Zainab putri Ali sudah lama meninggal dengan menyebutkan tahun, bulan, dan hari kematiannya. Tetapi bukan jawaban seperti ini yang diinginkan Sang khalifah. Beliau bahkan berjanji tidak akan melepaskan Zainab sebelum membungkamnya dengan hujjah yang kuat.
.
“Jika benar dia adalah anak Fathimah”, akhirnya Ali Al Hadi kembali bersuara, berusaha mengungkap tipu daya Zainab dengan mengajukan sebuah tantangan, “Sesungguhnya jasad keturunan Fathimah tidak akan dimangsa oleh hewan-hewan buas. Maka datangkanlah hewan buas kepadanya. Dan lemparkan ia di tengah kerumunan hewan buas itu.”
.
“Tidak!” teriak Zainab yang raut wajahnya tetiba berubah ketakutan. “Ini hanyalah cara agar dia bisa membunuhku! Kenapa tidak kamu saja yang melakukannya.” katanya berusaha membela diri.
.
Dengan tenang, Ali Al Hadi berkata, “Ya. Aku berani membuktikannya.” Dan beberapa saat kemudian, ia dimasukkan ke dalam sebuah kandang. Perlahan-lahan, enam ekor singa yang ada di dalam kandang itu, mendekati Ali satu per satu. Dengan lembut, tangan Ali membelai kepala singa-singa yang mendekatinya. Binatang-binatang buas itu, di hadapan Ali Al Hadi, menjadi jinak dan penurut. 
.
Begitu melihat Ali keluar dari kandang dengan selamat, dan dilihatnya dengan mata kepala sendiri sebuah pemandangan yang langka, Zainab pun hanya terdiam seribu bahasa. Dan, akhirnya, ia akui kebohongan yang selama ini ia desuskan, tipu daya yang selama ini dia mainkan. Masyarakat yang mengetahui kejadian ini, menjulukinya dengan sebutan, “Zainab Al Kadzaabah.”
.

Referensi: Al Mafakhir karya An Naisaburi. Lisan Al Mizan karya Ibnu Hajar Al ‘Asqallani. Dan Muruj Adz Dzahab karya Al Mas’udi.
Share status M Ilham Maulana dari Penggali Hikmah: Muhammad Faishal Fadhli a.k.a Ichang Stranger.
Alfaqir juga pernah mendengar kisah ini dari KH. Mas Gholib bin Zahid bin Ibrahim bin Gholib Basyaiban, Sidoresmo - Surabaya.

31 Jan 2017

Kisah Jinten dan Karomah Guru Ibnu Arabi



Gurunya ini berasal dari kabupaten al-Jarafe di kota Sevilla. Di luar kota Sevilla tidak banyak yang mengenal karomah sang guru, bukan saja karena sang guru menempuh laku spiritual yang keras, seperti 40 tahun tinggal di rumah tanpa lampu dan perapian, tapi juga karena sang guru termasuk sufi yang menyembunyikan kedudukannya.

Suatu hari Syekh al-Syarafi berjalan ke pasar dan menemui seorang anak kecil yang mengangkat keranjang berisi Adas/Jinten. Anak itu berkisah bahwa ia seorang yatim. Ibunya harus mengasuh sejumlah anaknya yang masih kecil. Sejak pagi mereka belum makan. Ibunya menyuruhnya menjual biji jinten ini ke pasar. Jika uangnya cukup ibunya berharap bisa membeli makanan untuk mereka.

Syekh al-Syarafi meneteskan air mata menyimak kisah si bocah. Akan tetapi, alih-alih membeli jinten itu, Syekh al-Syarafi memasukkan tangannya ke keranjang, menggenggam sejumlah biji jinten. "Ini jinten yang bagus," begitu komentar sang syekh. Kemudian Syekh al-Syarafi berkata pada bocah yatim itu:

"Beritahu ibumu bahwa paman al-Syarafi dari al-Jarafe mengambil beberapa biji jinten ini dan meminta ibumu menghalalkannya."

Sampai di sini, tindakan Syekh al-Syarafi ini di luar nalar. Bocah yang keluarganya sedang kesusahan dan hendak menjual biji jinten yang mereka punya, malah sebagian diambil oleh Syekh al-Syarafi. Bahkan tidak membayar dan malah minta ikhlas dihalalkan saja untuk dia.

Namun karomah beliau muncul pada titik ini. Saat ia angkat tangannya menggenggam biji jinten, hatinya berdoa kepada Allah maka luluh hati mereka yang berada di sekitar itu. Tiba-tiba ada yang berkata: "Biji jinten yang telah disentuh oleh seorang Syekh pasti barokah." Orang yang berkerumun berebut membeli biji jinten itu. Walhasil, anak itu pulang membawa 70 dinar emas ke rumah ibunya. Subhanallah!

Ibnu Arabi bercerita bagaimana di depan matanya sendiri ia menyaksikan karomah sang guru menolong anak kecil itu dengan cara yang di luar nalar.

Kawan, seringkali di saat kesusahan kita malah mengalami kerugian. Kata orang, ini ibaratnya sudah jatuh tertimpa tangga pula. Namun yakinlah dengan kekuatan doa dan keikhlasan hati. Apa yang sudah direnggut oleh tangan-Nya tidaklah tersisa kecuali barokah. Bi yadikal khair. Di tangan-Nya semua kebajikan. 

Di balik kesulitan, ada kemudahan

Sungguh di balik kesulitan, ada kemudahan

Begitu Al-Qur'an merekam janji Allah SWT. Masihkah kita tidak mempercayainya?

Para kekasih Allah itu bekerja menurut apa yang Allah skenariokan. Apa yang terlihat sebuah kerugian di mata manusia boleh jadi merupakan sarana datangnya keberkahan. 

Untukmu kawan yang tengah dirundung berbagai kesulitan hidup, berdoalah agar hati kita seperti biji jinten yang disentuh oleh tangan kekasih-Nya. Ikhlaskanlah apa yang telah terambil, nanti Allah ganti semuanya dengan caraNya. Berkah... berkah… berkah.


Nadirsyah Hosen, Rais Syuriah PCI Nahdlatul Ulama Australia - New Zealand dan Dosen Senior Monash Law School
Kisah Jinten dan Karomah Guru Ibnu Arabi
Dalam kitabnya Ibnu Arabi bercerita mengenai seorang gurunya yang bernama Abu Abdillah Muhammad al-Syarafi. Gurunya ini berasal dari kabupaten al-Jarafe di kota Sevilla. Di luar kota Sevilla tidak banyak yang mengenal karomah sang guru, bukan saja karena sang guru menempuh laku spiritual yang keras, seperti 40 tahun tinggal di rumah tanpa lampu dan perapian, tapi juga karena sang guru termasuk sufi yang menyembunyikan kedudukannya.

Suatu hari Syekh al-Syarafi berjalan ke pasar dan menemui seorang anak kecil yang mengangkat keranjang berisi Adas/Jinten. Anak itu berkisah bahwa ia seorang yatim. Ibunya harus mengasuh sejumlah anaknya yang masih kecil. Sejak pagi mereka belum makan. Ibunya menyuruhnya menjual biji jinten ini ke pasar. Jika uangnya cukup ibunya berharap bisa membeli makanan untuk mereka.

Syekh al-Syarafi meneteskan air mata menyimak kisah si bocah. Akan tetapi, alih-alih membeli jinten itu, Syekh al-Syarafi memasukkan tangannya ke keranjang, menggenggam sejumlah biji jinten. "Ini jinten yang bagus," begitu komentar sang syekh. Kemudian Syekh al-Syarafi berkata pada bocah yatim itu:

"Beritahu ibumu bahwa paman al-Syarafi dari al-Jarafe mengambil beberapa biji jinten ini dan meminta ibumu menghalalkannya."

Sampai di sini, tindakan Syekh al-Syarafi ini di luar nalar. Bocah yang keluarganya sedang kesusahan dan hendak menjual biji jinten yang mereka punya, malah sebagian diambil oleh Syekh al-Syarafi. Bahkan tidak membayar dan malah minta ikhlas dihalalkan saja untuk dia.

Namun karomah beliau muncul pada titik ini. Saat ia angkat tangannya menggenggam biji jinten, hatinya berdoa kepada Allah maka luluh hati mereka yang berada di sekitar itu. Tiba-tiba ada yang berkata: "Biji jinten yang telah disentuh oleh seorang Syekh pasti barokah." Orang yang berkerumun berebut membeli biji jinten itu. Walhasil, anak itu pulang membawa 70 dinar emas ke rumah ibunya. Subhanallah!

Ibnu Arabi bercerita bagaimana di depan matanya sendiri ia menyaksikan karomah sang guru menolong anak kecil itu dengan cara yang di luar nalar.

Kawan, seringkali di saat kesusahan kita malah mengalami kerugian. Kata orang, ini ibaratnya sudah jatuh tertimpa tangga pula. Namun yakinlah dengan kekuatan doa dan keikhlasan hati. Apa yang sudah direnggut oleh tangan-Nya tidaklah tersisa kecuali barokah. Bi yadikal khair. Di tangan-Nya semua kebajikan. 

Di balik kesulitan, ada kemudahan

Sungguh di balik kesulitan, ada kemudahan

Begitu Al-Qur'an merekam janji Allah SWT. Masihkah kita tidak mempercayainya?

Para kekasih Allah itu bekerja menurut apa yang Allah skenariokan. Apa yang terlihat sebuah kerugian di mata manusia boleh jadi merupakan sarana datangnya keberkahan. 

Untukmu kawan yang tengah dirundung berbagai kesulitan hidup, berdoalah agar hati kita seperti biji jinten yang disentuh oleh tangan kekasih-Nya. Ikhlaskanlah apa yang telah terambil, nanti Allah ganti semuanya dengan caraNya. Berkah... berkah… berkah.


Nadirsyah Hosen, Rais Syuriah PCI Nahdlatul Ulama Australia - New Zealand dan Dosen Senior Monash Law School

Yang Dilakukan Imam Syafi’i saat Ziarahi Makam Abu Hanifah



Beliau bisa dikatakan sebagai perintis ilmu fiqih yang madzhabnya diikuti jutaan umat Islam hingga kini. Ulama yang juga kerap disapa Imam Hanafi ini menginspirasi banyak ulama sesudahnya, tak terkecuali Muhammad bin Idris atau Imam Syafi’i yang juga amat berpengaruh dalam tradisi keilmuan hukum Islam sampai sekarang.

Keduanya, Imam Hanafi dan Imam Syafi’i, adalah ulama fiqih generasi awal. Meski alim di bidang yang sama, gagasan kedua ulama Ahlussunnah wal Jama’ah ini tak selalu sejalan. Perbedaan pendapat terjadi dalam banyak hal furu’ (cabang), seperti qunut, rukun shalat, wudhu, dan sejenisnya. Ajaran masing-masing pun di kemudian hari menjadi madzhab tersendiri: produk pemikiran Abu Hanifah disebut madzhab hanafi sementara produk pemikiran Imam Syafi’i disebut madzhab syafi’i.

Imam Hanafi wafat lebih dulu daripada Imam Syafi’I dan saat itulah cerita mengesankan tentang kebesaran pribadi ulama dimulai. Hadratussyekh Muhammad Hasyim Asy’ari dalam karyanya, kitab at-Tibyân, mengisahkan, suatu kali Imam Syafi’i berziarah ke kuburan Abu Hanifah. Tak seperti peziarah pada umumnya, Imam Syafi’i rela menginap di area makam hingga tujuh hari.

Selama tinggal di area makam tersebut, Imam Syafi’i tak henti-hentinya membaca Al-Qur’an. Tiap kali khatam, ia selalu menghadiahkan pahala membaca Al-Qur’an itu kepada Imam Abu Hanifah. Yang unik tentu saja adalah tata cara shalat Imam Syafi’i yang lain dari biasanya. Pengarang kitab induk usul fiqh ar-Risâlah ini tak membaca qunut tiap sembahnyang shubuh selama mukim di qubbah makam Abu Hanifah. Padahal dalam madzhab syafi’i, qunut hukumnya sunnah ab’adl (kalau lupa/tertinggal disunatkan sujud sahwi). Hal ini didasarkan pada hadits “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah meninggalkan qunut shubuh sampai beliau berpisah dari dunia (wafat)” (HR. Ahmad dan Abd Raziq). Mengapa?

Jawab Imam Syafi’i:

لأن الإمام أبا حنيفة لا يقول بندب القنوت في صلاة الصبح، فتركته تأدبا معه

“Karena Imam Abu Hanifah menolak kesunahan membaca qunut dalam shalat subuh. Saya tak membaca qunut sebagai bentuk penghormatan terhadap beliau.”

Menurut Hadratussyekh Muhammad Hasyim Asy’ari, kenyataan tersebut menunjukkan keluhuran budi para ulama salaf dalam menyikapi perbedaan (ikhtilâf). Kenyataan serupa juga terjadi pada generasi sahabat Nabi, perbedaan pemikiran tak menjadikan mereka saling mencaci dan saling bermusuhan. (Mahbib)

Yang Dilakukan Imam Syafi’i saat Ziarahi Makam Abu HanifahIlustrasi (muslimvillage.com)
Perkembangan dunia fiqih tak bisa dilepaskan dari Abu Hanifah atau yang bernama lengkap Nu’man bin Tsabit. Ia bisa dikatakan sebagai perintis ilmu fiqih yang madzhabnya diikuti jutaan umat Islam hingga kini. Ulama yang juga kerap disapa Imam Hanafi ini menginspirasi banyak ulama sesudahnya, tak terkecuali Muhammad bin Idris atau Imam Syafi’i yang juga amat berpengaruh dalam tradisi keilmuan hukum Islam sampai sekarang.

Keduanya, Imam Hanafi dan Imam Syafi’i, adalah ulama fiqih generasi awal. Meski alim di bidang yang sama, gagasan kedua ulama Ahlussunnah wal Jama’ah ini tak selalu sejalan. Perbedaan pendapat terjadi dalam banyak hal furu’ (cabang), seperti qunut, rukun shalat, wudhu, dan sejenisnya. Ajaran masing-masing pun di kemudian hari menjadi madzhab tersendiri: produk pemikiran Abu Hanifah disebut madzhab hanafi sementara produk pemikiran Imam Syafi’i disebut madzhab syafi’i.

Imam Hanafi wafat lebih dulu daripada Imam Syafi’I dan saat itulah cerita mengesankan tentang kebesaran pribadi ulama dimulai. Hadratussyekh Muhammad Hasyim Asy’ari dalam karyanya, kitab at-Tibyân, mengisahkan, suatu kali Imam Syafi’i berziarah ke kuburan Abu Hanifah. Tak seperti peziarah pada umumnya, Imam Syafi’i rela menginap di area makam hingga tujuh hari.

Selama tinggal di area makam tersebut, Imam Syafi’i tak henti-hentinya membaca Al-Qur’an. Tiap kali khatam, ia selalu menghadiahkan pahala membaca Al-Qur’an itu kepada Imam Abu Hanifah. Yang unik tentu saja adalah tata cara shalat Imam Syafi’i yang lain dari biasanya. Pengarang kitab induk usul fiqh ar-Risâlah ini tak membaca qunut tiap sembahnyang shubuh selama mukim di qubbah makam Abu Hanifah. Padahal dalam madzhab syafi’i, qunut hukumnya sunnah ab’adl (kalau lupa/tertinggal disunatkan sujud sahwi). Hal ini didasarkan pada hadits “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah meninggalkan qunut shubuh sampai beliau berpisah dari dunia (wafat)” (HR. Ahmad dan Abd Raziq). Mengapa?

Jawab Imam Syafi’i:

لأن الإمام أبا حنيفة لا يقول بندب القنوت في صلاة الصبح، فتركته تأدبا معه

“Karena Imam Abu Hanifah menolak kesunahan membaca qunut dalam shalat subuh. Saya tak membaca qunut sebagai bentuk penghormatan terhadap beliau.”

Menurut Hadratussyekh Muhammad Hasyim Asy’ari, kenyataan tersebut menunjukkan keluhuran budi para ulama salaf dalam menyikapi perbedaan (ikhtilâf). Kenyataan serupa juga terjadi pada generasi sahabat Nabi, perbedaan pemikiran tak menjadikan mereka saling mencaci dan saling bermusuhan.

Ketika Anak Khalifah Umar bin Khattab Menangis



Keluarga Khalifah Umar bin Khattab memiliki pola hidup sederhana. Saking sederhananya, konon kendati menjabat sebagai khalifah di Mekah, pakaian yang dikenakannya memiliki empat belas tambalan. Salah satunya ditambal dengan kulit kayu.

Suatu ketika usai pulang sekolah, Abdullah bin Umar menangis di hadapan ayahnya, Umar bin Khattab. Umar pun bertanya, “Kenapa engkau menangis, anakku?”

"Teman-teman di sekolah mengejek dan mengolok-olokku karena bajuku penuh dengan tambalan. Di antara mereka mengatakan, ‘Hai Kawan-kawan, perhatikan berapa jumlah tambalan putra Amirul Mukminin itu’," ungkap Ibnu Umar dengan nada sedih.

Setelah mendengar curhatan putranya, Amirul Mukminin langsung bergegas menuju baitul mal (kas negara) dengan maksud akan meminjam beberapa dinar untuk membelikan baju anaknya. Karena tidak bertemu dengan pejabat bagian kas negara, ia pun menitipkan surat kepada penjaga kas negara tersebut yang isinya sebagai berikut:

"Dengan surat ini, perkenankanlah aku meminjam uang kas negara sebanyak 4 dinar sampai akhir bulan, pada awal bulan nanti, gajiku langsung dibayarkan untuk melunasi utangku.”

(Baca juga: Gaya Hidup Putri Rasulullah)

Setelah pejabat kas negara membaca surat pengajuan utang itu, dikirimlah surat balasan: 

”Dengan segala hormat, surat balasan kepada junjungan khalifah Umar Bin Khatab. Wahai Amirul Mukminin mantapkah keyakinanmu untuk hidup sebulan lagi, untuk melunasi utangmu, agar kamu tidak ragu meminjamkan uang kepadamu. Apa yang Khalifah lakukan terhadap uang kas negara, seandainya meninggal sebelum melunasinya?

Selesai membaca surat balasan dari pejabat kas negara, Khalifah pun langsung menangis, dan berseru kepada anaknya: 

“Hai anakku sungguh aku tidak mampu membelikan baju baru untukmu dan berangkatlah sekolah seperti biasanya, sebab aku tidak bisa meyakinkan akan pertambahan usiaku sekalipun hanya sesaat.” Anak itu pun menangis mendengar ujar ayahnya. (Ahmad Rosyidi)

(Disarikan dari Kitab Durrtun Nashihin fil Wa'dhi wal Irsyad karya Utsman bin Hasan al-Khubawi)

17 Jan 2017

Kisah Kyai Bisri Mustofa dan Kyai Abdul Hamid



Memasuki halaman kediaman Mbah Kyai Abdul Hamid Pasuruan rahimahullah pada suatu sore, Kyai Bisri Mustofa Rembang(Allah yarham) mendapati seorang santri sedang menyirami halaman itu dengan air dari selang untuk menekan debu agar tak berterbangan.
“Sungguh sayang”, gumam Mbah Bisri, “sráná kok dibuang-buang…”
Pintu rumah Mbah Hamid tertutup. Sejumlah orang yang punya hajat hendak sowan, menunggu dengan khusyuk di sekitarnya.
Tanpa sungkan-sungkan, Mbah Bisri meneriakkan salam,
“Assalaamu’alaikum!”

Tak ada jawaban. Orang-orang ngeri melihat kekurangajaran Mbah Bisri, tapi ragu-ragu untuk menegur. Mungkin mereka pikir, kalau usaha Mbah Bisri ada hasilnya, mereka akan ikut untung juga…

“Assalaamu’alaikooom!” teriakan Mbah Bisri lebih keras lagi. Tetap tak dijawab.
Santri yang menyirami halamanlah yang kemudian menegur,
“Maaf, Pak”, katanya, “Mbah Yai sedang istirahat!”
Tak menanggapi teguran si santri, Mbah Bisri malah semakin meninggikan suaranya dengan nada yang nelangsa,
“Yaa Allah Gustiiii….!” ratapnya, “beginilah nasib manusia kotor macam aku ini… mau sowan wali saja kok nggak ditemuiii…!”
Suara berdehem dari dalam, disusul Mbah Hamid membuka pintu.
“Jangan begitu lah, Nda…,” tegur beliau, “sampeyan ini kok mêsthi yang ênggak- ênggak saja…”
”Nda” adalah sapaan akrab antar teman. Beliau berdua memang sama-sama santrinya Mbah Kyai Kholil Harun rahimahullah di Kasingan, Rembang.
Orang-orang —yang sejak lama menunggu— berebut menciumi tangan Mbah Hamid dengan riang-gembira, dan mereka semua dipersilahkan masuk. Tak ada yang ingat untuk mengucapkan terimakasih atas “jasa” Mbah Bisri.

Di ruang tamu, Mbah Bisri pun menyampaikan hajatnya.
“Begini, Nda”, katanya, “sampeyan ‘kan ngerti, aku ini muballigh…”
“Hm…”
“Lha… aku ini belum punya mobil”, Mbah Bisri melanjutkan, “kalau terus-terusan kesana-kemari naik bis umum ‘kan bisa jatuh wibawaku…!”
Mbah Hamid manggut-manggut.
“Terus… maksudmu gimana?” beliau bertanya.
“Yaah… sampeyan yang dekat dengan Pêngéran (maksudnya Allah SWT, pen), mbok sampeyan mintakan mobil buat aku!”
Mbah Hamid tersenyum.
“Ya sudah… ayo…”, beliau mengajak semua orang, “’alaa niyyati Kyai Bisri… al faatihah!” Kemudian menadahkan tangan membacakan doa, diamini yang lainnya.
Begitu doa selesai dibaca, Mbah Bisri langsung menyerobot,
“Mereknya apa, Nda?

Jawab Mbah Hamid atas pertanyaan Mbah Bisri: “Kalau ’ndak Fiat ya Holden”.
Tak lama sesudah didoakan Mbah Hamid, Mbah Bisri memperoleh uang min ĥaitsu laa yaĥtasib yang cukup untuk membeli mobil. Gus Mus, yang diperintah mencari mobil untuk dibeli, mengubek dari Jakarta sampai Surabaya, dan tidak menemukan mobil ditawarkan orang kecuali merek Fiat atau Holden. Akhirnya diperoleh mobil sedan Holden keluaran 1968.

By Yai Yahya Cholil Staquf
dari sumber

“Kakekku dan Kakekkmu Mempunyai Ta’aluq Bathin”

Ada sebuah kisah menarik. Diceritakan ketika zaman Alhabib Ali bin Muhammad bin Husain Al Habsyi Seiwun (pengarang Maulid Simthuddurar). Ada seorang Auliya Allah bernama Al habib Abdul Qadir bin Quthban Assegaf. Habib Abdul Qadir bin Quthban adalah seorang ‘alim yang sangat gemar bersilaturrahim kepada para ‘alim ulama’ para waliyullah yang masih hidup di zaman tersebut. Kegemaran Beliau bersilaturrahim bukan hanya terbatas di wilayah Hadramaut Yaman saja. Tapi juga sampai ke pulau Jawa Indonesia.


Bahkan juga sampai ke kediaman Hadratussyaikh KH. Mohammad Hasan Sepuh Genggong Probolinggo. Ketika tiba dikediaman Kiai Hasan Sepuh Genggong, Habib Abdul Qadir disambut dengan ramah. Beliau berdua pun berbincang bincang. Tentunya dengan bahasa arab.
Sampai pada akhirnya kiai Hasan sepuh bertanya, yang kalau diterjemahkan :
“Habib, bagaimana kabarnya Habib Ali Habsyi Seiwun (pengarang Simtudhurar)??”.
Ditanya seperti itu, Habib Abdul Qadir terkejut dan terheran-heran. Bagaimana bisa Kiai Hasan Sepuh Genggong mengenali Habib Ali Habsyi Seiwun. Sedangkan Kiai Hasan secara dzahir tidak pernah ke Hadramaut Yaman, dan Habib Ali Habsyi Seiwun juga tidak pernah ke Indonesia.
Seolah mengetahui apa yg ada dihati Habib Abdul Qadir, Kiai Hasan kembali berkata :
“Habib Ali Al Habsyi Seiwun itu kulitnya seperti ini … (menyebutkan), wajahnya begini… (menyebutkan), kalau duduk seperti ini… (disebutkan), jalannya seperti ini… (disebutkan), di kediaman Habib Ali rumahnya seperti ini… (menyebutkan), di depannya ada masjid bernama Masjid Riyadh dan tiangnya ada… (menyebutkan)”.

Dan bertambah kagumlah Habib Abdul Qadir bin Quthban. Takjub oleh Kiai Hasan Sepuh Genggong yang menyebutkan secara detail seolah-olah beliau sangat akrab dengan Habib Ali Habsyi dan mengetahui keadaan rumahnya di kota Seiwun Hadramaut Yaman. Padahal Kiai Hasan tidak pernah sampai ke sana. Lalu setelah cukup berbincang-bincang, tak lama kemudian, Habib Abdul Qadir bin Qithban pun berpamitan pulang.

Ketika sekembalinya dari tanah Jawa ke Yaman. Habib Abdul Qadir bin Quthban mengunjungi kota Seiwun, untuk bertemu dengan Al Imam Al ‘Arifbillah Al Habib Ali Al Habsyi Seiwun.
Ketika sudah sampai di kediaman Habib Ali Habsyi dan berhadapan dengan beliau, ditengah-tengah perbincangan, Habib Ali Al Habsyi bertanya :
“Wahai Sayyid Abdul Qadir, apakah di Jawa engkau bertemu dengan seorang syekh bernama Hasan Jawi (Jawa maksudnya)”.


Habib Abdul qadir teringat pertemuannya dengan Kiai Hasan Sepuh Genggong. Beliau mengangguk meng-iyakan. Lalu Habib Ali Al Habsyi berkata :
“Syekh Hasan itu kulitnya seperti ini… (menyebutkan), wajahnya seperti ini… (menyebutkan), duduknya begini… (mencontohkan), jalannya seperti ini… (menceritakan), dan di rumahnya begini… (menjelaskan)”.
Hingga Habib Abdul Qadir takjub dengan detailnya penjelasan Habib Ali Seiwun tentang Kiai Hasan seolah keduanya adalah sahabat karib yang akrab. Padahal Habib Ali Seiwun tidak pernah ke indonesia. Subhanallah.

Nah, begitulah jika seseorang telah diangkat derajatnya oleh Allah. Maka dunia tidak lebih hanyalah barang mainan saja. Meski dahulu tidak ada alat komunikasi seperti handphone ataupun TV,
namun berkat karomah dari Allah, beliau berdua telah saling mengenal dalam dunia bathiniyah.
Ketika haul Al ‘Arifbillah Al Habib Ali Habsyi Seiwun Shahib Simutuddurar di kota Solo, salah satu dari cucu Kiai Hasan Sepuh Genggong sowan ke Habib Anis bin Alwi bin Al Imam Ali Al Habsyi Seiwun. Cucu dari Habib Ali Simtudhurar.

Saat Habib Anis tahu bahwa yang sowan adalah cucu Kiai Hasan Genggong. Habib Anis tersenyum sambil berkata “Kakekku dan kakekkmu mempunyai ta’aluq bathin”.
Semoga kita yang penuh dengan dosa ini diampuni oleh Allah. Dan dengan rahmat Allah semoga kita dilayakkan untuk dimasukkan kedalam rombongan beliau para guru-guru kita auliya’ washalihin. Aamiin.
Al-Faatihah

Kuatnya Nur Nabi Muhammad Shollahu 'alaihi Wasallam



Cerita ini dari Abuya Assayyid Muhammad Alawi Almaliki, beliau mendengar dari ayahnya Assayid Alawi Bin Abbas Alamliki, yang beliau padukan dengan apa yang beliau ambil dari kitab NUZHATUN NADHIRIN.Pernah ada seekor hewan melewati atas makam RASULULLAH, burung terbang/ kucing melewati atasnya.

Lalu hewan tersebut jatuh dan mati ditempat. Kemudian lama kelamaan terciumlah bau tak sedap, hal yang menyebabkan rasa "Takdhim" mereka pada makam assyarif terpanggil untuk mensucikannya.
Lalu dipilihlah dari penjaga masjid yang paling saleh untuk mensucikan makam RASULULLAH.
Maka terpilihlah salah satu dari mereka yang paling saleh, dan langsung dia melakukan "tirakat, riyadhoh" demi membersihkan jiwa, menghadapi hal hal yang akan terjadi pada makam RASULULLAH.

Setelah berpuasa, memperbanyak ibadah, sedekah selama 40 hari 40 malam, mulailah penjaga makam tersebut mengambil tangga untuk melewati dinding pembatas.
Sebenarnya hal ini adalah dilema antara keinginan mensucikan makam dan antara perasaan kurang takdhim memanjat dinding makam, namun karena terpanggil untuk kesucian, maka hal itu harus dilalui.Dan setelah orang tersebut berhasil memasuki makam dan berhasil mengambil bangkai binatang tersebut dan keluar, tiba tiba dia mendadak buta, bisu. Dan stelah beberapa hari dia meninggal dunia.Hal ini karena dia tidak kuat memandang NUR MUHAMMAD yang ada dalam makam, dan tidak bisa berbicara karena konsentrasi lahiriyahnya belum bisa menyatu dengan dunianya, sebab seperti cerita beliau yang lain bahwa didalam masjid NABAWI bila malam hari ada sesuatu yang tidak bisa diungkapkan dengan kalimat.
Apalagi makam RASULULLAH. Alangkah agung derajat nabi Muhammad dan derajat SUHBAH para sahabat, sehingga mereka sendiripun tak ada yang mampu melihat cahaya ketampanannya. SOLLU ALAIH
wallahua'lam

Kisah ini diceritakan langsung dari Guru Mulia Al-Habib Umar bin Muhammad bin Salim bin Hafidz bin Syaikh Abubakar bin Salim tatkala di Wisma DPR RI Bogor pada hari Kamis,24 Muharram1435 / 28 Nov 2013.Dikatakan oleh Syaikh Abdul Wahhab Asy-Sya'roni:"Seseorang akan bisa mendengar ucapan Rasulullah SAW secara langsung tentulah ia telah mencapai 79 ribu maqam dan berhasil menghilangkan 247 ribu hijab dalam hatinya."Guru Mulia Al-Musnid Al-HabibUmar bin Hafidz menceritakan sosok gurunya, Al-Habib Abdul Qadir bin Ahmad Assegaf,Jeddah. Suatu ketika ada seorang muhibbin datang kepada Al-Habib Abdul Qadir bin Ahmad Assegaf seraya berkata: "Wahai Habib, sudah bertahun-tahun aku ikut ta'lim denganmu. Dan sudah lama pula aku rindu ingin bertemu Rasulullah SAW.

Namun hingga saat ini keinginanku tersebut belum dikabulkan Allah SWT. Aku ingin engkau berkenan menjadi wasilahku bertemu dengan Rasulullah SAW. "Mendengar permohonan si muhibbin tadi, Al- Habib Abdul Qadir bin Ahmad Assegaf mengajaknya ziarah ke makam Rasulullah SAW. Tatkala sudah tiba di makam Sang Rasul SAW, beliau membaca salam dan beberapa aurod. Tak berapa lama Rasulullah SAW menjawab salam dari Al-Habib Abdul Qadir bin Ahmad Assegaf. Bahkan Rasulullah SAW nampak keluardari pusaranya yang mulia tersebut.Mendengar jawaban salam dan melihat RasulullahSAW, si muhibbin gemetar seakan tak bisamengendalikan dirinya, serasa tubuhnya akanluluh lantak menatap keindahan wajah Rasul SAW. Akhirnya Al-Habib Abdul
Qadir bin Ahmad Assegaf memegangnya sehingga ia mampu mengendalikan dirinya..Subhanallah..
Semoga Allah membuka segala macam hijab danmemperkenankan kita untuk memandang keindahan wajah mulia Rasulullah saw baik di dunia maupun di akherat..

ﺁﻣﻴﻦ ﺍﻟﻠﻬﻢ ﺁﻣﻴﻦ ﻳﺎﺭﺏ ﺍﻟﻌﺎﻟﻤﻴﻦ
Baarakallah fiikum..
wallahu'a lam bishowab.

Oleh : Al Habib Umar Bin Sholeh AlHamid
dari page SUMBER

10 Jan 2017

Dan Rasulullah SAW pun Menangis



Suatu ketika Rasulullah SAW. pulang dalam keadaan sangat letih dari medan dakwah. Ketika hendak masuk rumah, Khadijah biasanya menyambut beliau berdiri di depan pintu. Ketika Khadijah hendak berdiri menyambut Suami tercinta, Rasulullah berkata: “Wahai Khadijah tetaplah di tempatmu.” Saat itu Khadijah sedang menyusui anaknya Fatimah yang masih bayi. Rasulullah faham dengan kesetiaan Khadijah, Rasulullah TAKJUB dengan pengorbanan Khadijah. Meskipun dalam keadaan LELAH menjaga rumah tangganya. Mekipun dalam keadaan LETIH dalam memelihara anaknya, Khadijah masih sempat menunjukkan KESETIANNYA kepada sang Suami walau dengan hal yang SEDERHANA. Bahkan seluruh harta bendanya diberikan kepada Nabi demi perjuangan Islam dan bahkan lebih dari itu, jiwa dan raganya diperuntukkan untuk Islam.

Tidak jarang Khadijah menahan lapar sambil menyusui anaknya Fatimah ra. Sehingga yang keluar bukan air susu lagi tapi DARAH yang keluar yang MASUK ke dalam MULUT Fatimah. Melihat Khadijah letih menyusui anaknya, Rasulullah mengambil Fatimah dan diletakkan di tempat tidurnya. Gantilah Rasulullah berbaring dipangkuan sang Istri. Karena Rasulullah begitu lelah dan letih dari mendakwahkan islam kepada umatnya yang menolak seruannya, beliaupun tertidur dipangkuan sang istri. Katika itulah khadijah dengan belaian kasih sayang membelai rambut Beliau. Tak terasa AIR MATA Khadijah al-Kubra menetes mengenai pipi Rasulullah SAW. Nabipun terjaga “Wahai Khadijah kenapa engkau menangis? Adakah engkau menyesal bersuamikan aku, Muhammad? 

Dahulu engkau wanita bangsawan, engkau mulia, engkau hartawan, tetapi hari ini engkau telah dihina orang, semua orang telah menjauh darimu, seluruh harta bendamu habis. Adakah engkau menyesal bersuamikan aku, Muhammad?” Khadijah al-Kubra berkata, “Wahai suamiku, wahai Nabi Allah, bukan itu yang aku tangiskan. Dulu aku memiliki kemuliaan, kemuliaan itu aku serahkan untuk Allah dan Rasul-Nya. Dahulu aku memiliki kebangsawanan, kebangsawanan itupun aku serahkan untuk Allah dan Rasul-Nya. Dahulu aku memiliki harta kekayaan, seluruh harta kekayaan itu aku serahkan untuk Allah dan Rasul-Nya. Wahai Rasulullah, sekarang ini aku tidak memiliki apa-apa lagi. Tetapi engkau masih terus memperjuangkan agama ini.”

 “Wahai Rasulullah, sandainya aku telah MATI sedangkan perjuanganmu ini belum selesai, kemudian engkau hendak menyebrangi sebuah lautan, ..engkau hendak menyebrangi sebuah sungai dan engkau tidak menemukan satu perahu pun ataupun jambatan, maka engkau gali lubang kuburku, engkau gali kuburku, kemudian ambillah TULANG BELULANGKU, engkau jadikan jembatan sebagai jalan menyeberangi sungai itu untuk menemui umatmu.
"INGATKAN MEREKA AKAN KEBESARAN ALLAH.
INGATKAN MEREKA PERKARA YANG HAQ.
AJARKAN MEREKA SYARI'AT ISLAM WAHAI...RASULULLAH.”
______________________________
______
DAN RASULULLAH PUN MENANGIS.

Dikutip dari FB Habib Agil Alattas