CintaNya kepadaku jauh lebih dulu ada, dibandingkan cintaku kepadaNya, dan Dia sudah menemukanku, sebelum aku mencariNya (Abu Yazid Al-Bustami qs)

11 Feb 2013

Energi Pelukan Ummul Mukminin




   Suatu hari di gua Hira, Muhammad SAW tengah ber’uzlah, beribadah kepada Rabbnya. Telah sekian hari ia lalui dalam rintihan, dalam doa, dalam puja dan harap pada Dia Yang Menciptanya. Tiba-tiba muncullah Malaikat Jibril dalam wujud sesosok laki-laki. “Iqra!” katanya.

   Muhammad SAW menjawab, “Aku tidak dapat membaca!” Laki-laki itu merengkuh Muhammad ke dalam pelukannya, kemudian mengulang kembali perintah “Iqra!” Muhammad memberikan jawaban yang sama dan peristiwa serupa pun terulang hingga tiga kali. Setelah itu, Muhammad dapat membaca kata-kata yang diajarkan lelaki itu. Di kemudian hari, kata-kata itu menjadi wahyu pertama yang yang diturunkan Allah kepada Muhammad melalui Jibril, sang makhluk bersosok laki-laki yang menemui Muhammad di gua Hira.

   Sepulang dari gua Hira, Muhammad mencari Khadijah isterinya dan berkata, “Selimuti aku, selimuti aku!”. Ia gemetar ketakutan, dan saat itu, yang paling diinginkannya hanya satu, kehangatan, ketenangan dan kepercayaan dari orang yang dicintainya. Belahan jiwanya. Isterinya. Maka Khadijah pun menyelimutinya, memeluknya dan mendengarkan curahan hatinya. Kemudian ia menenangkannya dan meyakinkannya bahwa apa yang dialami Muhammad bukanlah sesuatu yang menakutkan, namun amanah yang akan sanggup ia jalankan.

Kumpulan Mukjizat Bunda Fathimah Az Zahra as


Mengakui Kerasulan Ayah di Perut Ibu

Tatkala orang-orang kafir meminta Rasulullah saw membelah bulan, pada masa itu Sayyidah Khadijah mengandung Sayyidah Fathimah. Sayyidah Khadijah sangat bersedih hati mendengar permintaan orang-orang kafir itu seraya berkata, "Sungguh celaka orang-orang yang mendustakan Muhammad! Padahal dia adalah utusan Tuhanku."

Kemudian Sayyidah Fathimah berseru di perut ibunya, "Wahai ibu, jangan takut dan bersedih hati; karena Allah pasti menolong ayahku."

Ketika masa kehamilan Sayyidah Khadijah telah sempurna (sembilan bulan) dan tibalah masa kelahiran, Sayyidah Khadijah melahirkan Sayyidah Fathimah yang cahaya keindahannya menerangi dan menyinari seluruh alam semesta.

Berbicara dalam Rahim Ibu 
Sayyidah Fathimah berbicara dengan ibunya, Sayyidah Khadijah, sejak dalam rahim serta memberikan ketenangan dan ketenteraman ke dalam hatinya. Rasulullah saw bertanya kepadanya, "Dengan siapakah engkau bicara?"
Sayyidah Khadijah menjawab, "Janin yang ada dalam perut saya mengajak saya bicara dan menghibur hati saya. Malaikat Jibril memberitahu saya bahwa anak ini perempuan."

Berkah Makanan

Imam Ali menuturkan: Suatu hari, saya pergi ke pasar membeli daging seharga satu dirham dan sayur-mayur juga satu dirham, lalu membawanya ke rumah. Kemudian Fathimah mulai memasaknya. Sewaktu makanan telah siap dihidangkan, dia berkata, "Alangkah bahagianya hati saya jika saja saya mengajak ayah saya makan bersama."

Kemudian, saya pergi dan melihat Rasulullah saw sedang tidur dan berkata, "Dalam tidur, saya berlindung kepada Allah dari kelaparan."
Saya mengatakan, "Wahai Rasulullah! Datanglah ke tempat kami untuk makan bersama."

Lalu, kami pun pergi bersama hingga sampai di rumah Fathimah. Rasulullah saw bersabda kepada Fathimah, "Hidangkanlah makanan!"
Sayyidah Fathimah membawa semangkuk makanan dan meletakkannya di hadapan Rasulullah saw. Beliau membuka kain penutup mangkuk itu dan bersabda, "Ya Allah, berkatilah makanan kami!"

Kemudian, beliau bersabda, "Berikan sebagian makanan ini kepada Aisyah!"

Fathimah mengirimkan sebagian makanan itu untuk Aisyah. Kembali Rasulullah saw bersabda, "Berikan sebagian makanan ini kepada Ummu Salamah!"

Dia pun mengirimkannya untuk Ummu Salamah, hingga seluruh istri-istri Rasulullah saw beroleh bagian dari makanan tersebut. Setelah itu, Rasulullah saw bersabda, "Hidangkan makanan untuk ayah dan suamimu. Engkau juga harus makan dan bagikanlah makanan ini untuk para tetangga."

Fathimah menjalankan perintah Rasulullah saw. Namun, makanan tersebut tetap utuh seperti semula, bahkan kami memakannya selama beberapa hari.

Cahaya Memancar dari Selimut Sayyidah Fathimah 
Diriwayatkan bahwa Imam Ali meminjam sedikit gandum kepada seorang Yahudi dengan menggadaikan selimut Sayyidah Fathimah. Orang Yahudi itu lalu membawa selimut tersebut dan menyimpannya di rumahnya. Di waktu malam, istri lelaki Yahudi itu memasuki ruangan yang di dalamnya terdapat selimut Sayyidah Fathimah, untuk suatu keperluan. Tiba-tiba, dia melihat cahaya memancar yang menerangi ruangan tersebut. Bergegas dia menjumpai suaminya dan berkata kepadanya, "Saya melihat cahaya terang benderang di ruangan itu."

Suaminya juga terkejut dan lupa bahwa selimut Sayyidah Fathimah ada di ruangan tersebut. Dia segera bangkit dan memasuki ruangan serta melihat selimut tersebut memancarkan cahaya bak sinar rembulan yang hampir terbit. Dia terperanjat menyaksikan pemandangan itu, kemudian memeriksa tempat diletakkanya selimut itu dan mulai paham bahwa cahaya itu memang terpancar dari selimut tersebut. Orang Yahudi itu pergi dan memanggil kaumnya; sang istrinya juga mengundang kaumnya. Sekitar 80.000 orang Yahudi berkumpul. Tatkala menyaksikan kejadian ini, semuanya masuk Islam.

Gilingan Gandum Berputar Sendiri (1) 
Abu Dzar al-Ghiffari menuturkan: Rasulullah saw mengutus saya mencari (Imam) Ali. Saya pun pergi ke rumahnya dan memanggilnya. Namun, beliau tidak menjawab seruan saya. Lalu, saya melihat gilingan gandum berputar dengan sendirinya tanpa ada yang menggerakkannya. Kembali saya memanggilnya dan beliau pun keluar. Kami pun pergi bersama menemui Rasulullah saw. Rasulullah saw menghadap ke arah (Imam) Ali dan mengatakan sesuatu kepadanya yang tak saya mengerti.

Saya berkata, "Sungguh menakjubkan, gilingan gandum berputar dengan sendirinya."

Saat itulah, Rasulullah saw bersabda, "Allah Swt memenuhi hati dan anggota tubuh putriku, Fathimah, dengan iman dan keyakinan. Tatkala Allah mengetahui kelemahan (fisik)nya, pada hari kiamat kelak Dia membantu dan mencukupi kebutuhannya. Tahukah engkau bahwa Allah Swt menjadikan para malaikat untuk membantu keluarga Muhammad?"

Gilingan Gandum Berputar Sendiri (2) 

Abu Saleh al-Muadzin menukilkan keutamaan dan kelebihan Sayyidah Fathimah al-Zahra: Maimunah, istri Rasul Mulia saw menuturkan:
Rasulullah saw memberikan sedikit gandum kepada saya dan menyuruh saya ke rumah Fathimah untuk menggiling gandum tersebut. Saya melihat Fathimah berdiri dan gilingan gandum berputar dengan sendirinya. Saya pun menceritakan kejadian ini kepada Rasul Mulia saw.

Beliau berkata, "Allah Swt mengetahui kelemahan (fisik) dan ketidakmampuan Fathimah. Karenanya, Dia perintahkan kepada gilingan gandum agar berputar dengan sendirinya. Gilingan itu pun berputar atas perintah Allah Swt."

Bergabung dalam Mubahalah 
Sekelompok kaum Nashrani Najran (Yaman) datang menemui Rasulullah saw. Tiga orang uskup besar mereka bernama Aqib, Muhsin, dan Asqaf pun datang. Dua orang tokoh terkenal Yahudi juga hadir bersama mereka untuk melontarkan beberapa pertanyaan kepada Rasulullah saw.

Asqaf bertanya, "Wahai Abul Qasim, siapa ayah Musa?"
Rasulullah saw menjawab, "Imran."

Dia bertanya, "Siapa ayah Yusuf?"

Beliau menjawab, "Ya'qub."

Dia bertanya, "Ayah dan ibu saya menjadi tebusan Anda, siapa ayah Anda?"

Beliau menjawab, "Abdullah, putra Abdul Muththalib."

Asqaf bertanya, "Siapa ayah Isa?"

Rasulullah saw diam. Malaikat Jibril pun turun dan berkata, "Dialah ruh dan kalimat Allah."

Asqaf bertanya, "Mungkinkah terjadi ruh tanpa melalui seorang ayah?"

Rasulullah saw diam. Pada saat itulah turunlah wahyu: Sesungguhnya penciptaan Isa di sisi Allah adalah seperti penciptaan Adam. Allah menciptakan Adam dari tanah, kemudian Allah berfirman kepadanya, "Jadilah (seorang manusia)," maka jadilah dia.(Ali Imran: 59)

Tatkala Rasulullah saw membacakan ayat ini, Asqaf berdiri meninggalkan tempat duduknya. Sebab, dia tidak bisa terima bahwa Isa tercipta dari tanah. Kemudian, dia berkata, "Wahai Muhammad! Kami tak menemukan hal ini dalam kitab Taurat, Injil, dan Zabur. Hanya engkau yang berpendapat seperti ini."

Kemudian Allah Swt mewahyukan: “Siapa yang membantahmu tentang kisah Isa sesudah datang ilmu (yang meyakinkan kamu), maka katakanlah (kepadanya), "Marilah kita memanggil anak-anak kami dan anak-anak kalian, istri-istri kami dan istri-istri kalian, diri kami dan diri kalian; kemudian marilah kita bermubahalah kepada Allah dan kita minta supaya laknat Allah ditimpakan kepada orang-orang yang dusta." (Ali Imran: 61)

Asqaf dan orang-orang yang bersamanya mengatakan, "Wahai Abul Qasim, engkau berlaku Adil. Maka, tentukan waktu mubahalah itu!"
Rasulullah saw berkata, "Insya Allah, besok pagi."

Keesokan harinya, usai shalat Subuh, Rasulullah saw menggandeng tangan Imam Ali, sementara pemuka kaum wanita semesta alam, Sayyidah Fathimah, di belakangnya, Imam Hasan di samping kanan, dan Imam Husain di samping kiri. Beliau berkata kepada mereka, "Ketika saya berdoa, ucapkanlah amin!"

Kemudian, Rasulullah saw berlutut untuk memanjatkan doa. Tatkala kaum Nasrani menyaksikan kedatangan lima orang suci itu, mereka menyesal dan mengadakan rapat di antara mereka. Mereka berkata, "Demi Tuhan! Dia seorang nabi. Jika kita bermubahalah dengannya, Tuhan pasti mengabulkan doa mereka dan kita semua bakal musnah hingga tak seorang pun di antara kita yang selamat dari kutukannya. Sebaiknya, kita berdamai dengannya dan mengundurkan diri dari mubahalah."

Menyiapkan Makan 
Qutub al-Rawandi meriwayatkan dengan sanad otentik dari Jabir bin Abdillah al-Anshari: Selama beberapa hari, Rasulullah saw tidak makan dan rasa lapar sangat menguasai beliau. Kemudian, beliau pergi ke rumah istri-istri beliau, namun tak menemukan makanan. Lalu, beliau pergi ke rumah Sayyidah Fathimah dan bertanya, "Wahai putri kesayanganku, apakah engkau punya makanan yang bisa kumakan?" Sebab, rasa lapar melemahkan tubuhku."
Sayyidah Fathimah menjawab, "Tidak ada, demi Allah, saya tidak punya makanan, jiwa saya sebagai tebusan Anda."

Rasulullah saw keluar dari rumah Sayyidah Fathimah. Tak lama kemudian, seorang budak wanita memberikan kepada Sayyidah Fathimah dua potong roti dan sekerat daging. Kemudian, Sayyidah Fathimah menyimpannya dalam mangkuk besar dan menutupinya dengan kain. Dia berkata, "Demi Allah, aku lebih mementingkan Rasulullah saw ketimbang diriku sendiri dan anak-anakku, meskipun semuanya kelaparan dan butuh makan."

Sayyidah Fathimah mengutus al-Hasan dan al-Husain untuk mencari Rasulullah saw. Tatkala Rasulullah saw datang, Sayyidah Fathimah mengatakan, "Wahai ayah! Setelah kepergian Anda, Allah Swt menganugrahkan makanan kepada saya. Saya menyimpannya untuk Anda dan lebih mendahulukan Anda ketimbang anak-anak saya."

Rasulullah saw bersabda, "Bawa kemari makanan itu, wahai putriku!"
Tatkala Rasulullah saw membuka kain penutup mangkuk besar itu, dengan kuasa Allah, mangkuk itu pun penuh dengan roti dan daging. Sewaktu menyaksikan hal itu, Sayyidah Fathimah terkejut. Dia yakin, makanan itu datang dari sisi Allah. Setelah memuji Allah dan bershalawat kepada Rasulullah saw, Sayyidah Fathimah membawa makanan itu ke hadapan Rasulullah saw.

Rasulullah saw melihat mangkuk besar itu penuh dengan makanan, beliau pun bersyukur kepada Allah Swt. Lantas, beliau bertanya, "Dari mana engkau memperoleh makanan ini?"

Sayyidah Fathimah menjawab, "Dari sisi Allah. Sesungguhnya Allah memberikan rezeki kepada siapapun yang dikehendakinya tanpa perhitungan."
Kemudian Rasul Mulia saw mencari Amirul Mukminin Ali. Rasulullah, Amirul Mukminin Ali, Sayyidah Fathimah, al-Hasan, al-Husain, dan seluruh istri Nabi saw menyantap makanan itu sampai kenyang.

Sayyidah Fathimah menuturkan: "Makanan dalam mangkuk itu tetap utuh dan tak berkurang sama sekali. Bahkan, saya bisa mengeyangkan perut para tetangga. Sungguh, Allah melimpahkan kebaikan dan berkah pada makanan tersebut."

Menghidupkan Pengantin Wanita 
Suatu hari, Rasulullah saw duduk di samping Kabah seraya meratap dan merintih di hadapan Allah Swt. Sekelompok pembesar dan bangsawan Mekah datang menemui beliau dan mengucapkan salam. Dengan wajah ceria dan sikap ramah, Rasulullah saw menjawab salam mereka. Mereka mengatakan, "Wahai Nabi Islam dan kebanggan alam semesta! Kami datang kepada Anda untuk mengabarkan bahwa kami akan melangsungkan akad dan resepsi pernikahan antara putri fulanah dengan putra fulan yang keduanya berasal dari pembesar dan bangsawan Arab. Kami bermaksud mengundang putri Anda untuk menghadiri acara tersebut. Perkenankanlah dia datang ke pesta pernikahan tersebut dan kehadiran putri Anda akan menghiasi majlis kami dan menerangi rumah kami."

Rasulullah saw bersabda, "Bersabarlah! Saya akan pergi ke rumah putriku, Fathimah, dan memberitahukan padanya perihal undangan kalian ini. Jika dia berniat datang, maka saya akan beritahu kalian."

Rasulullah saw pergi ke rumah putrinya, Sayyidah Fathimah. Sesampainya di sana, beliau mengucapkan salam dan menceritakan padanya perihal undangan para pembesar Arab untuk acara pernikahan itu. Beliau ingin mengetahui pendapat putrinya, apakah dia hendak menghadiri acara pernikahan tersebut atau tidak?

Sejenak Sayidah Fathimah tenggelam dalam pikirannya. Lantas, dia berkata, "Jiwa saya sebagai tebusan Anda, wahai kekasih Allah yang Mahamulia! Wahai pemberi syafaat seluruh umat manusia. Saya berpikir bahwa undangan pernikahan mereka bertujuan untuk mengejek dan memperolok-olok diri saya. Sebab, para wanita dan gadis-gadis bangsawan Arab pada pesta pernikahan itu mengenakan pakaian mewah dan mahal, serta berhias diri dengan emas dan permata. Mereka berkumpul di samping pengantin wanita dengan angkuh dan sombong. Akan tetapi, saya tak punya apa-apa selain pakaian usang bertambal dan sepatu yang rusak pula untuk pergi ke sana. Jika saya datang dengan penampilan seperti ini, mereka pasti memperolok-olok, menghina, dan mengejek diriku."

Tatkala Rasulullah saw mendengar penuturan putrinya, Fathimah al-Zahra, hatinya pun sedih. Beliau menarik nafas panjang dan meneteskan air mata.

Dalam kondisi seperti itu, Malaikat Jibril datang sisi dari Allah menjumpai Rasulullah saw seraya mengatakan, "Wahai Rasulullah! Allah yang Mahaagung lagi Mahatinggi menyampaikan salam padamu dan Fathimah, dan Dia berfirman: Katakanlah pada Fathimah, agar dia mengenakan pakaian yang dia miliki dan pergi ke acara pernikahan. Sesungguhnya Kami menyimpan hikmah dalam hal ini."

Rasul Mulia saw menyampaikan pesan Allah ini kepada putrinya, Sayyidah Fathimah al-Zahra. Sayyidah Fathimah al-Zahra berkata, "Apapun perintah Allah, saya pasti melaksanakannya. Saya menerima keputusan dan perintah-Nya dengan segenap jiwa dan hati saya."

Sayyidah Fathimah melakukan sujud syukur, kemudian berdiri dan mengenakan pakaian usang dan bertambal. Setelah itu, dia minta izin kepada ayahnya untuk menghadiri acara pernikahan tersebut. Dalam kondisi seperti itu, para malaikat langit ketujuh meratap dan merintih di hadapan Allah seraya berkata, "Ya Allah, janganlah Engkau permalukan dan hancurkan hati putri Nabi akhir zaman yang merupakan kekasih-Mu dan Engkau memilihnya sebagai penghulu kaum wanita semesta alam. Kami tak tega melihatnya bersedih hati."
Saat itulah, Allah Swt memerintahkan kepada malaikat Jibril agar secepatnya mengambil pakaian dari surga dan turun ke bumi bersama ribuan bidadari yang bertugas memakaikan pakaian surga pada tubuh Sayyidah Fathimah, sehingga putri Nabi saw datang ke acara pernikahan dengan agung dan terhormat.
Malaikat Jibril mematuhi perintah Allah dan segera menemui Sayyidah Fathimah bersama seribu bidadari. Malaikat Jibril menyampaikan salam Allah. Wanita agung itu pun mengenakan pakaian surga. Sayyidah Fathimah pun datang ke acara pernikahan itu dengan penuh keagungan dan kemuliaan. Para bidadari mengambil berkah dari tanah bekas jejak langkah kaki Sayyidah Fathimah dan mengusapkannya pada mata mereka, lalu berjalan di samping wanita terbaik semesta alam itu. Para bidadari tampak riang dan gembira. Masing-masing menampakkan kecintaannya kepada wanita suci itu. Mereka pun menebarkan wewangian surgawi pada tubuh suci Sayyidah Fathimah dan bangga atas apa yang telah mereka lakukan.

Tatkala menyaksikan semua kemuliaan, keagungan, pakaian, dan wewangian surgawi, Sayyidah Fathimah merasa bahagia dan bersyukur kepada Allah. Lisannya tak henti-henti bersyukur kepada Allah, Sang Pemilik keagungan.
Ketika hampir tiba di rumah pengantin wanita, cahaya suci mereka menerangi seluruh wanita yang hadir dalam acara itu. Seluruh wanita memandangi wajah dan pakaian Sayyidah Fathimah yang memancarkan cahaya dengan penuh kagum dan terpesona. Secara spontan, mereka menyambut wanita agung ini hingga tak seorang pun mendampingi pengantin wanita. Sebagian menciumi tangan dan kaki Sayyidah Fathimah serta mengantar masuk pemuka para wanita ini ke dalam majlis pernikahan dengan penuh penghormatan dan kemuliaan.
Meski para wanita bangsawan mengenakan pakaian mewah dan mahal, namun tatkala melihat pakaian wanita agung itu, sifat hasut dan dengki merasuki hati mereka. Bahkan, pengantin wanita tak sanggup menanggung malu dan akhirnya jatuh pingsan ke tanah dari kursi yang didudukinya. Ketika orang-orang datang mengelilinginya untuk melihat keadaannya, ternyata pengantin wanita itu telah meninggal dunia. Kaum wanita menjerit dan meratap. Semua menangis dan berkata, "Fathimah al-Zahra telah menyebabkan seluruh wanita tertuju padanya sehingga pengantin wanita meninggal dunia lantaran menahan amarah."

Sayyidah Fathimah terkejut menyaksikan kejadian tersebut dan bersedih atas kematian pengantin wanita itu. Tanpa menunda, Sayyidah Fathimah bangkit dan segera berwudu. Setelah itu, dia mendirikan shalat (hajat) dua rakaat dengan disaksikan oleh mereka. Dalam sujudnya, dia memohon, "Ya Allah, demi kemuliaan dan keagungan-Mu! Demi kesucian dan kemuliaan ayahku, Rasulullah dan suamiku, Amirul Mukminin Ali al-Murtadha! Demi keutamaan kepatuhan dan ibadah hamba-hamba pilihan-Mu! Hidupkanlah pengantin wanita ini dan selamatkan daku dari fitnah!"

Sayyidah Fathimah masih bersujud dan tenggelam dalam munajatnya tatkala tiba-tiba mereka melihat pengantin wanita itu bergerak dan bersin. Dengan izin Allah, pengantin wanita itu berdiri dan menjatuhkan diri di hadapan pemuka kaum wanita, kekasih Allah, putri Rasulullah, istri Amirul Mukminin Ali, ibu para imam, Fathimah al-Zahra, seraya berkata, "Salam sejahtera bagi Anda, wahai putri Rasulullah. Salam sejahtera bagi Anda, wahai suami kekasih Allah, Amirul Mukminin Ali. Saya bersaksi bahwa Allah Mahaesa, tiada sekutu bagi-Nya. Saya bersaksi bahwa ayah Anda Muhammad bin Abdillah adalah rasul dan utusan-Nya. Dan saya bersaksi bahwa engkau, suami Anda, dan anak-anak Anda berada di atas jalan kebenaran. Barangsiapa yang menempuh jalan kekafiran, kemusyrikan, dan penyembahan berhala, maka dia berada di atas kebatilan. Saya menyatakan masuk Islam di hadapan Anda."

Hari itu, 700 orang pria dan wanita di antara keluarga dan kerabat pengantin wanita dan pria itu memeluk agama Islam. Tatkala kejadian ini tersebar ke kota-kota lain, banyak orang yang masuk Islam. Ketika acara pernikahan usai, Sayyidah Fathiimah al-Zahra pulang ke rumah dan menceritakan seluruh kejadian acara pernikahan itu kepada ayahnya.
Setelah mendengar apa yang terjadi dari Sayyidah Fathimah, Rasulullah saw bersujud syukur seraya memuji Allah Swt. Beliau mendekap putrinya di dadanya seraya berkata, "Wahai cahaya mataku, dari apa yang engkau ceritakan, ribuan kali bahkan lebih aku berharap kepada Allah agar (itu) terjadi padamu."

Makanan Ghaib 

Al-Hasan dan al-Husain tak makan selama tiga hari dan tubuh mereka pun lemas lantaran kelaparan. Kemudian, mereka minta sesuatu kepada ibu mereka. Karena di rumah tak ada sesuatu yang bisa dimakan, Sayyidah Fathimah berusaha menghibur anak-anaknya dengan berkata, "Kakek kalian akan datang dengan membawa sesuatu untuk kalian."

Tak lama kemudian, mereka kembali meratap, sehingga Sayyidah Fathimah merasa iba dan meneteskan air mata. Lalu, Sayyidah Fathimah mengumpulkan beberapa batu kerikil dan memasukkannya ke dalam kuali berisikan air serta memanaskannya di atas api. Dia melakukan itu untuk menghibur hati anak-anaknya. Dia berkata, "Anakku sayang, bersabarlah! Masakan belum matang."

Al-Hasan dan al-Husain keluar rumah. Selang beberapa lama, mereka datang dan berkata kepada ibu mereka, "Jika makanan sudah matang, hidangkanlah untuk kami."

Wanita agung itu berkata, "Sampai sekarang belum matang. Bersabarlah sampai makanan itu matang."

Imam Hasan mendekati kuali itu dan mengangkat tutupnya seraya berkata, "Ibu, makanan sudah matang atau belum? Bawakanlah sedikit agar kami bisa memakannya."

Sayyidah Fathimah mengangkat tutup kuali itu dan berkata, "Makanan sudah matang…"

Tatkala Sayyidah Fathimah membuka tutup kuali itu, dia melihat makanan sudah matang dan mengeluarkan aroma sedap. Dia pun segera mengambil makanan itu dan menghidangkannya untuk al-Hasan dan al-Husain. Mereka pun mulai menyantap makanan itu. Sementara, Sayyidah Fathimah kembali berwudu dan melakukan shalat sebagai tanda syukur atas karunia Allah. Saat berita ini terdengar oleh Rasulullah saw, beliau berkata, "Segala puji bagi Allah! Seperti inilah dirimu, wahai Fathimah, sebagaimana keturunan para nabi dan wali Allah sebelumnya."
Malaikat Menggerakkan Buaian 

Diriwayatkan, terkadang, ketika Sayyidah Fathimah sedang mendirikan shalat, bayinya menangis. Akan tetapi, buaian bayi itu pun bergerak dengan sendiri. Ternyata, para malaikatlah yang menggerakkan ayunan tersebut.

Api Neraka Diharamkan Bagi Sayyidah Fathimah 

Suatu hari, Aisyah masuk ke rumah Sayyidah Fathimah. Saat itu, putri Nabi saw sedang sibuk mengadoni gandum, susu, dan minyak untuk membuat makanan. Periuk berada di atas kompor dan api pun menyala. Sayyidah Fathimah mengaduk adonan makanan di dalam periuk panas itu dengan tangannya.

Aisyah pergi meninggalkan Sayyidah Fathimah dengan ketakutan dan gelisah. Dia pergi menemui ayahnya, Abu Bakar dan berkata, "Ayah, aku melihat sesuatu yang mengejutkan pada diri Fathimah. Dia mengaduk dengan tangannya sendiri adonan makanan yang berada dalam kuali panas di atas api."
Abu Bakar berkata, "Putriku, rahasiakanlah hal yang merupakan perkara penting ini."

Berita ini pun sampai ke telinga Rasul Mulia saw. Kemudian, beliau naik ke mimbar. Setelah memuji Allah, beliau bersabda, "Orang-orang membesar-besarkan dan merasa heran melihat periuk (panas) dan api. Demi Allah yang mengutusku dengan kenabian! Demi Allah yang memilihku dengan kerasulan! Allah Swt mengharamkan api neraka bagi daging, darah, rambut, urat, dan tubuh Fathimah, serta menjauhkan anak keturunan dan pengikutnya dari api neraka. Sebagian anak keturunan Fathimah memiliki peringkat dan kedudukan yang menjadikan mereka mampu memerintah api, matahari, dan bulan. Para jin tunduk di hadapannya, para nabi memenuhi janji mereka sehubungan dengannya, bumi dan segala kekayaannya pasrah di hadapannya, dan langit menurunkan berkahnya kepadanya. Celaka! Celaka! Celakalah bagi orang yang ragu dan bimbang atas keutamaan dan kelebihan Fathimah. Laknat Allah ditimpakan kepada orang yang memusuhi suaminya, Ali bin Abi Thalib, dan tidak puas dengan kepemimpinan anak keturunannya. Sesungguhnya Fathimah mempunyai tempat tinggal (di surga) dan para pengikutnya juga akan memiliki tempat tinggal yang terbaik. Sesungguhnya Fathimah berdoa di sisiku dan memberikan syafaat. Syafaatnya diterima (di sisi Allah) meskipun diberikan kepada orang yang menentangnya."
Hidangan Langit 

Dalam penafsiran atas ayat: Setiap Zakariya masuk untuk menemui Maryam di mihrab, dia dapati makanan di sisinya… Zamakhsyari dalam kitab tafsirnya (al-Kabir) menukilkan dari Rasulullah saw: Pada musim kemarau yang menimpa Madinah, rasa lapar melemahkan tubuhku. Fathimah al-Zahra mengirimkan semangkuk makanan untukku. Aku ambil makanan itu dan datang ke rumah Fathimah. Setibanya di sana, aku memanggilnya. Dia pun datang dan membuka kain penutup mangkuk itu. Aku melihat mangkuk itu penuh dengan daging dan roti. Aku terkejut dan menyadari bahwa makanan ini adalah hidangan dari langit. Lantas aku bertanya kepada Fathimah, "Dari mana engkau memperoleh makanan ini?"

Fathimah menjawab, "Makanan itu dari sisi Allah. Sesungguhnya Allah memberikan rezeki kepada siapa yang dikehendaki-Nya tanpa hisab."
Aku pun meneteskan air mata dan berkata, "Segala puji bagi Allah yang menjadikanmu serupa dengan Maryam."

Kemudian aku mengundang Ali, al-Hasan, al-Husain, dan seluruh tetangga. Semuanya makan sampai kenyang, sementara makanan itu tetap utuh. Fathimah mengirimkan makanan itu untuk seluruh tetangganya. Hari itu, orang-orang yang kelaparan menjadi kenyang berkat kemuliaan Fathimah al-Zahra.

Hadiah Allah untuk Sayyidah Fathimah 

Ibnu Abbas meriwayatkan: Suatu hari, saya sedang duduk-duduk bersama Rasul Mulia saw. (Imam) Ali, (Sayyidah) Fathimah, al-Hasan, dan al-Husain duduk di hadapan beliau.

Waktu itu, Malaikat Jibril turun sambil membawa buah apel untuk Rasulullah saw dan mengucapkan salam kepada Rasul Mulia saw. Rasulullah saw menghadiahkan apel tersebut kepada (Imam) Ali. (Imam) Ali mencium apel itu. Seraya berterima kasih, (Imam) Ali mengembalikan apel itu kepada Rasulullah saw. Kemudian Rasulullah saw menghadiahkan apel itu kepada al-Hasan. Al-Hasan juga mencium apel itu dan mengembalikannya kepada Rasulullah saw seraya mengucapkan terima kasih. Rasulullah saw lalu menghadiahkan apel itu kepada al-Husain. Al-Husain mengambil apel itu dan menciumnya. Setelah itu, dia juga mengembalikannya kepada Rasulullah saw seraya mengucapkan salam kepada Rasulullah saw. Lalu, Rasulullah saw menghadiahkan apel itu kepada (Sayyidah) Fathimah. (Sayyidah) Fathimah mengambil apel itu, menciumnya, dan mengembalikannya kepada Rasulullah saw.

Kembali Rasulullah saw menghadiahkan apel itu kepada (Imam) Ali bin Abi Thalib. Tatkala (Imam) Ali hendak mengembalikan apel itu kepada Rasulullah saw, tiba-tiba apel itu terlepas dari tangannya dan jatuh ke tanah. Apel itu terbelah menjadi dua dan sebuah cahaya memancar darinya hingga menembus langit pertama. Pada saat itulah, saya melihat tulisan pada apel itu yang menyatakan: Dengan menyebut asma Allah yang Mahakasih lagi Mahasayang. Apel ini merupakan hadiah dari Allah yang Mahatinggi untuk Muhammad al-Mushtafa, Ali al-Murtadha, Fathimah al-Zahra, al-Hasan, dan al-Husain. Dan juga merupakan jaminan keselamatan dari siksa api neraka pada hari kiamat bagi orang-orang yang mencintai mereka.

Salam Bidadari Untuk Sayyidah Fathimah 

Salman al-Farisi menuturkan: Saya pergi ke rumah Sayyidah Fathimah.

Beliau as berkata, "Sepeninggal ayahku, mereka menzalimiku."

Kemudian beliau berkata kepadaku, "Duduklah!"

Saya pun duduk. Kembali beliau berkata kepadaku, "Kemarin, saya sedang duduk dan pintu rumah tertutup. Saya tengah berfikir tentang terputusnya wahyu dari kami dan perginya malaikat dari rumah kami semenjak ayahku wafat. Tiba-tiba, pintu terbuka tanpa ada orang yang membukanya. Tiga bidadari surga masuk ke rumah seraya berkata, 'Kami bidadari dari Dârus Salâm. Tuhan semesta alam mengutus kami untuk menemuimu dan kami sangat merindukanmu, wahai putri Muhammad.'"

"Saya bertanya kepada salah satu di antara mereka yang usianya lebih tua, 'Siapa namamu?' Dia menjawab, 'Saya Maqdurah dan diciptakan untuk Miqdad bin Aswad.' Saya bertanya pada yang kedua, 'Siapa namamu?' Dia menjawab, 'Saya Dzurrah dan diciptakan untuk Abu Dzar al-Giffari.' Saya bertanya kepada yang ketiga, 'Siapa namamu?' Dia menjawab, 'Saya Salma dan diciptakan untuk Salman al-Farisi.'"

"Mereka mengeluarkan nampan yang di atasnya terdapat kurma seperti roti-gula yang warnanya lebih putih dari salju dan aromanya lebih harum dari minyak wangi misik. Saya menyimpan bagian untukmu (lantaran engkau termasuk dari kami, Ahlul Bait). Berbukalah puasa dengan kurma ini dan besok bawakan bijinya untukku."

Saya (Salman) mengambil kurma itu dan pergi. Setiap kali saya melewati sekelompok orang, mereka bertanya, "Apakah engkau punya minyak wangi misik?"

Kemudian, saya berbuka puasa dengan memakan kurma itu. Namun, saya tak menemukan biji di dalamnya. Keesokan harinya, saya datang menemui Sayyidah Fathimah dan berkata, "Wahai putri Rasulullah, tak ada biji di dalam kurma itu."

Beliau berkata, "Kurma itu berasal dari sebuah pohon yang ditanam Allah untukku di surga lantaran satu ucapan yang Rasulullah saw ajarkan padaku."

Kutukan Sayyidah Fathimah Bagi Musuh al-Husain as 

Perawi menuturkan: Seorang lelaki yang kedua tangan dan kakinya terputus serta kedua matanya buta, dengan nada sedih berteriak, "Wahai Tuhan pemeliharaku, selamatkan daku dari api neraka."

Seseorang berkata kepadanya, "Tak ada ganjaran siksa yang tersisa untukmu. Namun engkau berkata, 'Wahai Tuhan Pemeliharaku, selamatkan daku dari api neraka?!'"

Dia menjelaskan, "Waktu itu, saya berada di Karbala. Tatkala al-Husain terbunuh, saya melihat celana dan tali pengikat berharga di tubuhnya. Seluruh pakaiannya telah dirampas dan hanya tersisa celana tersebut. Menyembah dunia memaksaku untuk merampas tali pengikat berharga itu. Saya mendekati jasad al-Husain untuk menarik keluar tali pengikat itu. Saya melihat al-Husain (yang sudah terbunuh) mengangkat tangan kanannya dan memegang tali pengikat itu.

Saya pun tak mampu menarik tali pengikat itu. Saya melihat al-Husain mengangkat tangan kirinya dan memegang tali pengikat itu. Apapun yang saya lakukan, tak mampu mengangkat kedua tangannya dari tali pengikat tersebut. Lantas saya memotong tangan kirinya untuk mengambil tali pengikat itu secara paksa. Tiba-tiba saya mendengar suara gempa menakutkan. Saya ketakutan dan menyingkir. Malam harinya, saya tidur di tempat itu, di samping tubuh-tubuh terpotong para syuhada."

"Tiba-tiba, saya melihat di alam mimpi, Nabi Muhammad datang bersama Ali bin Abi Thalib dan Fathimah al-Zahra. Mereka mengambil kepala al-Husain. Fathimah al-Zahra menciumi kepala itu dan berkata, 'Anakku, mereka membunuhmu. Semoga Allah membunuh mereka seperti yang mereka lakukan terhadapmu.'"

"Saya mendengar al-Husain menjawab, 'Syimir membunuhku dan orang yang tidur di sini telah memotong kedua tanganku.'"

"Fathimah menghadap ke arahku dan berkata, 'Semoga Allah memotong kedua tangan dan kakimu, membutakan kedua matamu, dan memasukkanmu ke dalam api neraka.'"

"Saya terbangun dari tidur. Ternyata, saya benar-benar buta serta kedua tangan dan kaki saya terpotong. Tiga doa Fathimah al-Zahra telah dikabulkan dan masih tersisa yang keempat (yaitu masuk ke dalam api neraka). Oleh karenanya, saya mengatakan, 'Hai Tuhan Pemeliharaku, jauhkanlah daku dari api neraka!'"

Doa untuk wanita impianku



Aku berdoa untuk seorang wanita yang akan menjadi bagian dari hidupku
Seorang wanita yang sungguh mancintai-Mu lebih dari segala sesuatu

Seorang wanita yang akan meletakkanku pada posisi kedua dihatinya setelah Engkau
Seorang wanita yang hidup bukan untuk dirinya sendiri tetapi untuk-Mu.

Seorang wanita yang mempunyai hati sungguh mencintai dan haus akan Engkau
dan memiliki keinginan untuk mentauladani sifat-sifat agung-Mu

Seorang wanita yang mengetahui siapa dan untuk apa dia hidup, sehingga hidupnya tidaklah sia-sia
Seorang wanita yang mempunyai hati yang bijak, bukan hanya sekedar otak yang cerdas

Seorang wanita yang tidak hanya mencintaiku tetapi juga menghormatiku
Seorang wanita yang tidak hanya memujaku tetapi dapat juga menasehati ketika aku berbuat salah
Seorang wanita yang mencintaiku bukan karna lahiriahku tetapi karna hatiku

Seorang wanita yang dapat menjadi sahabat terbaikku dalam tiap waktu dan situasi
Seorang wanita yang dapat membuatku merasa sebagai seorang laki-laki disebelahnya
Seorang wanita yang membutuhkan dukunganku sebagai peneguhnya

Seorang wanita yang membutuhkan doaku untuk kehidupannya
seorang wanita yang membutuhkan senyumanku untuk mengatasi kesedihannya
Seorang wanita yang membutuhkan diriku untuk membuat hidupnya menjadi sempurna

Dan juga aku meminta

Buatlah aku menjadi seorang laki-laki yang dapat membuat seorang wanita itu bangga
Berikanlah aku sebuah hati yang sungguh mencintai-Mu, sehingga aku dapat mencintainya
dengan cinta-Mu, bukan mencintainya dengan sekedar cintaku

Berikanlah sifat-Mu yang kuat sehingga kekuatanku datang dari-Mu bukan dari luar diriku
Berikanlah aku tangan-Mu sehingga aku selalu berdoa untuknya
Berikanlah aku penglihatan-Mu sehingga aku dapat melihat banyak hal baik
dalam dirinya bukan hal buruk saja

Berikanlah aku mulut-Mu yang penuh dengan kata-kata kebijaksanaan-Mu dan pemberi semangat
sehingga aku dapat mendukungnya setiap hari, dan aku dapat tersenyum padanya setiap pagi
Dan bilamana akhirnya kami akan bertemu, aku berharap kami berdua dapat mengatakan
"Betapa besarnya Engkau karena telah memberikan kepadaku seorang yang
dapat membuat hidupku menjadi sempurna"

Aku mengetahui bahwa Engkau menginginkan kami bertemu pada waktu yang tepat
dan Engkau akan membuat segala sesuatu indah pada waktu yang Kau tentukan.
Amiin.

6 Feb 2013

Utsman bin Affan




   Beliau adalah Abu Abdillah Utsman bin Affan bin al-Ash bin Umayyah bin Abdi Syams bin Abdi Manaf. Nasab beliau bertemu dengan nasab Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pada kakek keempat yaitu Abdu Manaf, di masa jahiliah beliau dipanggil Abu Amr namun tatkala dari istri beliau yaitu Ruqayyah binti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam terlahir seorang laki-laki yang diberi nama Abdullah lalu beliau berganti menjadi Abu Abdillah, dan beliau masyhur dengan julukan dzu nurain (pemilik dua cahaya).

   Di masa jahiliyah Utsman bin Affan adalah seorang yang terpandang dan dimuliakan oleh kaumnya. Beliau dikenal sebagai seorang yang sangat pemalu, hartawan, dan pemilik petuah yang didengar. Karena itulah ia sangat dicintai dan dimuliakan oleh kaumnya. Ia tidak pernah sujud kepada sebuah patung pun, tidak pula berbuat keji, tidak pernah meminum khamar baik sebelum maupun setelah Islam. Utsman bercerita, “Aku tidak pernah bernyanyi, tidak pula panjang angan-angan, aku pun tidak pernah menyentuh dzakarku dengan tangan kananku setelah aku gunakan tangan itu untuk membai’at Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam, aku tidak pernah minum khamar di masa jahiliah maupun setelah Islam.”
Keutamaan Utsman bin Affan

   Beliau termasuk as-sabiqun al-awwalun (orang-orang yang pertama menyambut dakwah Islam). Beliau mengikrarkan diri sebagai seorang muslim berkat dakwah Abu Bakr Ash-Shidddiq pada umur 34 tahun. Di saat kaumnya menolak dan mengingkari seruan dakwah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ia justru membentangkan tangan, membuka hati, dan meyakini tanpa keraguan. Tatkala seruan hijrah dikumandangkan beliau adalah termasuk seorang yang tampil melaksanakan perintah sehingga beliau dua kali berhijrah, ke negeri Habasyah dan Madinah.

   Keunggulan sahabat Utsman semakin tampak pada beberapa keadaan penting di masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang saat itulah figur Utsman dikenal sebagai salah satu sahabat yang tidak disebut melainkan kebaikan. Di saat musim paceklik panjang, kemiskinan dan kefakiran menjadi bagian bagi setiap kaum muslimin. Di saat itu pula Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyerukan seruan jihad dan beliau tengah menyiapkan pasukan besar untuk diberangkatkan dalam Perang Tabuk melawan pasukan Romawi. Pasukan itu disebut jaisyul ‘usroh karena sulitnya kondisi materi para sahabat pada saat itu. Namun, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tetap mendorong para sahabatnya untuk berinfak dan bersedekah dalam rangka menyiapkan pasukan besar tersebut. Hingga Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan,

“Barang siapa yang menyiapkan jaisyul usyroh, maka baginya surga.”

   Tiba-tiba datanglah seorang saudagar kaya yang dermawan dialah Utsman bin Affan membawa kepingan-kepingan dinar berjumlah 1000 dinar lalu diberikan di hadapan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam. Sambil memeganginya keluarlah ucapan yang masyhur dari bibir Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang mulia,

“Tidaklah memudharatkan Utsman apa yang ia lakukan setelah ini.”

   Dan juga pada saat jumlah kaum muslimin semakin bertambah dan Masjid Nabawi serasa tidak dapat lagi menampung jamaah, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Barang siapa membeli lokasi milik keluarga fulan lalu menambahkan untuk perluasan masjid dengan kebaikan maka ia kelak di surga.” Lalu Utsman membelinya dari kantong uang miliknya lalu tanah itu diwakafkan untuk masjid.

   Demikian juga tatkala Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam hijrah ke Madinah maka tidak dijumpai air tawar kecuali dari sumur rumah. Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Barang siapa membeli sumur dan menjadikan gayung miliknya bersama dengan gayung milik kaum muslimin maka kelak ia di surga.” Mendengar ucapan tersebut Utsman pun segera membelinya.

   Kemudian satu hal yang tidak boleh dilupakan – yang menambah kemuliaan sahabat Utsman, beliau adalah seorang mu’alim yang cinta kepada Alquran. Kecintaannya terhadap Alquran telah membuahkan hasil yang senantiasa dikenang hingga hari kiamat, peristiwa pengumpulan Alquran dan penyeragaman bacaan adalah bukti nyata bagi seorang yang mau merenunginya. Beliaulah sahabat yang telah meriwayatkan sabda Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam,

“Sebaik-baik kalian adalah yang mempelajari Alquran dan mengajarkannya.”

   Dan suatu hari Utsman memanggil orang-orang, lalu berwudhu di hadapan mereka, kemudian beliau mengatakan, “Barang siapa yang berwudhu semisal wudhuku ini lalu shalat dua rakaat dan tidak berbincang-bincang di dalamnya, maka Allah Subhanahu wa Ta’ala akan mengampuni dosa-dosanya yang telah lalu.”

   Beliau juga sering memperingatkan manusia dari bahaya dusta atas nama agama, dari beliaulah diriwayatkan sabda Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam, “Barang siapa yang berdusta atas namaku dengan sengaja maka silakan mengambil tempat duduk di neraka.”

   Dan masih banyak lagi keutamaan-keutamaan beliau yang lain, namun tidak ada yang lebih menggembirakan dari itu semua dibandingkan persaksian Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bahwa Utsman adalah min ahlil jannah (salah satu penghuni surga).

   Dari Abu Musa al-Asy’ari beliau berkata, “Suatu hari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam masuk ke sebuah kebun dan beliau memerintahku untuk menjaga pintu kebun tersebut, maka datanglah seorang laki-laki meminta izin untuk masuk maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, ‘Izinkanlah ia masuk dan berikan kabar gembira kepadanya berupa surga.’ Ternyata ia adalah Abu Bakr. Lalu datang seorang laki-laki yang lain dan meinta izin untuk masuk, lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, ‘Izinkanlah ia masuk dan berikan kabar gembira kepadanya berupa surga.’ Ternyata dia adalah Umar. Kemudian datang lagi seorang yang lain meminta izin untuk masuk, namun sejenak Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam terdiam, lalu beliau mengatakan, ‘Izinkanlah ia masuk dan berikan kabar gembira kepadanya berupa surga atas bala yang akan menimpanya.’ Ternyata dia adalah Utsman bin Affan.”

   Ishaq bin Rahawaih mengatakan, “Tidak ada seorang pun sepeninggal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam orang yang paling baik di muka bumi ini kecuali Abu Bakr, dan tidak ada orang yang lebih baik sepeninggalnya kecuali Umar, dan tidak ada orang yang lebih baik sepeninggalnya kecuali Utsman, serta tidak ada orang yang lebih baik dan lebih mulia sepeninggalnya kecuali Ali.”

Gelombang Fitnah

   Merupakan mukjizat kenabian, apa yang disabdakan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pasti terjadi. Abu Hurairah telah meriwayatkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Sesungguhnya kalian akan menjumpai setelahku fitnah dan perselisihan atau perselisihan dan fitnah.” Maka berkata salah seorang, “Lalu kepada siapa kami akan memihak?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Berpegangteguhlah kalian kepada al-Amiin ini dan sahabat-sahabatnya.” Lalu beliau mengisyaratkan kepada Utsman.”

   Maka atas apa yang telah dikabarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan Utsman pun mengetahui bahwa kelak ia akan dibunuh secara zalim, dan orang-orang yang keluar darinya akan menghalalkan darahnya adalah orang-orang munafik. Apa yang disabdakan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam benar-benar terjadi, setelah beliau diangkat menjadi Khalifah kaum muslimin yang sah, beliau banyak menuai protes, banyak menerima kritikan dan tuduhan dari para pemberontak. Api itu makin menghalalkan darah Utsman. Di antara tuduhan-tuduhan keji mereka:

Pertama: mereka menuduh Utsman tidak berlaku adil dalam pengangkatan para pejabatnya karena ia mengutamakan keluarganya dan mencopot jabatan sebagian sahabat kibar (senior), serta menggantinya dengan orang-orang yang lebih muda umurnya.

Jawaban atas tuduhan tersebut:
Adapun penggantian jabatan dari sahabat senior kepada para pemuda, maka sungguh bagi beliau terdapat panutan yang baik sebelumnya. Bukankah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga pernah menyiapkan pasukan besar untuk memerangi Romawi lalu beliau menunjuk panglimanya adalah Usamah bin Zaid yang tatkala itu masih berusia belia, sedang di belakangnya banyak para sahabat senior seperti Abu Bakr dan Umar…?? dan sebelum pasukan besar tersebut diberangkatkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam terlebih dahulu meninggal dunia. Apa reaksi manusia tatkala itu, mereka datang kepada Umar untuk membujuk Abu bakar, agar ia mencopot jabatan Usamah bin Zaid sebagai panglima, maka sahabat Abu Bakr marah besar dan mengatakan kepada Umar, “Wahai Umar, ia adalah orang yang telah diangkat langsung oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam, lalu engkau memintaku untuk mencopotnya?!!”

Al-Imad Ibnu Katsir mengatakan, “Utsman adalah seorang yang berakhlak mulia, sangat pemalu, dan dermawan. Beliau sering mendahulukan keluarga dan kerabat-kerabatnya karena Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam rangka untuk ta’liful qulub (melunakkan hati), untuk suatu tujuan yang kekal melalui perkara-perkara dunia yang fana sebagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga telah memberi suatu kaum dan tidak memberikan kepada kaum yang lain untuk suatu tujuan agar mereka mendapat hidayah dan iman, dan sungguh untuk tujuan ini suatu kaum memahaminya, tidak sebagaimana kaum Khawarij telah melakukan protes atas apa yang diperbuat oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam.”

Kedua: beliau dituduh telah membuat perkara baru yang tidak ada contoh sebelumnya seperti pengumpulan ayat-ayat Alquran dalam sebuah mushaf, beliau tidak meng-qashar shalat tatkala di Mina, dan beliau menambahkan adzan menjadi dua kali pada hari Jumat.

Jawaban atas tuduhan tersebut:
Adapun beliau membakar seluruh mushaf dan menjadikan satu mushaf saja yang disepakati maka justru para ulama memandang hal itu adalah perbuatan mulia yang menjadikan kemuliaan bagi sahabat Utsman, karena berarti beliau telah memupus benih-benih perpecahan di tubuh kaum muslimin perihal bacaan kitab suci mereka. Lihatlah apa tindakan Abu Hurairah setelah Utsman melakukan apa yang beliau lakukan terhadap Alquran lalu sahabat Abu Hurairah menemuinya seraya mengatakan, “Sungguh engkau telah benar dan mencocoki kebenaran.”

Adapun tatkala di Mina beliau shalat sempurna dan tidak meng-qashar, maka beliau menjawab sendiri tuduhan tersebut, “Ketahuilah, yang demikian adalah karena aku mendatangi suatu negeri yang di dalamnya terdapat keluargaku, sehingga aku menyempurnakannya karena dua asalan bermukin dan menjenguk keluarga.”

Dan Al-Hafizh telah menukil dari Al-Iman az-Zuhri beliau mengatakan, “Utsman shalat sempurna di Mina empat rakaat karena orang badui (Arab pegunungan) di tahun itu sangatlah banyak, maka Utsman hendak mengajari mereka bahwa shalat (zhuhur dan Ashar) adalah empat rakaat.”

Adapun tentang beliau menambahkan adzan sebelum Jumat karena beliau memandang terdapat maslahat yang menuntut akan hal tersebur, karena kota Madinah semakin luas dan orang-orang semakin banyak sehingga adzan tersebut adalah tanda bahwa shalat Jumat akan segera ditegakkan.

Al-Imam al-Bukhari meriwayatkan dari Saib bin Yazid bahwa Utsman menambahkan adzan kedua pada masanya karena tatkala itu manusia yang tinggal di Madinah sudah sangatlah banyak.

Dan seandainya perbuatan itu munkar maka pasti akan diingkari oleh para sahabat senior yang tatkala itu masih hidup. Kalau demikian keadaannya, maka hal itu merupakan salah satu sunah khulafaur rasyidin dan sunah mereka adalah termasuk sunah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang kita diperintah untuk berpegang teguh dengannya.

Ketiga: Beliau dicela karena beberapa tindakan di antaranya karena beliau telah absen dalam Perang Badar, dan ketika Perang Uhud beliau termasuk orang-orang yang ikut lari ke belakang dan beliau tidak ikut dalam Bai’at Ridhwan.

Sahabat Abdullah bin Umar telah menjawab tuduhan-tuduhan tersebut sebagaimana yang telah diriwayatkan oleh Al-Imam Al-Bukhari:

Seorang laki-laki datang dari Mesir untuk berhaji, lalu ia melihat suatu kaum tengah duduk-duduk. Ia bertanya, “Siapa mereka?” Lalu dijawab, “Mereka adalah orang-orang Quraisy.” Ia berkata, “Siapa syaikh mereka?” Mereka menjawab, “Abdullah bin Umar.” Lalu ia bertanya, “Wahai Abdullah bin Umar, aku akan menanyakan beberapa hal kepadamu. Apakah engkau tahu bahwa Utsman telah lari dalam Perang Uhud?” Beliau menjawab, “Benar.” Ia melanjutkan, “Apakah engkau tahu bahwa ia juga telah absen dari Perang Badar?” Beliau menjawab, “Benar.” Ia bertanya lagi, “Apakah engkau tahu bahwa ia juga telah absen dalam Bai’at Ridhwan?” Beliau menjawab, “Benar.” Lalu laki-laki itu mengatakan, “Allahu Akbar!!”

Ibnu Umar mengatakan, “Kemarilah, aku akan jelaskan kepadamu. Adapun Utsman telah lari dalam Perang Uhud maka aku bersaksi bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memaafkannya, karena Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

إِنَّ الَّذِينَ تَوَلَّوْا مِنكُمْ يَوْمَ الْتَقَى الْجَمْعَانِ إِنَّمَا اسْتَزَلَّهُمُ الشَّيْطَانُ بِبَعْضِ مَاكَسَبُوا وَلَقَدْ عَفَا اللهُ عَنْهُمْ إِنَّ اللهَ غَفُورٌ حَلِيمٌ

“Sesungguhnya orang-orang yang berpaling di antaramu pada hari bertemu dua pasukan itu, hanya saja mereka digelincirkan oleh setan, disebabkan sebagian kesalahan yang telah mereka perbuat (di masa lampau) dan sesungguhnya Allah telah memberi maaf kepada mereka. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun.”(Q.S. Ali-Imran: 155)

Adapun beliau absen dalam Perang Badar karena tatkala istri beliau yaitu putri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang sakit keras, sehingga ia diizinkan untuk tidak hadir dalam peperangan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan kepadanya, “Sesungguhnya bagimu seperti pahalanya orang yang ikut menyaksikan Perang Badar.” Dan mengenai absennya beliau dalam Bai’at Ridhwan karena seandainya ada orang yang lebih mulia dari Utsman di Mekah maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam akan mengutusnya ke Mekah, maka tatkala Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutusnya, beliau mengatakan ini adalah bai’atnya Utsman.” Setelah itu Ibnu Umar mengatakan kepada laki-laki tersebut, “Sekarang pergilah engkau.”

Wafatnya Utsman bin Affan Khalifah
Tatkala syubhat-syubhat – yang hakikatnya lemah tersebut – tidak dapat terbendung maka api kebencian telah menyulut pada hati-hati para pemberontak. Akhirnya, mereka datang ke Madinah dan mengepung rumah Utsman. Mereka meminta agar Utsman meninggalkan kekhalifahannya atau mereka akan membunuhnya.

Namun, Ibnu Umar segera masuk menemui Utsman dan mendorongnya agar ia jangan sampai menanggalkan kekhalifahannya karena berarti itu telah membuat sunah yang jelek, sehingga setiap kali manusia tidak menyenangi pemimpinnya, maka mereka akan mencopot paksa kepemimpinan tersebut. Utsman pun menyadari bahwa inilah fitnah yang sejak jauh-jauh hari telah diberitakan oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam. Karena itu, Utsman hanya bisa bersabar dan menyerahkan urusannya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Akhirnya, orang-orang Khawarij tersebut memanjat rumah Utsman, lalu pedang-pedang mereka mengalirkan darah Utsman yang suci sedang beliau tengah berpuasa dan membaca kitabullah, hingga tetesan darah pertama tatkala membaca,

فَسَيَكْفِيكَهُمُ اللهُ وَهُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ

“Maka Allah akan memelihara kamu dari mereka. Dan Dialah yang Maha mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Q.S. Al-Baqarah: 137)

Di malam hari sebelum Utsman meninggal dunia, ia bermimpi bertemu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan beliau mengatakan, “Wahai Utsman, berbukalah bersama kami.” Dan tatkala shubuh ia berpuasa dan meninggal dunia di hari itu juga.
Mutiara Teladan

Beberapa pelajaran berharga di antaranya:

    Aksi demonstrasi dan protes adalah buah teladan dari kaum Khawarij, dengan berpijak pada syubhat-syubhat yang lemah mereka menghalalkan yang haram. Pada hakikatnya mereka adalah orang-orang yang senang membuat kerusakan di muka bumi.
    Merupakan kewajiban seorang mukmin tatkala menerima berita hendaklah untuk tasabbut (mencari kebenaran berita) terlebih dahulu, jangan langsung asal percaya. Terlebih lagi kalau berita itu datang dari orang-orang fasik yang tidak menjaga muru’ah. Alquran mengajari kita berhati-hati dalam menerima berita-berita yang belum jelas sumbernya apalagi yang menyangkut kehormatan kaum muslimin.
    Figur Utsman adalah teladan bagi kita dalam membelanjakan harta yang telah diberikan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Maka hendaknya para saudagar kaya, para konglomerat, sadar bahwa harta akan bermanfaat baginya bila digunakan untuk menunjang kehidupan akhirat yang kekal.

Sumber: Majalah Al-Furqon, Edisi 08 Tahun ke-10 Muharram 1431 H/2010

5 Feb 2013

Tsa'labah bin Abdul, ketakutan akan dosa



   Walau nama depannya sama-sama Tsa'labah, tapi kisah ini bukanlah Tsa'labah yang tak mau zakat setelah menjadi kaya raya. Ini adalah kisah tentang sahabat Anshar.

   Tsa'labah bin Abdul Rahman adalah seorang pemuda dari kalangan kaum Anshar. Sejak masuk Islam, Ia selalu setia melayani Rasulullah.

   Suatu saat Rasulullah mengutusnya untuk suatu keperluan, sehingga dia harus melewati sebuah rumah milik salah satu sahabat Anshar. Ketika lewat rumah itu secara tidak sengaja ia melihat seorang wanita sedang mandi.

   Karena merasa berdosa dan takut Rasulullah mengetahui apa yang telah diperbuatnya, maka ia lari dan sampai ke pegunungan yang ada di antara kota Makkah dan Madinah.

  Rasulullah merasa kehilangan Tsa'labah selama empat puluh hari. Dan malaikat Jibril kemudian turun kepada beliau seraya berkata,"Wahai Muhammad, sesungguhnya Tuhanmu memberikan salam dan berfirman kepadamu yang isinya, bahwa seorang laki-laki dari ummatmu berada diantara pegunungan ini dan telah memohon perlindungan kepada-Ku."

   Mendengar wahyu yang dibawa malaikat Jibril, Rasulullah kemudian mengutus Umar bin Khattab dan Salman Al Farisi untuk menjumpai Tsa'labah dan mengajaknya pulang.

   Umar dan Salman kemudian berangkat menyusuri perbukitan yang ada di kota Madinah, hingga bertemulah dengan seorang pengembala yang bernama Dzufafah. Umar kemudian bertanya kepadanya tentang Tsa'labah.

   "Mungkin yang tuan maksudkan itu seseorang yang lari dari neraka jahanam itu. Sebab setiap malam dia keluar dari kawasan pegunungan sambil meletakkan tangannya di kepala sambil berkata,"Mengapa tidak Engkau cabut saja nyawaku dan Engkau binasakan tubuhku dan tidak membiarkanku untuk mendapatkan keputusan?" jawab Dzufafah.
"Itulah orang yang kami cari!" kata Umar bin Khattab.

   Dengan diantar Dzufafah, Umar dan Salman menuju pegunungan. Ternyata benar, ketika hari menjelang malam Tsa'labah keluar dari lereng perbukitan dengan meletakkan tangan di atas kepalanya seraya berkata seperti yang dituturkan oleh Dzufafah. Umar kemudian mendekati Tsa'labah dan mendekapnya.

   "Wahai Umar, apakah Rasulullah mengetahui dosaku?"
"Entahlah. Beliau hanya memerintahkan kami agar mencarimu," jawab Umar.
"Aku mohon kalian tidak membawaku kepada beliau, kecuali bila Rasulullah sedang shalat," pinta Tsa'labah.

   Ketika mereka tiba, Rasulullah sedang shalat, Umar dan Salman berebut shaf shalat. Dan ketikaTsa'labah mendengar ayat AlQuran yang sedang dibaca rasulullah, seketika dia jatuh pingsan. Usai membaca salam Rasulullah menghampiri tsa'labah dan menggerak-gerakkannya hingga dia siuman kembali.

   "apa yang menyebabkan engkau lari dariku?" tanya Rasulullah.
"Dosaku, wahai Rasulullah," jawab Tsa'labah.
"Bukankah pernah kutunjukkan kepadamu tentang ayat yang dapat menghapus dosa dan kesalahan?" tanya Rasulullah.
"Benar, Rasulullah," jawab Tsa'labah
"Bacalah, 'Rabbanaa aatina fid dunyaa hasanah wa fil aakhirati hasanah wa qinaa adzaban naar," perintah Rasulullah.
"Dosaku terlalu besar, Rasulullah."
"Akan tetapi, Kalam Allah itu lebih besar."

    Kemudian Rasulullah memerintahkan Tsa'labah pulang. Setiba di rumah ia jatuh sakit salama delapan hari. Mendengar Tsa'labah sakit, Salman pun datang menghadap Rasulullah memberitahukan tentang keadaan Tsa'labah.
"Mari kita bersama-sama menjenguknya," ajak beliau.

   Setiba di kediaman Tsa'labah, Rasulullah meletakkan kepalanya di pangkuan beliau. Tetapi, Tsa'labah berusaha menggeser kepalanya. "Mengapa kau geserkan kepalamu dari pangkuanku?" tanya Rasulullah.
"Karena kepala ini penuh dengan dosa," jawab Tsa'labah.
"Apa yang kamu keluhkan?"
"Di antara tulang, daging, dan kulitku seperti dikeroyok semut."
"Apa yang kamu inginkan?" tanya Rasulullah lagi.
"Ampunan Tuhanku," jawab Tsa'labah singkat.

   Kemudian turunlah malaikat Jibril seraya berkata kepada Rasulullah, Wahai Muhammad, sesungguhnya Tuhanku membacakan salam untukmu dan berfirman kepadamu, 'Andaikan hamba-Ku ini menghadap-Ku dengan membawa kesalahannya sepenuh bumi, Aku akan menyambutnya dengan ampunan-Ku sepenuh bumi pula."

   Rasulullah kemudian memberitahukan wahyu yang diberikan Jibril kepada beliau kepada Tsa'labah, dan ketika mendengarnya terpekiklah Tsa'labah yang kemudian meninggal dunia seketika.

   Jenazah Tsa'labah kemudian dimandikan dan dikafani. Ketika selesai mendhalati, Rasulullah berjalan sambil berjingkat-jingkat.

"Mengapa Anda tadi berjalan secara berjingkat-jingkat, wahai Rasulullah?" tanya salah seorang sahabat.
"Demi Dzat yang telah mengutusku dengan benar sebagai Nabi, sungguh aku tidak mampu meletakkan kakiku di atas tanah, karena malaikat yang turut melayat Tsa'labah sangatlah banyak," jawab Rasulullah.

Abu Bakar Ash Shiddiq dan Ribuan Malaikat




   Suatu hari, Rasulullah SAW bertamu ke rumah Abu Bakar Ash-Shidiq. Ketika bercengkrama dengan Rasulullah, tiba-tiba datang seorang Arab Badui menemui Abu Bakar dan langsung mencela Abu Bakar. Makian, kata-kata kotor keluar dari mulut orang itu. Namun, Abu Bakar tidak menghiraukannya .Ia melanjutkan perbincangan dengan Rasulullah. Melihat hal ini, Rasulullah tersenyum.

   Kemudian, orang Arab Badui itu kembali memaki Abu Bakar. Kali ini, makian dan hinaannya lebih kasar. Namun, dengan keimanan yang kokoh serta kesabarannya, Abu Bakar tetap membiarkan orang tersebut. Rasulullah kembali memberikan senyum.

   Semakin marahlah orang Arab Badui tersebut. Untuk ketiga kalinya, ia mencerca Abu Bakar dengan makian yang lebih menyakitkan. Kali ini, selaku manusia biasa yang memiliki hawa nafsu, Abu Bakar tidak dapat menahan amarahnya. Dibalasnya makian orang Arab Badui tersebut dengan makian pula. Terjadilah perang mulut. Seketika itu, Rasulullah beranjak dari tempat duduknya. Ia meninggalkan Abu Bakar tanpa mengucapkan salam.

   Melihat hal ini, selaku tuan rumah, Abu Bakar tersadar dan menjadi bingung. Dikejarnya Rasulullah yang sudah sampai halaman rumah. Kemudian Abu Bakar berkata, “Wahai Rasulullah, janganlah Anda biarkan aku dalam kebingungan yang sangat. Jika aku berbuat kesalahan, jelaskan kesalahanku!”

   Rasulullah menjawab, “Sewaktu ada seorang Arab Badui datang dengan membawa kemarahan serta fitnaan lalu mencelamu, kulihat tenang, diam dan engkau tidak membalas, aku bangga melihat engkau orang yang kuat mengahadapi tantangan, menghadapi fitnah, kuat menghadapi cacian, dan aku tersenyum karena ribuan malaikat di sekelilingmu mendoakan dan memohonkan ampun kepadamu, kepada Allah SWT.”

   Begitu pun yang kedua kali, ketika ia mencelamu dan engkau tetap membiarkannya, maka para malaikat semakin bertambah banyak jumlahnya. Oleh sebab itu, aku tersenyum. Namun, ketika kali ketiga ia mencelamu dan engkau menanggapinya, dan engkau membalasnya, maka seluruh malaikat pergi meninggalkanmu.

   Hadirlah iblis di sisimu. Oleh karena itu, aku tidak ingin berdekatan dengan kamu aku tidak ingin berdekatan dengannya, dan aku tidak memberikan salam kepadanya.

Setelah itu menangislah abu bakar ketika diberitahu tentang rahasia kesabaran bahwa itu adalah kemuliaan yang terselubung.

Kisah Julaibib, sahabat Rasulullah SAW



   Julaibib, begitu dia biasa dipanggil. Kata ini sendiri mungkin sudah menunjukkan ciri fisiknya; kerdil. Julaibib. Nama yang tak biasa dan tak lengkap. Nama ini, tentu bukan ia sendiri yang menghendaki. Tidak pula orangtuanya. Julaibib hadir ke dunia tanpa mengetahui siapa ayah dan yang mana bundanya. Demikian pula orang-orang, semua tak tahu, atau tak mau tahu tentang nasab Julaibib. Tak dikenal pula, termasuk suku apakah dia. celakanya, bagi masyarakat Yatsrib, tak bernasab dan tak bersuku adalah cacat sosial yang tak terampunkan.
Julaibib yang tersisih. Tampilan fisik dan kesehariannya juga menggenapkan sulitnya manusia berdekat-dekat dengannya. Wajahnya jelek terkesan sangar. Pendek. Bunguk. Hitam. Fakir. Kainnya usang. Pakaiannya lusuh. Kakinya pecah-pecah tak beralas. Tak ada rumah untuk berteduh. Tidur sembarangan berbantalkan tangan, berkasurkan pasir dan kerikil. Tak ada perabotan. Minum hanya dari kolam umum yang diciduk dengan tangkupan telapak tangan. Abu Barzah, pemimpin Bani Aslam, sampai-sampai berkata tentang Julaibib, “Jangan pernah biarkan Julaibib masuk diantara kalian! Demi Allah jika dia berani begitu, aku akan melakukan hal yang mengerikan padanya!”



Demikianlah Julaibib.
   Namun jika Allah berkehendak menurunkan rahmatNya, tak satu makhluq pun bisa menghalangi. Julaibib menerima hidayah, dan dia selalu berada di shaf terdepan dalam shalat maupun jihad. Meski hampir semua orang tetap memperlakukannya seolah ia tiada, tidak begitu dengan Sang Rasul, Sang rahmat bagi semesta alam. Julaibib yang tinggal di shuffah Masjid Nabawi, suatu hari ditegur oleh Sang Nabi saw. “Julaibib”, begitu lembut beliau memanggil, “Tidakkah engkau menikah?”
“Siapakah orangnya Ya Rasulullah”, kata Julaibib, “yang mau menikahkan putrinya dengan diriku ini?”
Julaibib menjawab dengan tetap tersenyum. Tak ada kesan menyesali diri atau menyalahkan takdir Allah pada kata-kata maupun air mukanya. Rasulullah juga tersenyum. Mungkin memang tak ada orang tua yang berkenan pada Julaibib. Tapi hari berikutnya, ketika bertemu dengan Julaibib, Rasulullah menanyakan hal yang sama. “Julaibib, tidakkah engkau menikah?”. Dan Julaibib menjawab dengan jawaban yang sama. Begitu, begitu, begitu. Tiga kali. Tiga hari berturut-turut.
Dan di hari ketiga itulah, Sang Nabi menggamit lengan Julaibib dan membawanya ke salah satu rumah seorang pemimpin Anshar. “Aku ingin”, kata Rasulullah pada si empunya rumah, “menikahkan putri kalian.”
“Betapa indahnya dan betapa barakahnya”, begitu si wali menjawab berseri-seri, mengira bahwa sang Nabi lah calon menantunya. “Ooh.. Ya Rasulullah,ini sungguh akan menjadi cahaya yang menyingkirkan temaram di rumah kami.”
“Tetapi bukan untukku”, kata Rasulullah, “ku pinang putri kalian untuk Julaibib”
“Julaibib?”, nyaris terpekik ayah sang gadis
“Ya. Untuk Julaibib.”
“Ya Rasulullah”, terdengar helaan nafas berat. “Saya harus meminta pertimbangan istri saya tentang hal ini”
“Dengan Julaibib?”, istrinya berseru, “Bagaimana bisa? Julaibib berwajah lecak, tak bernasab, tak berkabilah, tak berpangkat, dan tak berharta. Demi Allah tidak. Tidak akan pernah putri kita menikah dengan Julaibib”
Perdebatan itu tidak berlangsung lama. Sang putri dari balik tirai berkata anggun, “Siapa yang meminta?”
Sang ayah dan sang ibu menjelaskan.
“Apakah kalian hendak menolak permintaan Rasulullah? Demi Allah, kirim aku padanya. Dan demi Allah, karena Rasulullah yang meminta, maka tiada akan dia membawa kehancuran dan kerugian bagiku”. Sang gadis yang shalehah lalu membaca ayat ini :
“Dan tidaklah patut bagi lelaki beriman dan perempuan beriman, apabila Allah dan RasulNya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan lain tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan RasulNya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata” (QS. Al Ahzab : 36)
Dan sang Nabi dengan tertunduk berdoa untuk sang gadis shalihah, “Ya Allah, limpahkanlah kebaikan atasnya, dalam kelimpahan yang penuh barakah. Jangan Kau jadikan hidupnya payah dan bermasalah..”
Doa yang indah.
***

   Kita belajar dari Julaibib untuk tidak merutuki diri sendiri, untuk tidak menyalahkan takdir, untuk menggenapkan pasrah dan taat pada Allah dan RasulNya. Tak mudah menjadi Julaibib. Hidup dalam pilihan-pilihan yang sangat terbatas.
Memang pasti, ada batas-batas manusiawi yang terlalu tinggi untuk kita lampaui. Tapi jika kita telah taat kepada Allah, jangan khawatirkan itu lagi. Ia Maha Tahu batas-batas kemampuan diri kita. Ia takkan membebani kita melebihi yang kita sanggup memikulnya.
Urusan kita sebagai hamba memang taat kepada Allah. Lain tidak! Jika kita bertakwa padaNya, Allah akan bukakan jalan keluar dari masalah-masalah yang di luar kuasa kita.
Urusan kita adalah taat kepada Allah. Lain tidak!
***

   Maka benarlah doa sang Nabi. Maka Allah karuniakan jalan keluar baginya. Maka kebersamaan di dunia itu tak ditakdirkan terlalu lama. Meski di dunia sang istri shalehah dan bertaqwa, tapi bidadari telah terlampau lama merindukannya. Julaibib telah dihajatkan langit mesti tercibir di bumi. Ia lebih pantas menghuni surga daripada dunia yang bersikap tak terlalu bersahabat padanya.
Saat syahid, Sang Nabi begitu kehilangan. Tapi ia akan mengajarkan sesuatu kepada para sahabatnya. Maka ia bertanya diakhir pertempuran. “Apakah kalian kehilangan seseorang?”
“Tidak Ya Rasulullah!”, serempak sekali. Sepertinya Julaibib memang tak beda ada dan tiadanya di kalangan mereka.
“Apakah kalian kehilangan seseorang?”, Sang Nabi bertanya lagi. Kali ini wajahnya merah bersemu.
“Tidak Ya Rasulullah!”. Kali ini sebagian menjawab dengan was-was dan tak seyakin tadi. Beberapa menengok ke kanan dan ke kiri.
Rasulullah menghela nafasnya. “Tetapi aku kehilangan Julaibib”, kata beliau.
Para sahabat tersadar.
“Carilah Julaibib!”

   Maka ditemukanlah dia, Julaibib yang mulia. Terbunuh dengan luka-luka, semua dari arah muka. Di seputarannya menjelempan tujuh jasad musuh yang telah ia bunuh. Sang Rasul, dengan tangannya sendiri mengafani Sang Syahid. Beliau saw menshalatkannya secara pribadi. Dan kalimat hari berbangkit. “Ya Allah, dia adalah bagian dari diriku. Dan aku adalah bagian dari dirinya.”
Di jalan cinta para pejuang, biarkan cinta berhenti di titik ketaatan. Meloncati rasa suka dan tidak suka. Melampaui batas cinta dan benci. Karena hikmah sejati tak selalu terungkap di awal pagi. Karena seringkali kebodohan merabunkan kesan sesaat. Maka taat adalah prioritas yang kadang membuat perasaan-perasaan terkibas.

   Tapi yakinlah, di jalan cinta para pejuang, Allah lebih tahu tentang kita. Dan Dialah yang akan menyutradarai pentas kepahlawanan para aktor ketaatan. Dan semua akan berakhir seindah surga. Surga yang telah dijanjikanNya..
dia adalah bagian dari diriku
dan aku adalah bagian dari dirinya

Khalifah Umar bin Khattab dan Yerusalem




   Betapa diperhitungkannya kekuatan militer Islam di zaman kekhilafahan. Tengok saja di masa kepemimpinan Amirul Mukminin Umar bin Khattab. Yerusalem – yang saat ini Israel mencaploknya dari Palestina – begitu mudahnya ditaklukkan tanpa ada perlawanan. Uskup gereja di sana saat itu menyerahkan “kunci kota” kepada umat Islam dengan keyakinan tinggi bahwa penaklukkan Islam di Yerusalem sebagai kehendak Tuhan yang mengakhiri kekuasaan kaum Byzantium.


   Tapi, penaklukan kota tua ini diawali dengan perjalanan perang jihad yang panjang. Khalifah Umar memerintahkan Amr Ibn Al Ash dan Syarhabil Ibn Hasanah untuk menguasai Yerusalem. Kejadian ini terjadi pada tahun 635 M. Amr dan Syarhabil akan menuju  Yerusalem dengan membawa pasukan. Tapi, itu bukan jalan mudah. Pasalnya, mereka mesti menaklukkan terlebih dahulu beberapa daerah untuk bisa masuk ke Yerusalem.

   Pasukan pun melangkah lewat area pegunungan subur dan penuh pepohonan di Golan (Jaulan). Di sini, pasukan muslim akan melewati Galileia yang ada di utara Palestina. Sama seperti Golan, wilayah ini juga sangat subur. Kaum Yahudi dan Nasrani memiliki memori sejarah penting di kota ini. Dan, peperangan kecil terjadi. Pasukan yang dipimpin Amr dan Syarhabil berhasil memenangkan pertempuran dengan pasukan Byzantium yang kala itu berkuasa. Kota-kota sepanjang Galileia mampu ditaklukkan pasukan muslim, dan penduduknya diberikan jaminan keamanan dan kepemilikan.

   Rupaya strategi Umar untuk menaklukkan Yerusalem sangat cerdas. Kota ini bakal dikuasai dengan jalan pengepungan. Di lain sisi Palestina, Yazid Ibn Abi Sufyan dan Muawiyah ternyata juga diutus untuk membantu menaklukkan Yerusalem. Muawiyah membawa pasukan untuk menaklukkan wilayah utara Palestina lainnya. Akhirnya Beirut, Tripoli, Sidon, Byblos, dan Latakia berhasil dikuasai. Sementara itu, Yazid menaklukkan daerah di Palestina sebelah selatan. Daerah yang berhasil dikuasai Yazid dan pasukan muslim adalah Sidon, Tyre, Acre, hingga Haifa. Usai menaklukkan Haifa, Yazid dan pasukannya bergabung dengan Amr. Dua kekuatan militer ini lantas berjalan menuju Yerusalem.

   Pangeran Konstantin II, penguasa wilayah Caesarea yang ada barat Palestina, merasa gelisah dengan pergerakan pasukan Islam ke Yerusalem. Dari kota bandar yang ada di pesisir Levantina ini, Pangeran Konstantin II meminta bantuan pasukan Byzantium dari Siprus dan Konstantinopel. Padahal, kala itu, pertahanan Caesaria cukup kuat sebagai daerah kekuasaan Byzantium. Lalu, terbentuklah pasukan Byzantium di bawah komando Artavon yang harus menghadang pasukan Islam yang harus melewati daerah Caesarea untuk bisa sampai ke Yerusalem.

   Tak ayal lagi, pasukan Amr dan Yazid bertemu pasukan Artavon dari Caesarea. Perang hebat pun terjadi di daerah Ajnadin. Atas izin Allah, pasukan Islam menang. Artavon lalu melarikan diri ke Yerusalem. Dari kemenangan inilah rencana penaklukan Yerusalem jadi semakin mudah. Khalifah Umar segera memerintahkan penambahan pasukan untuk mendukung Amr. Pasukan yang dipimpin Ubaidah, Khalid, dan Mu’awiyah diminta untuk membantu setelah sebelumnya menaklukkan Suriah dan pesisir Levantina. Dan, pasukan Islam pun mengepung sepanjang kota selama musim dingin.

   Rasa gentar dihadapi oleh Artavon dan Patriarch Sophronius. Patriarch adalah uskup agung gereja Yerusalem. Mereka beradu mulut. Artavon tidak ingin bila Yerusalem diserahkan pada pasukan Islam. Di lain sisi, Patriarch menginginkan Yerusalem diserahkan pada pasukan Islan dengan damai. Dia yakin kedatangan pasukan Islam sebagai bentuk kehendak Tuhan. Perdebatan itu disaksikan oleh orang-orang di dalam gereja yang letaknya dalam benteng. Dan, orang-orang ini menyetujui ide Patriarch.

   Lantas dikirimlah utusan gereja menemui pasukan Islam. Utusan ini menyampaikan bahwa Yerusalem akan diserahkan dengan beberapa syarat. Yaitu, penyerahan kota tidak dilakukan dengan jalan peperangan, pasukan Byzantium dibiarkan untuk menuju Mesir, dan Khalifah Umar diminta datang ke Yerusalem untuk serah-terima “kunci kota”.  Abu Ubaidah yang menerima utusan gereja itu menyanggupi permintaan yang ada.

   Setelah kabar gembira ini disampaikan ke Umar, beliau pun segera menuju Yerusalem. Masyarakat kota ini bahkan menyiapkan arakan untuk menyambut Umar yang bagi mereka cukup disanjung sikap adilnya. Tapi, arakan ini mendadak hilang. Pasalnya, orang-orang di Yerusalem hanya melihat dua orang dan seekor unta. Salah satunya naik ke punggung unta. Sungguh, tidak tampak seperti kedatangan penguasa di zaman sekarang ini yang penuh dengan penyambutan mewah.

   Penduduk kota menyangka Umarlah yang naik di punggung unta. Justru sebaliknya, yang di punggung unta adalah pengawal Umar. Ternyata mereka bergantian naik unta selama dalam perjalanan. Umar tidak egois membiarkan pengawalnya kelelahan. Kejadian ini menambah kagum penduduk Yerusalem terhadap pemimpin barunya.. Apalagi, Umar hanya memakai pakaian lusuh, bekal makanan seadanya, dan satu tikar untuk sholat.

   Sesampainya di kota, Umar disambut Uskup Patriarch. Umar diajak ke beberapa tempat suci di kota. Uskup membukakan Gereja Makam Suci kala waktu dhuhur tiba. Maksudnya, Umar dipersilakan shlat dulu di gereja itu. Namun, hal tersebut ditolak Umar.

   “Jika saya melaksanakan shalat di gereja ini, saya khawatir para pengikut saya yang tidak mengerti dan orang-orang yang datang ke sini dimasa yang akan datang akan mengambil alih bangunan ini kemudian mengubahnya menjadi masjid, hanya karena saya pernah shalat di dalamnya. Mereka akan menghancurkan tempat ibadah kalian. Untuk menghindari kesulitan ini dan supaya Gereja kalian tetap sebagaimana adanya, maka saya shalat diluar,” ucap Umar yang tetap menghormati pemeluk agama lain dalam wilayah perlindungan Islam.

   Ketika Umar meminta diantar ke bekas Kuil Sulaiman, dia mendapati reruntuhan itu tidak terawat. Ada banyak kotoran dan timbunan sampah. Umar dan shahabat lainnya membersihkan tempat itu dan menjadikannya tempat shalat. Ke depannya, di tempat ini berdiri sebuah masjid atas perintah Umar. Masjid itu dinamai dengan Masjid Umar.

   Kemenangan Umar atas Yerusalem hingga seluruh wilayah Palestina. Yordania, pesisir Levantina,  dan Suriah, menandai berakhirnya kakuasaan Byzantium (Yunani-Romawi). Setelah dalam genggaman Islam, Palestina hidup dalam naungan pemerintahan Islam. Kabar baiknya, sekali pun sudah berada dalam kekuasaan Islam, hak-hak masyarakat non Islam tetap dilindungi.

Ketegasan Sayyidina Umar bin Khattab




   Suatu hari Abu Syahamah diuji oleh Allah dengan satu penyakit yang dideritainya selama kira-kira setahun. Berkat kesabaran dan usahanya akhirnya penyakit tersebut dapat disembuhkan. Sebagai rasa syukur dan tanda gembira terlepas dari ujian Allah ini, Abu Syahamah yang sudah lama tidak keluar rumah itu, menghadiri majlis jamuan besar-besaran di sebuah rumah perkampungan Yahudi atas jemputan kawan-kawannya yang juga terdiri daripada kaum Yahudi. Abu Syahamah dan kawan-kawannya berpesta sehingga lupa kepada larangan Allah dengan meminum arak sehingga mabuk.

   Dalam keadaan mabuk itu, Abu Syahamah pulang melintasi pagar kaum Bani Najjar. Dia melihat seorang perempuan Bani Najjar sedang berbaring, lalu mendekatinya dengan maksud untuk memperkosanya. Ketika perempuan itu mengetahui maksud buruk dari Abu Syahamah tersebut, dia berusaha untuk melarikan diri sehingga berhasil mencakar muka dan merobek baju Abu Syahamah. Malangnya dia tetap saja tidak berdaya menahan Abu Syahamah yang sudah dikuasai oleh syaitan. Akhirnya terjadilah pemerkosaan tersebut.

   Akibat pemerkosaan tersebut perempuan itu hamil. Setelah sampai masanya anak yang dikandung oleh perempuan itu pun lahir, lalu anak tersebut dibawa ke Masjid Rasulullah Sallallahu 'Alaihi Wasallam untuk mengadap Amirul Mukminin untuk mengadukan hal kejadian yang menimpa dirinya. Kebetulan yang menjabat sebagai khalifah pada waktu itu ialah Sayyidina Umar ibnu Khattab.

"Wahai Amirul Mukminin, ambillah anak ini kerana engkaulah yang lebih bertanggungjawab untuk memeliharanya daripada aku."

   Mendengar kenyataan tersebut, Sayyidina Umar bin Khattab ra. merasa terkejut dan heran. Perempuan itu berkata lagi: "Anak kecil ini adalah keturunan darah daging anak tuan yang bernama Abu Syahamah." Sayyidina Umar bertanya: "Dengan jalan halal atau haram?"

   Perempuan itu dengan berani menjawab: "Ya Amirul Mukminin, Demi Allah yang nyawaku di tanganNya, dari pihak aku anak ini adalah halal dan dari pihak Abu Syahamah, anak ini haram." Sayyidina Umar semakin kebingungan dan tidak mengerti maksud perempuan Bani Najjar ini lalu menyuruh perempuan ini berterus terang.

   Perempuan itu pun menceritakan kepada Sayyidina Umar peristiwa yang menimpa dirinya sehingga melahirkan anak itu. Sayyidina Umar mendengar pengakuan perempuan itu sehingga meneteskan air mata. Kemudian Sayyidina Umar menegaskan: "Wahai perempuan jariyah (jariyah adalah panggilan budak perempuan bagi orang Arab), ceritakanlah perkara yang sebenarnya supaya aku dapat menghukum perkara kamu ini dengan sebenar-benarnya dan seadil-adilnya."

   Perempuan itu menjawab: "Ya Amirul Mukminin, penjelasan apa yang tuan kehendaki daripadaku? Demi Allah!, Sesungguhnya aku tidak berdusta dan aku sanggup bersumpah di hadapan mushaf al-Qur'an."

   Lalu Sayyidina Umar mengambil mushaf al-Qur'an dan perempuan itu pun bersumpah dari surah al-Baqarah hingga surah Yassiin. Kemudian bertegas lagi: "Ya Amirul Mukminin, sesungguhnya anak ini adalah dari darah daging anakmu Abu Syahamah." Kemudian Sayyidina Umar berkata: "Wahai jariyah! Demi Allah engkau telah berkata benar." Kemudian beliau berpaling kepada para sahabat, katanya "Wahai sekalian sahabat Rasulullah, aku berharap kamu semua tetap di sini sehingga aku kembali."

   Tak lama kemudian Sayyidina Umar datang lagi sambil membawa uang dan kain untuk diberikan kepada perempuan malang itu: "Wahai jariyah, ambillah uang sebanyak tiga puluh dinar dan sepuluh helai kain ini dan halalkanlah perbuatan anakku terhadapmu di dunia ini dan jika masih ada yang kurang, maka ambillah sewaktu berhadapan dengan Allah nanti." Perempuan itu pun mengambil uang dan kain yang diberikan oleh Sayyidina Umar lalu pulang ke rumah bersama-sama dengan anaknya.

   Setelah perempuan itu pulang Sayyidina Umar bin Khattab ra. berkata kepada sahabat-sahabatnya: "Wahai sekalian sahabat Rasulullah, tetaplah kamu di sini sehingga aku kembali."

   Sayyidina Umar terus pergi menemui anaknya Abu Syahamah yang ketika itu sedang menghadapi hidangan makanan. Setelah mengucap salam dia pun berkata: "Wahai anakku, kesinilah dan marilah kita makan sama-sama. Tidakku sangka inilah hari terakhirmu untuk kehidupan dunia."

   Mendengar perkataan ayahnya itu, Abu Syahamah terkejut seraya berkata, "Wahai ayahku, siapakah yang memberitahu bahawa inilah hari terakhir bekalanku untuk kehidupan dunia? Bukankah wahyu itu telah putus setelah wafatnya Rasulullah Sallallahu 'Alaihi Wasallam."

   Kata Sayyidina Umar: "Wahai anakku, berkata benarlah sesungguhnya Allah Maha Melihat dan Dia tidak dapat dilihat dengan pandangan mata dan Dialah Maha Luas Penglihatannya." Sambung Sayyidina Umar lagi: "Masih ingatkah engkau, hari dimana engkau pergi ke satu majlis di perkampungan Yahudi dan mereka telah memberikan kamu minum arak sehingga kamu mabuk? Kemudian dalam keadaan mabuk kamu pulang melintasi perkampungan Bani Najjar di mana engkau bertemu dengan seorang perempuan lalu memperkosanya? Berkata benarlah anakku, kalau tidak engkau akan binasa."

   Abu Syahamah mendengar kenyataan ayahnya itu dengan perasaan malu sambil diam membisu. Dengan perlahan beliau membuat pengakuan: "Memang benar aku lakukan hal itu, tapi aku telah menyesal di atas perbuatanku itu."

   Sayyidina Umar menegaskan: "Tiada guna bagimu menyesal setelah berbuat suatu kerugian. Sesungguhnya engkau adalah anak Amirul Mukminin tiada seorang pun yang berkuasa mengambil tindakan ke atas dirimu, tetapi engkau telah memalukan aku di hadapan sahabat Rasulullah Sallallahu 'Alaihi Wasallam."

   Kemudian Sayyidina Umar memegang tangan Abu Syahamah lalu membawa ke tempat para sahabat yang sudah sekian lama menunggu.

"Mengapa ayahanda melakukan ini?" Tanya Abu Syahamah.

"Kerana aku mau tunaikan hak Allah semasa di dunia supaya aku dapat lepas daripada dituntut di akhirat kelak," jawab Sayyidina Umar bin Khattab ra. dengan tegas.

Abu Syahamah dengan cemas merayu: "Wahai ayahandaku, aku mohon dengan nama Allah, tunaikanlah hak Allah itu di tempat ini, jangan malukan aku di hadapan sahabat Rasulullah Sallallahu 'Alaihi Wasallam."

Jawab Sayyidina Umar: "Engkau telah membuat malu dirimu sendiri dan engkau telah menjatuhkan nama baik ayahmu."

   Ketika sampai di hadapan para sahabat mereka pun bertanya: "Siapakah di belakangmu wahai Amirul Mukminin?" Jawab Sayyidina Umar: "Wahai sahabatku, sesungguhnya di belakang aku ini adalah anakku sendiri dan dia telah mengaku segala perbuatannya, benarlah perempuan yang menyampaikan khabar tadi."

   Kemudian Sayyidina Umar memerintah budaknya (hambanya): "Wahai Muflih, pukullah anakku Abu Syahamah, pukulah dia dengan rotan dia sehingga dia merasa sakit, jangan kasihani dia, setelah itu kamu aku merdekakan kerana Allah."

   Muflih agak keberatan untuk melakukannya kerana khuatir tindakannya itu akan memberi mudharat kepada Abu Syahamah, tetapi terpaksa mengalah apabila diperintah oleh Sayyidina Umar. Tatkala dia memukul Abu Syahamah sebanyak sepuluh kali, kedengaranlah Abu Syahamah dalam kesakitan: "Wahai ayahandaku, rasanya seperti api yang menyala pada jasadku."

Jawab Sayyidina Umar: "Wahai anakku, jasad ayahmu ini terasa lebih panas dari jasadmu."

Kemudian Sayyidina Umar memerintah Muflih memukul sebanyak sepuluh rotan lagi. Berkata Abu Syahamah: "Wahai ayahandaku, tinggalkanlah aku supaya aku dapat mengambil sedikit kesenangan."

Jawab sayyidina Umar: "Seandainya ahli neraka dapat menuntut kesenangan, maka aku pasti akan berikan kepadamu kesenangan."

   Setelah itu Sayyidina Umar menyuruh Muflih memukul Abu Syahamah sebanyak sepuluh rotan lagi. Abu Syahamah merayu: "Wahai ayahandaku aku mohon kepadamu dengan nama Allah, tinggalkanlah aku supaya aku dapat bertaubat."

   Jawab Sayyidina Umar dengan pilu: "Wahai anakandaku, apabila selesai aku menjalankan hak Allah, jika engkau hendak bertaubat pun maka bertaubatlah dan jika engkau hendak melakukan dosa itu lagi pun maka lakukanlah dan engkau akan dipukul seperti ini lagi."

Selanjutnya Sayyidina Umar menyuruh Muflih memukul Abu Syahamah sebanyak sepuluh kali lagi.

   Abu Syahamah terus merayu: "Wahai ayahandaku, dengan nama Allah aku mohon kepadamu berilah aku minum seteguk air."

   Sayyidina Umar menjawab dengan tegas: "Wahai anakandaku, seandainya ahli neraka dapat meminta air untuk diminum, maka aku akan berikan padamu air minum."

   Perintah Sayyidina Umar diteruskan dengan meminta Muflih memukul lagi sebanyak sepuluh rotan. Abu Syahamah mohon dia dikasihani: "Wahai ayahandaku, dengan nama Allah aku mohon kepadamu kasihanilah aku." 
Sayyidina Umar dengan sayu menjawab: "Wahai anakandaku, kalau aku kasihankan kamu di dunia, maka engkau tidak akan dikasihani di akhirat."

   Sayyidina Umar selanjutnya memerintahkan Muflih memukul lagi sebanyak sepuluh kali sabetan. Abu Syahamah dengan nada yang lemah berkata: "Wahai ayahandaku, tak kasihankah ayahanda melihat keadaan aku begini sebelum aku mati?"

   Sayyidina Umar menjawab: "Wahai anakandaku, aku akan heran kepadamu sekiranya engkau masih hidup dan jika engkau mati kita akan berjumpa di akhirat nanti." Sayyidina Umar terus memerintahkan Muflih memukul lagi sebanyak sepuluh rotan. Dalam keadan semakin lemah Abu Syahamah berkata; "Wahai ayahandaku, rasanya seperti sudah sampai ajalku....."

   Sayyidina Umar dengan perasaan sedih berkata: "Wahai anakandaku, jika engkau bertemu Rasulullah Sallallahu 'Alaihi Wasallam, sampaikan salamku kepadanya, katakan bahawa ayahandamu memukul dirimu sehingga kau mati."

   Di saat yang semakin hiba ini Sayyidina Umar terus menyuruh Abu Muflih memukul lagi sebanyak sepuluh kali rotan. Setelah itu Abu Syahamah dengan kudrat yang semakin lemah berusaha memohon simpati kepada para hadirin: "Wahai sekalian sahabat Rasulullah, mengapa kamu tidak meminta pada ayahandaku supaya memaafkan aku saja?"

   Kemudian salah seorang sahabat pun menghampiri Sayyidina Umar dan berkata: "Wahai Amirul Mukminin, hentikanlah pukulan atas anakmu itu dan kasihanilah dia." Sayyidina Umar dengan tegas berkata: "Wahai sekalian sahabat Rasulullah, apakah kamu tidak membaca ayat Allah dalam surah an-Nuur ayat 2 yang tafsirnya: "Jangan kamu dipengaruhi kasihan belas pada keduanya dalam menjalankan hukum Allah." Mendengar penjelasan Sayyidina Umar itu, sahabat Rasulullah pun diam tidak membantah, sementara itu Sayyidina Umar terus memerintah Muflih memukul sepuluh sebatan lagi. Akhirnya Abu Syahamah mengangkat kepala dan mengucapkan salam dengan suara yang sangat kuat sebagai salam perpisahan yang tidak akan berjumpa lagi sehingga hari kiamat.

Kemudian berkata Sayyidina Umar: "Wahai Muflih, pukullah lagi sebagai menunaikan hak Allah." Muflih pun meneruskan pukulan untuk ke seratus kalinya.

"Wahai Muflih, cukuplah pukulanmu itu," perintah Sayyidina Umar apabila melihat anaknya tidak bergerak lagi. Setelah itu Sayyidina Umar mengisytiharkan: "Wahai sekalian umat Islam, bahawasanya anakku Abu Syahamah telah pergi menemui Allah." Mendengar pengumuman itu ramailah umat Islam datang ke masjid sehingga masjid menjadi sesak. Ada di antara mereka sedih dan terharu, malah ramai yang menangis melihat peristiwa tersebut.

   Menurut sumber lain, daripada Kitab Sirah Umar bin al-Khattab al-Khalifatul Rasyid umumnya masyarakat berpendapat kematian Abu Syahamah adalah disebabkan oleh pukulan rotan ayahnya sendiri Sayyidina Umar Radhiallah 'Anhu. Setelah selesai jenazah Abu Syahamah dikebumikan, pada malamnya Ibnu Abbas Radhiallahu 'Anhuma bermimpi bertemu dengan Rasulullah Sallalllahu 'Alaihi Wasallam yang wajah baginda seperti bulan purnama, berpakaian putih dan Abu Syahamah duduk di hadapan baginda dengan berpakaian hijau. Setelah itu Rasululah Sallallahu 'Alaihi Wasallam berkata: "Wahai anak bapa saudaraku, sampaikan salamku pada Umar dan beritahu kerpadanya bahawa Allah telah membalas setiap kebajikannya kerana tidak menyepelekan hak Allah dan suatu kebahagiaan baginya sebab Allah telah menyediakan baginya beberapa mahligai dan beberapa bilik di dalam Jannatun Na'im. Bahawa sesungguhnya Abu Syahamah telah sampai pada tingkatan orang-orang yang benar di sisi Allah Yang Maha Kuasa.

Imam Ali dan Orang tua



Assalamu'aliakum


Dikisahkan oleh ka'ab bin Akhbar. Ketika Fathimah, Putri Rasulullah saw,
sekaligus istri Ali bin Abi Thalib r.a sakit, ia ditanya oleh suaminya, "
wahai Fathimah, engkau ingin buah apa?"

"Aku ingin buah delima". Jawabnya.

Ali r.a terdiam sejenak, sebab ia merasa tidak memiliki uagn sepeserpun.
Namun, ia segera berangkat, berusaha mencari pinjaman uang satu dirham.
Setelah mendapatkan pinjaman, ia pergi kepasar untuk membeli buah delima dan
segera kembali pulang.

Ditengah perjalanan menuju rumahnya, ia melihat seseorang yang tergeletak
sakit dipinggir jalan, maka Ali pun berhenti dan menghampirinya. "Hai orang
tua, apa yang diinginkan hatimu?" tanya Ali.

"wahai Ali, sudah lima hari aku tergeletak sakit ditempat ini, banyak orang
yang berlalu lalang, namun tak ada satu pun dari mereka yang mau peduli
kepada ku, padahali hatiku ingin sekali makan buah delima." Jawab orang
sakit tersebut.

Mendengar jawabannya, Ali pun terdiam sebentar, sambil berkata dalam hati,
"Buah delima yang hanya sebiji ini, sengaja aku beli untuk istriku, kalau
aku berikan kepada orang ini, pasti Fathimah akan sedih sekali, Namun jika
tidak aku berikan berarti aku tidak menepati firman Allah, *"Terhadap
sipengemis, Engkau janganlah menghardiknya." *(QS. Al-Dhuha : 10). Juga
sabda Nabi saw, " janganlah sekali-kali kamu menolak pengemis, sekalipun
diatas kendaraan".

Kemudian Ali membelah buah delima itu menjadi dua bagian, setengahnya lagi
untuk fathimah. Sesampai dirumah ia menceritakan peristiwa itu kepada
istrinya, dan Fathimah merangkulnya serta mendekapnya seraya berkata kepada
suaminya, " Kenapa kamu sedih, demi Allah yang maha Perkasa dan Maha Agung,
ketika engkau memberikan buah delima kepada orang tua itu, maka puaslah
hatiku dan lenyaplah keinginanku pada buah delima itu." Dengan wajah yang
cerah Ali merasa sangat gembira dengan penuturan istrinya.

Tidak lama kemudian datanglah seorang tamu yang mengetuk pintu, lalu Ali
berkata, "Siapakah tuan?""Aku salman alfarisi," Jawab orang yang menetuk
pintu itu. Setelah pintu dibuka, Ali melihat Salman membawa sebuah nampan
tertutup, dan diletakkkan didepan Ali, lalu Ail bertanya," Dari manakah
nampan ini wahai Salman ?".

"Dari Allah swt untukmu melalui perantaraan Rasulullah saw." Jawabnya.

Setelah penutup nampan tersebut dibuka, terlihat didalamnya Sembilan biji
deilma, tetapi Ali langsung memprotes, Katanya, " Hai Salman, jika ini
memang untukku, Pasti jumlahnya sepuluh." Lalu ia membacakan firman Allah
swt, *"Barang siapa berbuat satu amal kebaikan, maka pasti baginya sepulu
kali lipat amalnya (Balasannya)."* (QS.Al-An'am ; 160 )

Salman pun langsung tertawa, sambil mengembalikan sebuah delima yang masih
ditangannya, seraya berkata, "Wahai Ali, demi Allah, sandiwaraku ini hanya
sekadar menguji sejauh mana keyakinanmu terhadap firman Allah yang Engkau
bacakan tadi."

Sumber ; Durratun Nasikhin fi al-Wa'dzi wa al-Irsyad, Syekh Usman
al-Khaubari.

4 Feb 2013

10 Wasiat Fatimah Az Zahra as

 
 
1. Ya Fathimah, kepada wanita yang membuat tepung untuk suami dan anak-anaknya, Allah pasti akan menetapkan kebaikan baginya dari setiap biji gandum, melebur kejelekan dan meningkatkan derajat wanita itu.

2. Ya Fathimah, kepada wanita yang berkeringat ketika menumbuk tepung untuk suami dan anak-anaknya, niscaya Allah menjadikana dirinya dengan neraka tujuh tabir pemisah

3. Ya Fathimah, tiadalah seorang yang meminyaki rambut anak-anaknya lalu menyisirnya dan mencuci pakaiannya, melainkan Allah akan menetapkan pahala baginya seperti pahala memberi makan seribu org yang kelaparan dan memberi pakaian seribu orang yang telanjang

4. Ya Fathimah, tiadalah wanita yang menahan kebutuhan tetangganya, melainkan Allah akan menahannya dari minum telaga kautsar pada hari kiamat nanti.

5. Ya Fathimah, yang lebih utama dari seluruh keutamaan di atas adalah keridhoaan suami terhadap istri. Andaikata suamimu tidak ridho kepadamu, maka aku tidak akan mendoakanmu. Ketahuilah wahai Fathimah, kemarahan suami adalah kemurkaan Allah

6. Ya Fathimah, apabila wanita mengandung, maka malaikat memohonkan ampunan baginya, dan Allah menetapkan baginya setiap hari seribu kebaikan serta melebur seribu kejelekan. Ketika wanita merasa sakit akan melahirkan, Allah menetapkan pahala baginya sama dengan pahala para pejuang di jalan Allah. Jika dia melahirkan kandungannya, maka bersihlah dosa-dosanya seperti ketika dia dilahirkan dari kandungan ibunya. Bila meninggal ketika melahirkan, maka dia tidak akan membawa dosa sedikitpun. Didalam kubur akan mendapat pertamanan indah yang merupakan bagian dari taman sorga. Dan Allah memberikan pahala kepadanya sama dengan pahala seribu orang yang melaksanakan ibadah haji dan umrah, dan seribu malaikat memohonkan ampunan baginya hingga hari kiamat.

7. Ya Fathimah, tiadalah wanita yang melayani suami selama sehari semalam dengan rasa senang serta ikhlas, melainkan Allah mengampuni dosa-dosanya serta memakaikan pakaian padanya di hari kiamat berupa pakaian yang serba hijau, dan menetapkan baginya setiap rambut pada tubuhnya seribu kebaikan. Dan Allah memberikan kepadanya pahala seratus kali beribadah haji dan umrah.

8. Ya Fathimah, tiadalah wanita yang tersenyum di hadapan suami, melainkan Allah memandangnya dengan pandangan penuh kasih.

9. Ya Fathimah, tiadalah wanita yang membentangkan alas tidur untuk suami dengan rasa senang hati, melainkan para malaikat yang memanggil dari langit menyeru wannita itu agar menyaksikan pahala amalnya, dan Allah mengampuni dosa-dosanya yang telah lalu dan yang akan datang.

10. Ya Fathimah, tiadalah wanita yang meminyaki kepala suami dan menyisirnya, meminyaki jenggot dan memotong kumisnya, serta memotong kukunya, melainkan Allah memberi minuman arak yang dikemas indah kepadanya yang didatangkan dari sungai2 sorga. Allah mempermudah sakaratul-maut baginya, serta kuburnya menjadi bagian dari taman sorga. Dan Allah menetapkan baginya bebas dari siksa neraka serta dapat melintasi shirathal-mustaqim dengan selamat.