CintaNya kepadaku jauh lebih dulu ada, dibandingkan cintaku kepadaNya, dan Dia sudah menemukanku, sebelum aku mencariNya (Abu Yazid Al-Bustami qs)

19 Jun 2013

Imam Muhammad Al Baqir al Husaini as, 114 H (732 M)

Nama lengkap dan silsilah beliau adalah Al-Imam Muhammad bin Ali Zainal Abidin bin Husain bin Ali bin Abi Thalib Al- Qurosyi Al- Hasyimi (Rodhiallaahu ‘anhum). Beliau lahir di kota Madiinatul Munawwaroh hari Jum’at 12 safar Tahun 57 H/676M dalam riwayat lain ada yang mengatakan 1 Rajab 57H.

Ayah nya dan sekaligus gurunya adalah Imam ‘Ali Zainal ‘Aabidiin yang selamat dari tragedi karbala, putra dari Sayyid Syuhadaa’ Sayyidinaa Husain bin ‘Ali bin Abi Thaalib (Rodhiallaahu ‘anhum).. Dan ibu nya adalah Sayyidah Faathimah binti hasan bin ‘Ali (Radhiallaahu ‘anhum). Dari pernikahan ini, maka lahirlah generasi pertama Ahlul Bayt yang kedua duanya bertemu, baik dari jalur Imam Hasan maupun Imam Husain, bertemu pada Sayyidina ‘Ali Karomallaahu wajhah maupun Sayyidaatinaa Fathimah Az-Zahroo putri Rosuulullaah Shallallaahu ‘Alaihi Wasallam..



Nama panggilan beliau adalah Abu Ja’far. Meski beliau diberi banyak gelar seperti Abu ‘Abdullah, Imam Muhammad Al-Baqir, Maulana AL-Baqir AL-’Uluum, panggilan yang umum dikenal dan digunakan adalah Imam Muhammad Al-Baqir. Al-Baqir kata harfiah artinya memotong/ membelah. Digelari Al-Baqir (yang membelah bumi) karena kapasitas keilmuan beliau yang begitu mendalam sehingga diibaratkan dapat membelah bumi dan mengeluarkan isinya yang berupa pengetahuan-pengetahuan ( Al-Baqir Al-’Uluum). Mereka yang beruntung bertemu dan bertanya dengan beliau pasti akan puas, karena beliau membuka pengetahuan sampai ke akar akar nya, sampai ke asal usul nya, dan kemudian menyampaikan pengetahuan itu pada masyarakat luas. Dan yang pasti namanya harum dan tersohor sampai ke seantaro pelosok negri khusus nya jazirah arab kala itu..

Selama 34 Tahun beliau berada dalam perlindungan dan didikan ayahnya, Ali Zainal Abidin a.s. Selama hidupnya beliau tinggal di kota Madinah dan menggunakan sebagian besar waktunya untuk beribadah guna mendekatkan diri kepada Allah SWT serta membimbing masyarakat ke jalan yang lurus.



Al-Imam Ibnu Al-Madiny meriwayatkan dari Jabir bin Abdullah (Radhiallaahu ‘anhumaa) bahwasannya Jabir berkata kepada Imam Muhammad Al-Baqir yang pada waktu itu masih kecil, “Rasulullah SAW mengirimkan salam untukmu.” Beliau bertanya, “Bagaimana hal itu bisa terjadi?.” Jabir menjawab, “Pada suatu hari saya sedang duduk bersama Rasulullah SAW, sedangkan Al-Husain (cucu beliau) lagi bermain-main di pangkuan beliau. Kemudian Rasulullah SAW berkata, ‘Pada suatu saat nanti, dia (yaitu Al-Husain) akan mempunyai seorang putra yang bernama Ali (Zainal Abidin). Jika hari kiamat datang, akan terdengar seruan, ‘Berdirilah wahai pemuka para ahli ibadah.’ Maka kemudian putranya (yaitu Ali-Zainal Abidin) itu akan bangun. Kemudian dia (yaitu Ali Zainal Abidin) akan mempunyai seorang putra yang bernama Muhammad. Jika engkau sempat menjumpainya, wahai Jabir, maka sampaikan salam dariku.’ “



Mengenai keilmuan dan ketaatannya, kita semak kata-kata Ahmad lbnu Hajar Al-Makki al-Haitami Rahmatullaahi ‘alaih , seorang ulama sunni ,beliau mengatakan dalam kitab nya “AS-SAWAA’IQ AL-MUHRIQO”:

“Imam Muhammad AL-Baqir telah menyingkapkan rahasia-rahasia pengetahuan dan kebijaksanaan, serta membentangkan prinsip-prinsip spiritual dan agama. Tak seorangpun dapat menyangkal keperibadiannya yang mulia, pengetahuan yang diberikan Allah, kearifan yang dikaruniakan oleh Allah dan tanggung jawab serta rasa syukurnya terhadap penyebaran pengetahuan. Beliau adalah seorang yang suci dan pemimpin spiritual yang sangat berbakat. Dan atas dasar inilah beliau terkenal dengan gelar al-baqir yang berarti pengurai ilmu. Beliau baik hati, bersih dalam keperibadian, suci jiwa, dan bersifat mulia. Imam mencurahkan seluruh waktunya dalam ketaatan kepada Allah (dan mempertahankan ajaran-ajaran nabi suci dan keturunannya). Adalah di luar kekuasaan manusia untuk menghitung pengaruh yang mendalam dan ilmu dan bimbingan yang diwariskan oleh Imam pada hati orang-orang beriman. Ucapan-ucapan beliau tentang kesalehan, pengetahuan dan kebijaksanaan, amalan dan ketaatan kepada Allah, begitu banyak sehingga isi kitab ini sungguh tidak cukup untuk meliput semuanya itu”.



Diriwayat kan bahwasanya Raja pernah memanggil beliau ke pengadilan yang di maksudkan untuk mencelakai beliau, tatkala Imam Al-Baqir muncul mendadak raja mengurungkan niat nya, meminta ma’af kepadanya, dan banyak hadiah yang diterima beliau, lalu di antarkan ke keluarga bani hasyim dengan cara yang terhormat. Ada yang menimpali dan bertanya kepada raja mengapa dia berbuat seperti ini, maka raja mengatakan : Ketika dia ( Imam Al-Baqir) datang, aku melihat dua singa yang sangat besar, satu di sebelah kanan nya dan satu yang lain berada di sebelah kiri nya yang mengancam ku untuk membunuh ku jika aku berencana mencelakai Al-Baqir. Ya, beliaulah waliullah yang di beri ke istimewaan oleh Allah dan sebagai wali nya untuk menyeru umat manusia ke jalan yang benar. Wali Qutub, yang memegang porosnya dunia,,, Saya pernah mendengar dari Al-habib Muhammad Luthfi bin yahya bahwa tak sembarangan untuk menjadi wali Qutub, beliau haruslah seorang yang bersambung silsilah nya baik dari ayah atau ibu nya ke Rosuulullaah,,, inilah yang di namakan segitiga emas, dan jabatan inilah yang sedang di pegang oleh Al-Imam Muhammad Al-Baqir..



Al-Baqir Muhammad bin Ali bin al-Hussain adalah penerus dari ayahnya, Ali Zainal Abidin bin al-Hussain , dan orang yang meneruskan posisi imamah setelahnya. Dia melebihi saudara-saudaranya dalam bidang ilmu keagamaan, kesederhanaan dan kepemimpinan. Dan mereka semua tak dapat menggantikan posisinya, karena posisinya yang berkaitan dengan imamah, karena kedudukannya di mata Allah SWT, dan karena posisinya sebagai khalifah Rasulullah S.A.W. Semoga Allah SWT melimpahkan rahmat dan berkah-Nya kepada beliau. Dia adalah orang yang paling dikenal di antara mereka, satu-satunya yang dihormati baik oleh non-Syiah dan Syi’ah sendiri, dan yang paling mampu di antara mereka. Tidak ada satupun keturunan dari al-Hasan dan al-Hussain a.s. menunjukkan kemampuan yang sama dalam pengetahuan keagamaan, tradisi, sunnah-sunnah, pengetahuan tentang Qur’an , kehidupan Rasulullah Shallallaahu ‘Alaihi Wasallam, dan teknik kesusastraan, sebagaimana yang ditunjukkan oleh Abu Ja’far (Muhammad al-Baqir) Radhiallaahu ‘anhu.Dia adalah pemimpin dari seluruh keluarga Bani Hasyim. Dia adalah pemimpin dari seluruh keturunan Ali. Sahabat-sahabat Rasulullah S.A.W, para tabi’in, dan ulama-ulama muslim mengatakan banyaknya prinsip-prinsip keagamaan di bawah kepemimpinan Imam al-Baqir . Dengan kelebihan moral dan perilakunya dia menjadi tolak ukur dalam pengetahuan di keluarganya dan masyarakatnya.



As-Syibli Nu’mani rahmatullaahi ‘alaih menyebutkan dalam kitab nya “SIRAH AN-NU’MANI” :

Ahlul bait adalah adalah sumber dari hadits hadits, fiqh, bahkan semua cabang ilmu agama, dan ini seluruhnya terdapat dalam diri seorang Muhammad Al-Baqir, karena beliau memiliki pengetahuan yang besar dan luas sekali terhadap Al-Qur’an dan sunnah sunnah(hadits) Rosuulullaah.. Banyak dari para tabi’iin, Tabi’it tabi’iin, Fuqohaa’, dan mujtahidiin yang bertanya tentang ilmu ilmu agama kepada beliau. Namanya banyak kita temui dalam sanad hadits hadits shohih. Beliau juga dikenal sebagai penyampai Sirah Nabawiyyah pri kehidupan baginda Rasulullah Shallallaahu ‘Alaihi Wasallam serta keluarganya kepada yang lain. Beliau mencatat kembali kejadian-kejadian dari bermulanya sejarah (mubtada’) dan kehidupan Rasulullah S.A.W. Kisah tentang kehidupan Rasulullah S.A.W (maghazi) dicatat dibawah kepemimpinannya. Rakyat mengikuti ajaran dari Rasulullah S.A.W secara murni dibawah kepemimpinannya dan bersandar kepadanya tentang ritual-ritual keagamaan dan haji yang dipelajarinya langsung dari utusan Allah SWT. Baik kaum Syiah maupun bukan syiah mengikuti kepemimpinannya. Orang-orang banyak belajar ilmu kalam darinya.Dan beliau di akui sebagai salah satu Fuqohaa’ yang masyhur dari Madinah, seorang laki laki terpelajar yang datang untuk menjawab semua persoalan yang ada. Sebuah kutipan terkenal ketika beliau ditanya tentang Surah An-nahl 43 yang bunyinya FAS’ALUU AHLADZ-DZIKRI IN KUNTUM LAA TA’LAMUUN, tanyakan lah kepada ahli dzikir jika kamu tidak mengetahui… maka jawabnya ” Kamilah ahli dzikr..



Para Shoolihin dari kalangan ahlul bait tidak pernah mengejar dunia, juga tidak punya keinginan untuk hal kehidupan duniawi, mereka mencurahkan waktu dan hidupnya untuk melayani umat, mencari keridhoan Allah Ta’ala semata. Sebagaimana dalam pri kehidupan nya Imam Muhammad Al-baqir , karena beliau terkenal tidak hanya karena pengetahuan nya yang luas, tetapi juga karena kesholihan beliau, beliau menempatkan ibadah lebih dari segalanya.. Imam Abul Hasan Ali bin ‘Utsman Al-Hujwairi rahmatullaahi ‘Alaih dan Qodhi Abu Iyad bin Musa Fazl Al-yahsubi Rahmatullaahi ‘Alaih menyebutkan dalam karya nya masing masing “AL-KASYF AL-MAHJUUB dan AS-SYIFAA’ ” bahwa Abu Ja’far Muhammad Al-Baqir Radhiallaahu ‘Anhu adalah seorang muslim yang sangat ta’at dan selalu menghabiskan waktu waktunya untuk beribadah kepada Allah. Beliau menghabiskan sebagian besar malam itu untuk beribadah dan memuliakan Allah Subhanahu Wata’aalaa.. Sebagai hasil dari pengabdian nya kepada Allah, beliau di anugrahi banyak keluasan ilmu, sehingga di berkahi dengan pengetahuan baik secara rahasia (ma’rifat) maupun yang nyata (syari’at) dari disiplin ilmu agama secara keseluruhan.



Imam al-Baqir dikenal sebagai orang yang bersahaja dan sangat baik hati dan pemurah kepada yang memerlukan.Telah dilaporkan di bawah kepemimpinannya, dibawah kepemimpinan ayah-ayahnya., bahwa Rasulullah dan keluarga beliau sering berkata,”Hal yang terbaik dari pekerjaan ada tiga: menjaga saudara dengan harta, memberi keadilan kepada orang lain, dan menyebut nama Allah pada setiap saat.”

Beliau jika tertawa, beliau berkata, “Ya Allah, janganlah Engkau timpakan murka-Mu kepadaku.” Beliau adalah seorang yang mencintai dua orang yang agung, yaitu Abubakar dan Umar (semoga Allah meridhoi mereka berdua).

Imam Baqir pernah berkata,”Rakyat telah menyebabkan banyak masalah bagi kami. Kami menyeru kepada mereka tapi mereka tidak perduli. Tapi jika kami tinggalkan, tidak akan ada yang membimbing.”

Imam juga pernah berkata,”Apa sebenarnya yang dibenci oleh

mereka terhadap kami yang merupakan anggota keluarga dari Keluarga yang disucikan, keturunan dari kenabian, sumber kebajikan”



Mengenai situasi pemerintahan yang terjadi di zaman beliau, dua tahun pertama dipimpin oleh Al-Walid bin Abdul Malik yang sangat memusuhi keluarga nabi dan dialah yang memprakarsai pembunuhan Ali Zainal Abidin. Dua tahun berikutnya beliau juga hidup bersama raja Sulaiman bin Abdul Malik yang sama jahat dan durjananya dengan selainnya, yang seandainya dibandingkan maka dia jauh lebih bejat dari penguasa Bani Umayyah yang sebelumnya. Kemudian tampuk kepemimpinan berpindah ke tangan Umar bin Abdul Aziz, seorang penguasa Bani Umayyah yang bijaksana dan lain dari selainnya. Beliaulah yang menghapus kebiasaan melaknat Imam Ali bin Abi Thalib di setiap mimbar Jum’at, yang diprakarsai oleh Muawiyah bin Abi Sufyan dan telah berjalan kurang lebih 70 tahun. Beliau pula yang mengembalikan tanah Fadak kepada Ahlu Bait Nabi yang pada waktu itu diwakili Imam Muhammad aL-Baqir. Namun sayang beliau tidak berumur panjang dan pemerintahannya hanya berjalan tidak lebih dari dua tahun lima bulan. Pemerintahan kemudian beralih ke tangan seorang pemimpin yang laim yaitu Hisyam bin Abdul Malik bin Marwan.



Pemerintahan Hisyam diwarnai dengan kebejatan moral serta pengejaran dan pembunuhan terhadap para pengikut Ahlu Bait. Zaid bin Ali seorang keluarga rasul yang Alim dan syahid gugur di zaman ini. Hisyam kemudian memerintahkan pasukannya untuk menghancurkan markas-markas Islam yang dipimpin oleh Imam Baqir . Salah seorang murid Imam al-Baqir yang bernama Jabir al-Ja’fi juga tidak luput dari sasaran pembunuhan. Namun, demi keselamatannya Imam Muhammad al-Baqir menyuruhnya agar pura-pura gila. Beliau pun menerima saran dari Imam dan selamat dari ancaman pembunuhan, karena penguasa setempat mengurungkan niatnya setelah yakin bahwa Jabir benar-henar gila.



Ketika semua makar dan kejahatan yang telah ditempuh untuk menjatuhkan Imam Muhammad AL-Baqir tidak berhasil, sementara orang-orang semakin yakin akan keimamahannya, maka Bani Umayyah tidak punya alternatif lain kecuali pada tanggal 7 Zulhijjah 114 H, ketika Imam Al-Baqir berusia 57 tahun, Hisyam bin Abdul Malik bin Marwan si penguasa yang zalim, menjadikan imam syahid dengan meracuninya, dan jenazahnya dibaringkan di Jannatul Baqi’ Madinah.



Ahlul Bait Nabi s.a.w berguguran satu demi satu demi mengharap ridha dari Allah SWT. Semoga salam dilimpahkan kepada mereka ketika mereka dilahirkan, di saat mereka berangkat menghadap Tuhannya, dan saat dibangkitkan kelak.



___________________________________

Dari sebagian kalam mutiara beliau adalah,

————————————————-

**Jika engkau menginginkan suatu kenikmatan itu terus padamu, maka perbanyaklah mensyukurinya. Jika engkau merasa rejeki itu datangnya lambat, maka perbanyaklah istighfar. Jika engkau ditimpa kesedihan, maka perbanyaklah ucapan ‘Laa haula wa laa quwwata illaa billah’. Jika engkau takut pada suatu kaum, ucapkanlah, ‘Hasbunallah wa ni’mal wakiil’. Jika engkau kagum terhadap sesuatu, ucapkanlah, ‘Maa syaa’allah, laa quwwata illaa billah’. Jika engkau dikhianati, ucapkanlah, ‘Wa ufawwidhu amrii ilaallah, innaallaha bashiirun bil ‘ibaad’. Jika engkau ditimpa kesumpekan, ucapkanlah, ‘Laa ilaaha illaa Anta, Subhaanaka innii kuntu minadz dzolimiin.’

**Tidaklah hati seseorang dimasuki unsur sifat sombong, kecuali akalnya akan berkurang sebanyak unsur kesombongan yang masuk atau bahkan lebih.”

**Sesungguhnya petir itu dapat menyambar seorang mukmin atau bukan, akan tetapi tak akan menyambar seorang yang berdzikir.”

**Tidak ada ibadah yang lebih utama daripada menjaga perut dan kemaluan.”

**Seburuk-buruknya seorang teman itu adalah seseorang yang hanya menemanimu ketika kamu kaya dan meninggalkanmu ketika kamu miskin.”

**Kenalkanlah rasa kasih-sayang di dalam hati saudaramu dengan cara engkau memperkenalkannya dulu di dalam hatimu.”



Diantara kalam mutiara beliau yang lain, saat beliau berkata kepada putranya,

@Wahai putraku, hindarilah sifat malas dan bosan, karena keduanya adalah kunci setiap keburukan. Sesungguhnya engkau jika malas, maka engkau akan banyak tidak melaksanakan kewajiban. Jika engkau bosan, maka engkau tak akan tahan dalam menunaikan kewajiban.”



@Wahai anakku! Sesungguhnya Allah menyembunyikan tiga perkara dalam tiga perkara.

**Pertama, Allah menyembunyikan redha-Nya dalam ketaatan kepada-Nya. Oleh itu, janganlah engkau memandang ringan sesuatu perbuatan taat, karena barangkali di dalamnya terdapat redha Allah.

**Kedua, Allah menyembunyikan murka-Nya dalam sesuatu maksiat. Oleh itu, janganlah engkau memandang ringan sesuatu maksiat, karena barangkali di dalamnya terdapat murka Allah.

**Ketiga, Allah menyembunyikan wali-wali-Nya di dalam makhluk-Nya. Oleh itu, jangan sekali-kali engkau menghina (memandang rendah) seseorang, karena mungkin dia adalah wali Allah.”





Banyak cerita

dan puisi yang didedikasikan untuknya.

Al-Qurazi berkata:

Duhai (engkau) yang membagi (baqir) ilmu pengetahuan (dan membuatnya tersedia) bagi orang-orang yang memerlukan dan tempat orang-orang mencari penyelesaian yang terbaik.

Malik bin Ayan al-Juhi berkata tentangnya Ketika orang-orang mencari ilmu Qur’an, kaum Quraisy bersandar kepadanya. Jika seseorang hanya dapat bertanya dimanakah putra dari putrinya Rasulullah S.A.W, sedangkan engkau memperoleh ribuan cabang (ilmu pengetahuan) darinya. Engkau seperti bintang yang menyinari musafir pada kegelapan, engkau bagaikan gunung yang mewarisi luasnya ilmu pengetahuan.





Imam Muhammad Al-Baqir wafat di kota Madinah 7 Zulhijjah pada tahun 117 H (dalam riwayat lain 114 H atau 118 H) setelah memimpin jabatan ke imamahan selama 19 tahun dan disemayamkan di pekuburan Baqi’, tepatnya di qubah Al-Abbas disamping ayahnya, lokasi yang banyak di makamkan disana para Ahlul bait, Syuhadaa’ dan para Sahabat. Beliau berwasiat untuk dikafani dengan qamisnya yang biasa dipakainya shalat. Beliau meninggalkan 8 orang anak ( dalam riwayat lain 7 anak ), yaitu Ja’far Shodiq, Abdullah, Ibrahim, Ubaidillah, Reza, Ali, Zainab dan Ummu Kultsum( Ummu Salamah). Putra beliau yang bernama Ja’far dan Abdullah dilahirkan dari seorang ibu yang bernama Farwah bintu Qasim bin Muhammad bin Abubakar Ash-Shiddiq. Dunia sangat beruntung sekali lewat adanya Imam Al-Baqir ini, karena beliau adalah seorang pendidik untuk banyak dari ‘ulama Islam seta pelestari sunnah sunnah Kanjeng Nabi Muhammad Shallallaahu ‘Alaihi Wasallam.. Sangat disayangkan banyak yang tidak tahu tentang beliau yang sangat dihormati dan dalam jasa jasanya yang sangat banyak bagi kemajuan ilmu Islam khususnya. Muhammad bin Mahmud bin Khafindis menulis dalam RAUZATUS-SAFAA bahwa : Lidah dan pena tidak akan dapat menggambarkan manfa’at (jasa jasa nya) dan pri kehidupan Imam muhammad Al-Baqir . Semoga Allah senantiasa melimpahkan Jutaa’an Shalawat dan Salaam kepada rasuulullaah Shallallaahu ‘Alaihi Wasallam beserta keturunan keturunan nya,,, Aaamiin….



ROBBI FANFA’NAA BI BARKATIHIM xx WAHDINAL HUSNAA BIHURMATIHIM

WA AMITNAA FII THORIIQOTIHIM xx WA MU’AAFATIN MINAL FITANI

Syai’un lillaahi walahumul faatihah…



__________________

Diambil dari beberapa sumber :

- Syarhul ‘Ainiyah, Nadzam Sayyidinaa Al-habib Al-Qutub Abdullah bin Alwi Alhaddad Ba’alawy, karya Al-Allamah Al-Habib Ahmad bin Zain Alhabsyi Ba’alawy

- As-Sawaa’iq Al-Muhriqoo, Sayyidinaa Syeikh Ibnu Hajar Al Makki Al Haitami

- Siraah An-Nu’mani

- Kasyful mahjub

- As-Syifaa’

- AL-Khishal

Resolusi Jihad 10 November 1945



Peristiwa 10 November 1945 adalah tonggak sejarah sangat penting bagi bangsa Indonesia, terutama umat Islam. Sebab, pada momentum 10 November itulah, nasionalisme mendapat pemaknaan sangat signifikan dalam paradigma keagamaan. Nasionalisme yang semula dipahami sebagai wilayah di luar agama ternyata bagian dari kewajiban syar’i yang harus diperjuangkan. Tampaknya, kerangka pemikiran itulah yang kemudian menjadi salah satu dasar umat Islam untuk terus merawat Pancasila dan UUD ’45, terutama NU yang memang punya saham besar bagi lahirnya negeri ini.

Sejarah mencatat, meski bangsa Indonesia telah memproklamasikan kemerdekaan pada 17 Agustus 1945, 53 hari kemudian NICA (Netherlands Indies Civil Administration) nyaris mencaplok kedaulatan RI. Pada 25 Oktober 1945, 6.000 tentara Inggris tiba di Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya. Pasukan itu dipimpin Brigadir Jenderal Mallaby, panglima brigade ke-49 (India). Penjajah Belanda yang sudah hengkang pun membonceng tentara sekutu itu.

Praktis, Surabaya genting. Untung, sebelum NICA datang, Soekarno sempat mengirim utusan menghadap Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari di Pesantren Tebuireng, Jombang. Melalui utusannya, Soekarno bertanya kepada Mbah Hasyim, “Apakah hukumnya membela tanah air? Bukan membela Allah, membela Islam, atau membela Alquran. Sekali lagi, membela tanah air?”

Mbah Hasyim yang sebelumnya sudah punya fatwa jihad kemerdekaan bertindak cepat. Dia memerintahkan KH Wahab Chasbullah, KH Bisri Syamsuri, dan kiai lain untuk mengumpulkan kiai se-Jawa dan Madura. Para kiai dari Jawa dan Madura itu lantas rapat di Kantor PB Ansor Nahdlatoel Oelama (ANO), Jalan Bubutan VI/2, Surabaya, dipimpin Kiai Wahab Chasbullah pada 22 Oktober 1945.

Pada 23 Oktober 1945, Mbah Hasyim atas nama Pengurus Besar NU mendeklarasikan seruan jihad fi sabilillah, yang kemudian dikenal dengan Resolusi Jihad. Ada tiga poin penting dalam Resolusi Jihad itu. Pertama, setiap muslim – tua, muda, dan miskin sekalipun- wajib memerangi orang kafir yang merintangi kemerdekaan Indonesia. Kedua, pejuang yang mati dalam perang kemerdekaan layak disebut syuhada. Ketiga, warga Indonesia yang memihak penjajah dianggap sebagai pemecah belah persatuan nasional, maka harus dihukum mati. Jadi, umat Islam wajib hukumnya membela tanah air. Bahkan, haram hukumnya mundur ketika kita berhadapan dengan penjajah dalam radius 94 km (jarak ini disesuaikan dengan dibolehkannya qashar salat). Di luar radius itu dianggap fardu kifayah (kewajiban kolektif, bukan fardu ain, kewajiban individu). Fatwa jihad yang ditulis dengan huruf pegon itu kemudian digelorakan Bung Tomo lewat radio. Keruan saja, warga Surabaya dan masyarakat Jawa Timur yang keberagamaannya kuat dan mayoritas NU merasa terbakar semangatnya. Ribuan kiai dan santri dari berbagai daerah -seperti ditulis M.C. Ricklefs (1991), mengalir ke Surabaya. Perang tak terelakkan sampai akhirnya Mallaby tewas.

Sedemikian dahsyat perlawanan umat Islam, sampai salah seorang komandan pasukan India Zia-ul-Haq (kelak menjadi presiden Republik Islam Pakistan) heran menyaksikan kiai dan santri bertakbir sambil mengacungkan senjata. Sebagai muslim, hati Zia-ul-Haq trenyuh, dia pun menarik diri dari medan perang. Sikap Zia-ul-Haq itu membuat pasukan Inggris kacau.

Fatwa Mbah Hasyim sebenarnya ditulis 17 September 1945. Namun, kemudian dijadikan keputusan NU pada 22 November yang diperkuat lagi pada muktamar ke-16 di Purwekorto, 26-29 Maret 1946. Dalam pidatonya di hadapan peserta muktamar, Mbah Hasyim menyatakan, syariat Islam tidak akan bisa dilaksanakan di negeri yang terjajah. “…tidak akan tercapai kemuliaan Islam dan kebangkitan syariatnya di dalam negeri-negeri jajahan,” tegas Mbah Hasyim. Mengapa Bung Karno meminta fatwa kepada Mbah Hasyim? Agaknya, ada beberapa alasan. Pertama, Mbah Hasyim ulama karismatis yang menjadi pusat kiai se-Jawa dan Madura sehingga fatwanya sangat efektif untuk rakyat. Kedua, Surabaya adalah pusat pergerakan NU, sedangkan Mbah Hasyim adalah rais akbar NU. NU didirikan pada 31 Januari 1926 di Surabaya. Kota Surabaya inilah yang menjadi pusat pergerakan awal NU sebelum kemudian berpindah ke Jakarta. Ketiga, NU pimpinan Mbah Hasyim sangat nasionalis. Sebelum RI merdeka, para pemuda di berbagai daerah mendirikan organisasi bersifat kedaerahan, seperti Jong Cilebes, Pemuda Betawi, Jong Java, Jong Ambon, Jong Sumatera, dan sebagainya. Tapi, kiai-kiai NU justru mendirikan organisasi pemuda bersifat nasionalis. Pada 1924, para pemuda pesantren mendirikan Syubbanul Wathon (Pemuda Tanah Air). Organisasi pemuda itu kemudian menjadi Ansor Nahdlatoel Oelama (ANO) yang salah satu tokohnya adalah pemuda gagah, Muhammad Yusuf (KH M. Yusuf Hasyim -Pak Ud). Saat itu, posisi ketua ormas belum menjadi rebutan seperti sekarang. Sebab, ketua ormas, terutama pemuda, harus berani mati. Jadi, taruhannya nyawa. Pak Ud pernah mengungkapkan anekdot kepada penulis dan teman-teman. Menurut dia, saat itu memang dilematis. Kalau maju mati, kalau mundur haram. “Agar tak kena hukum haram, ada yang memilih mundur dengan cara berjalan miring,” katanya, lantas tertawa. Demikianlah, peran Resolusi Jihad dalam merebut kemerdekaan sangat besar. Tapi, -seperti kritik Martin Van Bruinessen- NU tak pernah mendapat tempat memadai dalam berbagai kajian pada tingkat lokal dan regional mengenai perjuangan kemerdekaan.

Penulis : Mas’ud Adnan, direktur umum Harian Bangsa, wakil direktur Komunitas Tabayun.

Tulisan diambil dari Jawa Pos.

Sumber : teguhtimur.com

JALAN CINTA RABI`AH AL~ADAWIYAH



Tangga pertama dalam maqam sufi adalah taubat, dan tangga terakhir adalah maqam ma’rifat yang akan mengantarkan pada rasa mahabbah (cinta). Mahabbah adalah rasa yang muncul setelah yaqîn dengan wujudnya kekasih (aL-Mahbub). Bagi pecinta (al-muhib) hatinya telah kosong dari selain kekasih karena telah dipenuhi dengan keindahan dan keagungan sang kekasih. Dalam maqam pecinta (al-muhib) seperti ini, nikmat dan bala’ tidak ada bedanya. Setiap nafas yang dikeluarkan adalah hembusan kalam hikmah, karena ia tidak melihat dan mendengar selain dari aL-Mahbub (Allah). Sedangkan orang yang telah mencapai derajat al-mahbub (kekasih Allah), setiap hembusan nafasnya adalah kepastian Allah, karena ia berjalan di atas makhluk dengan pertolongan Allah.

Derajat al-mahbub lebih tinggi dari al-muhib, sebab pecinta adalah salik yang terpikat (al-majdzub), sedangkan al-mahbub adalah orang terpikat (al-majdzûb) yang salik, al-muhib adalah murîd (pencari) sedang al-mahbûb adalah murod (yang dicari). Ibadah dilakukan untuk mu’awadloh (mencari keuntungan), sedangkan mahabbah untuk taqorrub (persandingan) dengan kekasih. Dari sinilah manusia bisa dikelompokkan menjadi empat. Yakni manusia yang mengharapkan pahala dunia akhirat, manusia yang mengharapkan pahala akhirat saja, manusia yang mengharapkan pemilik kedua pahala tersebut dan manusia yang sama sekali tidak memiliki harapan.

Rabî’ah aL-Adawiyyah (w. 165 H), sepenggal nama yang sangat legendaris dalam dunia tasawuf, telah dinobatkan sebagai wanita perintis jalan mahabbah ini. Ketika sufi wanita terkenal dari Bahsrah ini berziarah ke makam Rasûlullâh saw. pernah mengatakan; “Maafkan aku ya Rasul, bukan aku tidak mencintaimu, tapi hatiku telah tertutup untuk cinta yang lain, karena telah penuh cintaku pada Allah swt.”. Tentang cinta itu sendiri Rabî’ah mengajarkan bahwa cinta harus menutup dari segala hal kecuali yang dicintainya. Bukan berarti Rabî’ah tidak cinta kepada Rasul, tapi kata-kata yang bermakna simbolis ini mengandung arti bahwa cinta kepada Allah adalah bentuk integrasi dari semua bentuk cinta termasuk cinta kepada Rasul. Jadi mencintai Rasûlullâh saw. sudah dihitung dalam mencintai Allah swt. Seorang mukmin pecinta Allah pastilah mencintai segala yang di cintai-Nya pula. Rasulullah pernah berdoa: “Ya Allah karuniakan kepadaku kecintaan kepada-Mu, kecintaan kepada orang yang mencintai-Mu dan kecintaan apa saja yang mendekatkan diriku pada kecintaan-Mu. Jadikanlah dzat-Mu lebih aku cintai dari pada air yang dingin.”

Untuk mencapai mahabbah ini, ada tangga-tangga (maqamat) yang harus dilewati, yakni taubat, zuhud, wara’, sabar, syukur dan ridlo. Pembagian tangga-tangga ini hanya sebatas teknis untuk memahamkan dan tidak bisa dipahami secara formal, dalam arti harus dijalani secara berurutan satu demi satu, melainkan boleh jadi semuanya dilakoni secara sekaligus. Dosa bagi penempuh jalan sufi adalah suatu yang sangat menyakitkan karena dapat memisahkan dengan Kekasih. Keyakinan bahwa dosa menjadi jurang pemisah dengan kekasih inilah yang akan membimbing seseorang tulus dalam taubat.
Setelah kerak dosa berhasil dihapus dengan taubat, maka dibutuhkan sebuah sikap penjagaan dari dosa, sikap yang harus dilakukan sebagai usaha ini adalah dengan gaya hidup zuhud dan wara’. Dalam perspektif sufi ada dua bentuk zuhud yang bisa dilakukan. Pertama zuhud dalam bentuk simbolis di mana seseorang menempatkan dunia di bawah kecintaan kepada Allah, artinya berharta namun tak sedikitpun terlintas dalam hati memilikinya. Kedua, zuhud total, yakni penolakan secara total segala sarana dan fasilitas duniawi. Jalan zuhud yang kedua inilah yang dipilih Rabî’ah sehingga membawanya pada sikap yang tidak bisa digoda oleh kemegahan dan kelezatan dunia.
Sikap zuhud atau menceraikan dunia dari hati harus diimbangi dengan sikap sabar dan syukur menghadapi setiap gelombang dan ombak kehidupan sehingga akan muncul sikap senantiasa ridlo dengan segala kehendak dan ketentuan Allah. Dalam konteks seperti ini, Rabî’ah pernah ditanya tentang ridlo, kapankah seorang hamba dikatakan ridlo? Dia menjawab; “apabila bagimu penderitaan sama menggembirakannya dengan anugrah”. Pernah ketika Rabî’ah sedang menderita sakit, Sufyan As-Saury memintanya berdoa agar lekas disembuhkan. Tetapi Rabî’ah malah mengatakan; “jika Allah bermaksud mengujiku, mengapa aku harus berpura-pura tidak tahu atas kehendak-Nya? Pernah juga suatu hari ketika Rabî’ah sedang shalat, batu bagian atas rumahnya jatuh mengenai kepalanya hingga berdarah. Ia tidak merasakan sedikitpun rasa sakit dan tetap melanjutkan shalat. Selesai shalat ia ditanya; Rabî’ah, apa engkau tidak merasakan sakit? Ia menjawab; “Tidak, sebab Allah telah menjadikan diriku ridlo menerima setiap kehendak-Nya. Setiap yang terjadi adalah atas kehendak-Nya”.

Di bawah kendali sikap sabar dan syukur inilah hamba akan senantiasa ridlo dengan setiap suratan Ilâhi yang telah digariskan. Mengeluh dan tidak menerima (ridlo) ketika ditimpa musibah adalah sikap berontak dan menggugat atas ketetapan-Nya. Sikap hamba seperti ini membuktikan masih mempersoalkan otoritas keagungan tuannya.
Keberhasilan melewati ritus-ritus di atas maka akan sampailah pada mahabbah yang merupakan puncak dari ajaran Rabî’ah. Ajaran cinta ini sebenarnya telah melampaui ajaran yang digagas oleh Hasan aL-Bashry yang bertumpu pada dorongan rasa takut (khauf) dan harapan (roja’). Bahkan Rabî’ah pernah melontarkan kritikan cerdas terhadap cara penyembahan Allah yang bertumpu pada khauf dan roja’. Dikisahkan, suatu hari sejumlah orang melihat Rabî’ah membawa sebatang obor dan seember air sambil berlari-lari. Mereka menegurnya, “wahai perempuan tua, hendak ke manakah engkau, dan apa arti semua ini? Rabî’ah menjawab; “aku akan menyulut api di surga dan menyiramkan air di neraka sehingga hijab di antara keduanya akan tersingkap sama sekali dari orang-orang yang berziarah dan tujuan mereka akan semakin yakin, lalu hamba-hamba Allah yang setia akan mampu menatap-Nya tanpa motifasi baik rasa takut atau harapan. Apa jadinya sekira harapan akan surga dan rasa takut akan neraka tidak ada sama sekali? Maka tidak ada seorang pun yang akan menyembah Allah”.

Menurut perspektif Rabî’ah, cinta membutuhkan totalitas, sehingga sikap yang harus dilakukan adalah bagaimana kekasih tidak merasa cemburu. Allah maha pencemburu. Jika tidak, kenapa Allah sangat murka dan tidak memaafkan ketika hamba menduakannya dengan sesembahan lain (musyrik)? Dikisahkan, suatu hari beberapa jamaah Rabî’ah mengunjunginya. Saat itu, Rabî’ah sedang terbaring sakit dengan tubuh lemah dan pucat. Mereka menyapa; “Rabî’ah, bagaimana keadaanmu?” Rabî’ah menjawab; “Aku juga tidak tahu apa penyebab penyakitku ini. Demi Allah diperlihatkan kepadaku surga, lalu aku terlintas untuk memilikinya. Mungkin Allah cemburu terhadap sikapku ini, lalu Dia mencelaku. Dia menghendaki agar aku kembali kepada-Nya dan menyadari kesalahanku”.

Inilah ajaran mahabbah yang dirilis Rabî’ah, sekedar membayangkan surga saja, ia sudah menganggap Kekasihnya cemburu. Sebuah kecemburuan suci. Jangankan kenikmatan duniawi, kenikmatan akhirat pun tidak ia harapkan, karena yang menjadi cita-citanya cuma satu; berjumpa dengan sang Kekasih (Allah). Hanya kepada hamba yang mencintai-Nya dengan cara seperti itu, Allah akan menyibakkan diri-Nya dengan segala keindahan (jamâl) dan keagungan-Nya (jal’âl) yang sempurna (kamâl). Rumusan cinta Rabî’ah dapat disimak dalam doa mistiknya:

“Oh Tuhan, jika aku menyembah-Mu karena takut api neraka, maka bakarlah aku di dalamnya dan besarkan tubuhku di neraka hingga tidak ada tempat lagi bagi hamba-hamba-Mu yang lain. Dan jika aku menyembah-Mu karena berharap surga, maka campakkanlah aku dari sana dan berikan surga itu untuk hamba-hamba-Mu yang lain; sebab bagiku engkau saja sudah cukup; Tapi jika aku menyembah-Mu karena Engkau semata, maka janganlah engkau sembunyikan keindahan-Mu yang abadi.”

Dalam kitab aL-Mahabbah, Imam aL-Ghazâly mengatakan bahwa cinta kepada Allah adalah tujuan puncak dari seluruh maqam spiritual dan ia menduduki level tertinggi.
“(Allah) mencintai mereka dan mereka pun mencintai-Nya.” (QS. aL-Mâidah : 54)

Naiknya Harus Pake Tangga...


Semasa hidupnya, Kiai Wahab dan Kiai Bisyri yang keduanya adalah kakak dan adik ipar sekaligus tokoh pendiri NU, dikenal sering berbeda pendapat dalam penerapan masalah-masalah hukum fiqih. Tetapi meski demikian keduanya tetap selalu rukun dalam kehidupan keseharian, bahkan kemana-mana selalu runtang-runtung bersama.

Konon suatu ketika menjelang Hari Raya Idul Adha, ada seseorang datang kepada Kiai Bisyri di Denanyar, dengan maksud menanyakan suatu permasalahan. Si tamu itu berniat hendak qurban dengan menyembelih seekor sapi, tetapi dia bingung apakah boleh berkurban seekor sapi untuk delapan orang? Dalam ketentuan hukum fiqih, satu ekor sapi hanya boleh diperuntukkan untuk tujuh orang, sedangkan keluarga si tamu seluruhnya ada delapan orang. Padahal dia ingin – di akhirat kelak tetap bisa berkumpul bersama-sama dengan keluarganya dalam satu “kendaraan”, biar tidak tercerai berai gitu maksudnya  .

Setelah menyimak dengan seksama pengaduan si tamu tersebut, Kiai Bisyri terus menjawab; “Tidak bisa itu, kuban sapi, kerbau atau unta itu hanya berlaku untuk tujuh orang saja.”

Demi mendengar keterangan Kiai Bisyri, si tamu itu tidak mau lantas menyerah begitu saja, dia menawar, “Mbah Yai, masak tidak ada rukhshoh (keringanan)? Anak saya yang terakhir itu kan baru berusia tiga tahun? Masih balita…”

Menjawab pertanyaan si tamu itu Kiai Bisyri melanjutkan penjelasan beserta dalil hukumnya sekalian, dan kesimpulannya Kiai Bisyri tetap menjawab “tidak bisa.”

Karena merasa belum puas, orang itu kemudian mendatangi Kiai Wahab di Tambakberas untuk mengadukan persoalan yang sama. Setelah Kiai Wahab mendengar persoalan yang diadukan orang tersebut, beliau lantas menjawab dengan ringan dan santai, “Bisa. Seekor sapi bisa digunakan untuk delapan orang. Tetapi karena anakmu yang paling akhir itu kan masih kecil, maka perlu ada tambahannya.”



Seketika orang tersebut nampak berbinar raut mukanya saat mendengar jawaban dari Kiai Wahab tersebut. Dan Kiai Wahab melanjutkan, “Begini, anakmu itu kan masih kecil, agar dia bisa naik sapi yang tingginya melebihi dirinya, harus pakai tangga. Nah, sekarang sampean belikan seekor kambing supaya anak sampean yang masih kecil itu bisa naik ke punggung sapi.”

Dengan girang orang tersebut menjawab, “Kalau cuma seekor kambing saya sanggup menyedikannya, Mbah Yai, jangankan seekor, dua ekor pun boleh. Yang penting kami sekeluarga bisa naik bersama-sama.”,

Kemudian orang tersebut segera berpamitan kepada Kiai Wahab.

sumber :

10 Jun 2013

Sebuah Ilmu

Diriwayatkan bahwa seseorang ahli ibadah dari kalangan Bani Israil beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala di biaranya yang terletak di atas gunung. Pada suatu hari sebagaimana bisa dia keluar dari tempat ibadahnya untuk berkeliling merenungkan kekuasaan Allah Subhanahu wa Ta’ala di sekitar tempat ibadahnya. Di sela-sela dia berkeliling ini, dia melihat di jalan sesosok manusia yang menebarkan bau tidak sedap darinya. Ahli ibadah itu berpaling menuju ke tempat lain, sehingga dia terlindungi dari tercium bau ini. Ketika itu setan menampakkan diri dalam bentuk seorang laki-laki shalih yang memberi nasihat. Setan berkata kepadanya, “Sungguh amal-amal kebaikanmu telah menguap (sirna), dan persediaan amal kebaikanmu tidak dihitung di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala.” Lantas si ahli ibadah persediaan amal kebaikanmu tidak dihitung di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala.” Lantas si ahli ibadah bertanya, “Mengapa?” Dia menjawab, “Karena engkau enggan mencium bau anak cucu Adam semisal kamu.” Ketika wajah si ahli ibadah terlihat sedih, setan pun pura-pura merasa kasihan dan memberinya nasihat, “Jika engkau ingin agar Allah Subhanahu wa Ta’ala mengampuni kesalahanmu, saya akan memberi nasihat kepadamu agar engkau mencari tikus gunung, lalu engkau gantungkan tikus itu di lehermu seraya beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala sepanjang hidupmu. Si ahli ibadah yang bodoh ini pun melaksanakan nasihat setan yang sengaja mencari kesempatan ini. Selanjutnya, si ahli ibadah memburu tikus gunung. Dia pun terus-menerus beribadah dengan membawa najis dari enam puluh tahun sampai dia meninggal dunia (semua ibadahnya pun tidak sah).

terdapat riwayat bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda mengomentari kisah tersebut, “Suatu masalah ilmiah –atau majelis ilmu- lebih baik daripada beribadah enam puluh tahun.”



Diriwayatkan dari Syaikh Abdul Qadir al-Jailani radhiyallahu ‘anhu bahwa pada suatu hari beliau sedang berjalan di tempat lapang, tiba-tiba muncul cahaya terang di ufuk, kemudian dia mendengar suara memanggil, “Wahai Abdul Qadir saya adalah Rabbmu. Sungguh, telah aku halalkan untukmu semua hal-hal yang haram.” Lantas Abdul Qadir berkata, “Enyahlah kau, wahai makhuk terkutuk!” Seketika itu, cahaya tersebut berubah menjadi gelap. Tiba-tiba muncul suara mengatakan, “Wahai Abdul Qadir! Sungguh, engkau telah selamat dariku lantaran pengetahuanmu tentang Rabbmu dan ilmu fikihmu. Sesungguhnya aku telah menyesatkan tujuh puluh orang dari kalangan ahli ibadah senior dengan cara seperti ini. Seandainya tidak karena ilmu, pastilah aku dapat menyesatkanmu seperti mereka.”

Diriwayatkan bahwa Nabi Isa ‘alaihissalam pada suatu hari berdiam di atas gunung. Lantas Iblis mendatanginya dan berkata kepadanya, “Bukanka engkau mengatakan bahwa manusia yang telah dikehendaki mati oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, pastilah dia mati?” Nabi Isa ‘alaihissalam menjawab, “Iya.” Iblis bertanya lagi, “Kalau tidak?” Dia menjawab, “Tidak akan mati.” Ketika itu Iblis –laknat Allah atasnya- berkata kepada Nabi Isa ‘alaihissalam, “Kalau demikian, lemparkanlah dirimu dari atas gunung. Apabila Allah Subhanahu wa Ta’ala menghendaki engkau mati, amak engkau akan mati. Dan jika Dia tidak menghendaki, maka engkau tidaka kan mati.” Lantas Nabi Isa berkata kepadanya, “Enyahlah kau, wahai makhluk terkutuk! Sesungguhnya Allah-lah yang menguji hamba-Nya. Sedangkan hamba-Nya tidak berhak menguji-Nya.”

Diriwayatkan bahwa Imam Syafi’i pada suatu hari sedang duduk di majelis pengajiannya. Tiba-tiba Iblis –laknat Allah untuknya- ikut duduk di antara murid-murid Imam Syafi’i dalam rupa seorang laki-laki seperti mereka, kemudian dia mengajukan pertanyaan sebagai berikut, “Bagaimana pendapatmu mengenai Dzat yang menciptakanku sesuai kehendak-Nya dan Dia menjadikanku sebagai hamba sesuai kehendak-Nya. Setelah itu, jika Dia berkehendak, Dia memasukanku ke dalam surga. Jika Dia berkehendak, Dia memasukanku ke dalam neraka. Apakah Dia berbuat adil atau berbuat zhalim dalam hal tersebut?” Berkat cahaya dari Allah Subhanahu wa Ta’ala, Imam Syafi’i dapat mengenali Iblis, lantas beliau menjawabnya dengan mengatakan, “Hai kamu! Jika Dia menciptakanmu sesuai apa yang engkau kehendaki, maka Dia berbuat zhalim kepadamu. Jika Dia menciptakanmu sesuai apa yang Dia kehendaki, amak Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak ditanya tentang apa yang dikerjakan-Nya.”

Diriwayatkan bahwa seorang laki-laki dari kalangan Bani Israil berpuasa selama tujuh puluh tahun. Setiap tahunnya hanya tujuh hari dia tidak berpuasa. Lantas dia memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala agar diperlihatkan bagaimana setan menggoda manusia. Ketika sampai waktu yang cukup lama dia masih saja tidak melihat hal tersebut, maka dia berkata, “Seandainya saya meneliti kesalahan-kesalahanku dan dosa-dosaku kepada Rabbku niscaya lebih baik dari apa yang saya mohon ini.” Kemudian Allah Subhanahu wa Ta’ala mengutus malaikat kepadanya, lalu malaikat berkata, “Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala mengutusku. Dia berkata kepadamu, ‘Sesungguhnya perkataan yang baru saja engkau ucapkan lebih Kucintai dari pada ibadahmu yang telah lalu. Sungguh, Allah Subhanahu wa Ta’ala telah membuka tabir matamu, maka lihatlah!’.” Lalu dia pun dapat melihat. Ternyata bala tentara Iblis mengelilingi bumi. Dengan demikian, tidak ada seorang pun melainkan dikerubuti setan sebagaimana lalat mengerubuti bangkai. Lantas dia berkata, “Wahai Rabbku! Siapakah yang dapat selamat dari hal ini?” Rabb menjawab, “Orang yang mempunyai wara dan lemah lembut.”

Dikatakan bahwa di pagi hari Iblis mengumumkan kepada bala tentaranya di bumi. Ia berkata, “Barangsiapa menyesastkan seorang muslim, maka saya akan memakaikan mahkota kepadanya.” Lalu salah satu dari bala tentara setan berkata kepadanya, “Saya terus-menerus menggoda si fulan sehingga dia menceraikan istrinya.” Iblis berkata, “Ia hampir menikah.” Bala tentara lain lapor, “Saya terus-menerus menggoda si fulan sehingga dia durhaka kepada orang tuanya.” Iblis berkata, “Dia hampir berbakti kepada kedua orang tuanya.” Bala tentara lain lagi berkata, “Saya terus menerus menggoda si fulan sehingga dia berbuat zina.” Iblis berkata, “Bagus kamu.” Bala tentara lain lagi berkata, “Saya terus menerus menggoda si fulan sehingga dia minum arak.” Iblis berkata, “Bagus kamu.” Bala tentara lain lagi berkata, “Saya terus-menerus menggoda si fulan sehingga dia membunuh.” Iblis menjawab, “Bagus, kamu, kamu.”

Dikatakan bahwa setan berkata kepada seorang perempuan, “Kamu adalah separuh dari bala tentaraku. Kamu adalah anak panah yang saya lemparkan yang tidak akan pernah meleset. Kamu adalah tempat rahasiaku. Kamu adalah utusanku untuk memenuhi kebutuhanku.”

Al-Hasan menceritakan bahwa ada sebuah pohon yang disembah selain Allah Subhanahu wa Ta’ala, lalu seorang laki-laki mendatangi pohon tersebut seraya berkata, “Sungguh, saya akan menebang pohon ini.” Dia datang untuk meneabgn pohon ini dengna penuh amarah murni karena Allah Subhanahu wa Ta’ala. Lantas Iblis menemuinya dalam bentuk manusia, lalu dia berkata, “Apa yang engkau inginkan?” Lelaki tersebut menjawab, “Saya ingin menebang pohon yang disembah selain Allah Subhanahu wa Ta’ala.” Iblis berkata, “Jika engkau tidak menyembah pohon ini, maka apakah orang yang menyembahnya mengganggumu?” Dia menjawab, “Sungguh, saya akan menebangnya.” Lalu setan berkata kepadanya, “Apakah kamu mau sesuatu yang lebih baik buatmu, yaitu kamu tidak menebangnya dan setiap hari kamu mau sesuatu yang lebih baik buatmu, yaitu kamu tidak meneabngnya dan setiap hari kamu mendapati dua dinar di bantalmu di pagi hari.” Dia bertanya, “Dari siapa dua dinar tersebut?” Setan menjawab, “Dariku untukmu.” Selanjutnya dia pulang. Dia pun menemukan dua dinar di bantalnya. Setelah itu, keesokan harinya dia tidak menemukan apa-apa di bantalnya, lalu dia bangkit dengan penuh emosi hendak menebang pohon. Lantas setan menjelma dalam bentuk manusia berkata, “Apa yang engkau inginkan?” Dia menjawab, “Saya ingin menebang pohon yang disembah selain Allah Subhanahu wa Ta’ala.” Setan berkata, “Kamu bohong. Kamu tidak mempunyai kemampuan untuk melakukannya.” Dia masih tetap pergi untuk menebang pohon, lalu setan membantingnya ke tanah dan mencekiknya sampai hampir mati. Lalu setan dengan penuh emosi murni karena Allah Subhanahu wa Ta’ala, maka saya tidak mempunyai kemampuan untuk mengalahkanmu, maka saya menipu kamu dengan dua dinar, lalu aku tidak memberikan lagi. Ketika engkau datang dengan penuh emosi karean dua dinar, maka saya dapat menguasai kamu.”

Diceritakan bahwa Iblis –laknat Allah atasnya- pernah muncul di hadapan Fir’aun dalam bentuk seorang laki-laki ketika Fir’aun sedang di kamar mandi. Namun, Fir’aun tidak mengenalinya. Lantas Iblis berkata kepadanya, “Celaka kamu! Kamu tidak mengenaliku? Padahal engkaulah yang menciptakanku? Bukankah engkau adalah orang yang berkata, ‘Saya adalah Rabb kalian yang Maha Luhur?”

Iblis pernah muncul di hadapan Nabi Sulaiman ‘alaihissalam. Lalu Nabi Sulaiman berkata kepadanya, “Perbuatan apakah yang paling kamu sukai dan paling dibenci oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, pastilah saya tidak akan menyampaikan kepadamu bahwa saya tidak tahu apa ada sesuatu yang lebih saya sukai dari pada homoseks antara laki-laki dengan laki-laki lain dan lesbian antara perempuan dengan perempuan lain.’

Ada seseorang yang melaknat Iblis setiap hari seribu kali. Pada suatu hari ketika dia sedang tidur, dia didatangi seseorang yang membangunkannya. Dia berkata kepadanya, “Bangunlah, dinding ini akan roboh menimpamu.” Lalu orang tersebut berkata kepadanya, “Siapakah Anda? Kenapa Anda merasa kasihan kepada saya seperti ini?” Ia menjawab, “Saya adalah Iblis.” Dia berkata kepada Iblis, “Bagaimana bisa seperti ini padahal saya melaknatmu setiap hari seribu kali?” Iblis berkata, “Hal ini lantaran saya tahu kedudukan orang-orang yang mati syahid. Makanya, saya khawatir kamu termasuk di antara mereka sehingga engkau memperoleh kedudukan seperti mereka.”

Catatan: orang yang terkena reruntuhan dinding atau mati tergencet di bawah bangunan, maka dia dianggap mati syahid berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Orang-orang yang mati syahid ada lima, yaitu orang-orang yang terkena penyakit pes, orang yang sakit perut, orang yang tenggelam, orang yang tertimpa reruntuhan, dan orang yang mati syahid di jalan Allah Subhanahu wa Ta’ala.” (HR. Muslim)

Sumber: Hiburan Orang-orang Shalih, 101 Kisah Segar, Nyata dan Penuh Hikmah, Pustaka Arafah Cetakan 1

8 Jun 2013

Kemuliaan Disaat Sakit



Tak perlu kamu bersedih dalam sakit karena itu adalah ujian dalam ibadahmu.

Salah satu bukti kasih sayang-NYA adalah,ALLAH SWT mengutus 4 malaikat untuk selalu menjaga kita dalam sakit.

Berikut adalah penjelasannya;

“Apabila seorang hamba ALLAH SWT yang beriman menderita sakit,maka ALLAH SWT memerintahkan kepada para malaikat agar menulis perbuatan yang terbaik yang dikerjakan hamba mukmin itu pada saat sehat dan pada saat waktu senangnya.”

Diriwayatkan oleh Abu Imamah Al Bahili. Dalam hadist yang lain Muhammad Rasulullah Shallahu 'alaihi wassalam: “Apabila seorang hamba mukmin sakit,maka ALLAH mengutus 4 malaikat untuk datang padanya.”

ALLAH SWT memerintahkan :

1. Malaikat pertama untuk mengambil kekuatannya sehingga menjadi lemah.

2. Malaikat kedua untuk mengambil rasa lezatnya makanan dari mulutnya

3. Malaikat ketiga untuk mengambil cahaya terang di wajahnya sehingga berubahlah wajah si sakit menjadi pucat pasi.

4. Malaikat keempat untuk mengambil semua dosanya,maka berubahlah si sakit menjadi suci dari dosa.

Tatkala ALLAH akan menyembuhkan hamba mukmin itu,ALLAH SWT memerintahkan kepada malaikat 1, 2 dan 3 untuk mengembalikan kekuatannya,rasa lezat dan cahaya di wajah sang hamba.

Namun untuk malaikat ke 4,ALLAH SWT tidak memerintahkan untuk mengembalikan dosa-dosanya kepada hamba mukmin.

Maka bersujudlah para malaikat itu kepada ALLAH SWT seraya berkata :

“Ya ALLAH...mengapa dosa-dosa ini tidak Engkau kembalikan.??”

ALLAH SWT menjawab:

“Tidak baik bagi kemuliaan-KU jika Aku mengembalikan dosa-dosanya setelah Aku menyulitkan keadaan dirinya ketika sakit.

Pergilah dan buanglah dosa-dosa tersebut ke dalam laut.”

Dengan ini, maka kelak si sakit itu berangkat ke alam akhirat dan keluar dari dunia dalam keadaan suci dari dosa sebagaimana Sabda Rasulullah SAW : “Sakit panas dalam sehari semalam, dapat menghilangkan dosa selama setahun.”

Dan Sabda Rasulullah Shallahu 'alaihi wassalam:"Tidaklah seorang muslim mendapatkan kelelahan,sakit,kecemasan,kesedihan,marabahaya, dan juga kesusahan hingga duri menusuknya, melainkan ALLAH akan menghapuskan dosa-dosanya dengan hal tersebut (HR.Bukhari dan Muslim)...

sumber: fb.com/permalink.php?story_fbid=412762325461723&id=138509376220354



Malaikat yang Lebih Hebat Dari Jibril As



Rasulullah SAW pernah melihat akan rupa sebenar benarnya Malaikat Jibril sebanyak 2 kali, yaitu ketika peristiwa Isra' Mi'raj. Ketika Rasulullah melihat Malaikat Jibril dalam keadaan rupanya yang sebenar benarnya, Baginda lantas memuji Malaikat Jibril akan kehebatannya. Malaikat Jibril mempunyai 600 sayap, apabila dibuka satu sayap maka gelaplah seluruh bumi ini. Namun begitu, Malaikat Jibril mengatakan kepada Rasulullah bahawa jangan memujinya kerana Rasulullah masih belum melihat Malaikat lain yang lebih hebat kejadiannya. Lalu Rasulullah bertanya kepada Malaikat Jibril, "Ya Jibril, adakah masih ada Malaikat yang lebih hebat daripada kamu?" Malaikat Jibril menjawab, "Ya, ada." Malaikat Israfil mempunyai 1200 sayap,dimana satu sayapnya menyamai 600 sayap Malaikat Jibril Sesudah itu, Rasulullah bertanya lagi," Adakah Malaikat Israfil paling hebat?" Jawab Malaikat Jibril, "Tidak, Malaikat yang memikul Arasy Allah. Malaikat ini mempunyai 2400 sayap dimana satu sayapnya menyamai 1200 sayap Malaikat Israfil".

Merekalah Hamalat al-‘Arsy, Malaikat Pemikul 'Arsy

*Namun Malaikat yang paling Elok dan paling cantik adalah Malaikat Jibril AS Sang Ruhul Quds...

"Terompet" Malaikat Israfil AS

“Sebelum kiamat datang, apa yang sekarang di lakukan oleh Malaikat Israfil?” 
Jawabnya, “Sedang membersihkan terompetnya.” Mungkin yang ada di benak kita Malaikat Israfil itu seperti sesosok seniman yang asyik mengelap terompet kecilnya sebelum tampil diatas panggung.

Sebenarnya seperti apa sih terompetnya — atau yang biasa juga dikenal dengan sangkakala– malaikat Isrofil itu? Sekitar enam tahun silam sekelompok ilmuwan yang dipimpin oleh Prof. Frank Steiner dari Universitas Ulm, Jerman melakukan observasi terhadap alam semesta untuk menemukan bentuk sebenarnya dari alam semesta raya ini sebab prediksi yang umum selama ini mengatakan bahwa alam semesta berbentuk bulat bundar atau prediksi lain menyebutkan bentuknya datar saja. Menggunakan sebuah peralatan canggih milik NASA yang bernama “Wilkinson Microwave Anisotropy Prob” (WMAP), mereka mendapatkan sebuah kesimpulan yang sangat mencengangkan karena menurut hasil penelitian tersebut alam semesta ini ternyata berbentuk seperti terompet. Di mana pada bagian ujung belakang terompet (baca alam semesta) merupakan alam semesta yang tidak bisa diamati (unobservable), sedang bagian depan, di mana bumi dan seluruh sistem tata surya berada merupakan alam semesta yang masih mungkin untuk diamati (observable) (lihat gambar bentuk alam semesta dibawah).


Bentuk Alam Semesta

Di dalam kitab Tanbihul Ghofilin Jilid 1 hal. 60 ada sebuah hadits panjang yang menceritakan tentang kejadian kiamat yang pada bagian awalnya sangat menarik untuk dicermati.

Abu Hurairah ra berkata : Rasulullah saw bersabda :

“Ketika Allah telah selesai menjadikan langit dan bumi, Allah menjadikan sangkakala (terompet) dan diserahkan kepada Malaikat Israfil, kemudian ia letakkan dimulutnya sambil melihat ke Arsy menantikan bilakah ia diperintah. Saya bertanya : “Ya Rasulullah apakah sangkakala itu?” Jawab Rasulullah : “Bagaikan tanduk dari cahaya.” Saya tanya : “Bagaimana besarnya?” Jawab Rasulullah : “Sangat besar bulatannya, demi Allah yang mengutusku sebagai Nabi, besar bulatannya itu seluas langit dan bumi, dan akan ditiup hingga tiga kali. Pertama : Nafkhatul faza’ (untuk menakutkan). Kedua : Nafkhatus sa’aq (untuk mematikan). Ketiga: Nafkhatul ba’ats (untuk menghidupkan kembali atau membangkitkan).”

Dalam hadits di atas disebutkan bahwa sangkakala atau terompet malaikat Isrofil itu bentuknya seperti tanduk dan terbuat dari cahaya. Ukuran bulatannya seluas langit dan bumi. Bentuk laksana tanduk mengingatkan kita pada terompet orang – orang jaman dahulu yang terbuat dari tanduk. Kalimat seluas langit dan bumi dapat dipahami sebagai ukuran yang meliputi/mencakup seluruh wilayah langit (sebagai lambang alam tak nyata/ghaib) dan bumi (sebagai lambang alam nyata/syahadah). Atau dengan kata lain, bulatan terompet malaikat Isrofil itu melingkar membentang dari alam nyata hingga alam ghaib.

Jika keshohihan hadits di atas bisa dibuktikan dan data yang diperoleh lewat WMAP akurat dan bisa dipertanggungjawabkan maka bisa dipastikan bahwa kita ini bak rama – rama yang hidup di tengah – tengah kaldera gunung berapi paling aktif yang siap meletus kapan saja. Dan Allah telah mengabarkan kedahsyatan terompet Malaikat Israfil itu dalam surah An Naml ayat 87 :

“Dan pada hari ketika terompet di tiup, maka terkejutlah semua yang di langit dan semua yang di bumi kecuali mereka yang di kehendaki Allah. Dan mereka semua datang menghadapNya dengan merendahkan diri.”

Makhluk langit saja bisa terkejut apalagi makhluk bumi yang notabene jauh lebih lemah dan lebih kecil. Pada sambungan hadits di atas ada sedikit preview tentang seperti apa keterkejutan dan ketakutan makhluk bumi kelak.

“Pada saat tergoncangnya bumi, manusia bagaikan orang mabuk sehingga ibu yang mengandung gugur kandungannya, yang menyusui lupa pada bayinya, anak – anak jadi beruban dan setan – setan berlarian.”

Ada sebuah pertanyaan yang menggelitik, jika terompetnya saja sebesar itu, konon pula si peniupnya dan konon lagi sang penciptanya? Allahu Akbar!

Misteri Kendaraan Buraq




Kalau dilihat dalam kamus bahasa, maka kita akan menemukan istilah "buraq" yang diartikan sebagai "Binatang kendaraan Nabi Muhammad Saw", dia berbentuk kuda bersayap kiri kanan. Dalam pemakaian umum "buraq" itu berarti burung cendrawasih yang oleh kamus diartikan dengan burung dari sorga (bird of paradise). Sebenarnya "buraq" itu adalah istilah yang dipakai dalam AlQur'an dengan arti "kilat" termuat pada ayat 2/19, 2/20 dan 13/2 dengan istilah aslinya "Barqu".

Para sarjana telah melakukan penyelidikan dan berkesimpulan bahwa kilat atau sinar bergerak sejauh 186.000 mil atau 300 Kilometer perdetik. Dengan penyelidikan yang memakai sistem paralax, diketahui pula jarak matahari dari bumi sekitar 93.000.000 mil dan dilintasi oleh sinar dalam waktu 8 menit.

Jarak sedemikian besar disebut 1 AU atau satu Astronomical Unit, dipakai sebagai ukuran terkecil dalam menentukan jarak antar benda angkasa. Dan kita sudah membahas bahwa Muntaha itu letaknya diluar sistem galaksi bimasakti kita, dimana jarak dari satu galaksi menuju kegalaksi lainnya saja sekitar 170.000 tahun cahaya. Sedangkan Muntaha itu sendiri merupakan bumi atau planet yang berada dalam galaksi terjauh dari semua galaksi yang ada diruang angkasa.

Amatlah janggal jika kita mengatakan bahwa buraq tersebut dipahami sebagai binatang atau kuda bersayap yang dapat terbang keangkasa bebas. Orang tentu dapat mengetahui bahwa sayap hanya dapat berfungsi dalam lingkungan atmosfir planet dimana udara ditunda kebelakang untuk gerak maju kemuka atau ditekan kebawah untuk melambung keatas.

Udara begitu hanya berada dalam troposfir yang tingginya 6 hingga 16 Km dari permukaan bumi, padahal buraq itu harus menempuh perjalanan menembusi luar angkasa yang hampa udara dimana sayap tak berguna malah menjadi beban. Dengan kecepatan kilat maka binatang kendaraan itu, begitu juga Nabi yang menaiki, akan terbakar dalam daerah atmosfir bumi, sebaliknya ketiadaan udara untuk bernafas dalam menempuh jarak yang sangat jauh sementara itu harus mengelakkan diri dari meteorities yang berlayangan diangkasa bebas.

Semua itu membuktikan bahwa Nabi Muhammad Saw bukanlah melakukan perjalanan mi'rajnya dengan menggunakan binatang ataupun hewan bersayap sebagaimana yang diyakini oleh orang selama ini.

Penggantian istilah dari Barqu yang berarti kilat menjadi buraq jelas mengandung pengertian yang berbeda, dimana jika Barqu itu adalah kilat, maka buraq saya asumsikan sebagai sesuatu kendaraan yang mempunyai sifat dan kecepatannya diatas kilat atau sesuatu yang kecepatannya melebihi gerakan sinar.

Menurut akal pikiran kita sehari-hari yang tetap tinggal dibumi, jarak yang demikian jauhnya tidak mungkin dapat dicapai hanya dalam beberapa saat saja. Untuk menerobos garis tengah jagat raya saja memerlukan waktu 10 milyard tahun cahaya melalui galaksi-galaksi yang oleh Garnow disebut sebagai fosil-fosil jagad raya dan selanjutnya menuju alam yang sulit digambarkan jauhnya oleh akal pikiran dan panca indera manusia dengan segala macam peralatannya, karena belum atau bahkan tidak diketahui oleh para Astronomi, galaksi yang lebih jauh dari 20 bilyun tahun cahaya. Dengan kata lain mereka para Astronom tidak dapat melihat apa yang ada dibalik galaksi sejauh itu karena keadaannya benar-benar gelap mutlak.

Untuk mencapai jarak yang demikian jauhnya tentu diperlukan penambahan kecepatan yang berlipat kali kecepatan cahaya. Sayangnya kecepatan cahaya merupakan kecepatan yang tertinggi yang diketahui oleh manusia sampai hari ini atau bisa jadi karena parameter kecepatan cahaya belum terjangkau oleh manusia.

Dalam AlQur'an kita jumpai betapa hitungan waktu yang diperlukan oleh para malaikat dan ruh-ruh orang yang meninggal kembali kepada Tuhan: Naik malaikat-malaikat dan ruh-ruh kepadaNya dalam sehari yang kadarnya limapuluh ribu tahun. (QS. 70:4)

Ukuran waktu dalam ayat diatas ada para ahli yang menyebut bahwa angka 50 ribu tahun itu menunjukkan betapa lamanya waktu yang diperlukan penerbangan malaikat dan Ar-Ruh untuk sampai kepada Tuhan.

Namun bagaimanapun juga ayat itu menunjukkan adanya perbedaan waktu yang cukup besar antara waktu kita yang tetap dibumi dengan waktu malaikat yang bergerak cepat sesuai dengan pendapat para ahli fisika yang menyebutkan "Time for a person on earth and time for a person in hight speed rocket are not the same", waktu bagi seseorang yang berada dibumi berbeda dengan waktu bagi orang yang ada dalam pesawat yang berkecepatan tinggi.

Perbedaan waktu yang disebut dalam ayat diatas dinyatakan dengan angka satu hari malaikat berbanding 50.000 tahun waktu bumi, perbedaan ini tidak ubahnya dengan perbedaan waktu bumi dan waktu elektron, dimana satu detik bumi sama dengan 1.000 juta tahun elektron atau 1 tahun Bima Sakti = 225 juta tahun waktu sistem solar.

Jadi bila malaikat berangkat jam 18:00 dan kembali pada jam 06.00 pagi waktu malaikat, maka menurut perhitungan waktu dibumi sehari malaikat = 50.000 tahun waktu bumi. Dan untuk jarak radius alam semesta hingga sampai ke Muntaha dan melewati angkasa raya yang disebut sebagai 'Arsy Ilahi, 10 Milyard tahun cahaya diperlukan waktu kurang lebih 548 tahun waktu malaikat.
Namun malaikat Jibril kenyataannya dalam peristiwa Mi'raj Nabi Muhammad Saw itu hanya menghabiskan waktu 1/2 hari waktu bumi /maksimum 12 Jam/ atau = 1/100.000 tahun Jibril.

Kejadian ini nampaknya begitu aneh dan bahkan tidak mungkin menurut pengetahuan peradaban manusia saat ini, tetapi para ilmuwan mempunyai pandangan lain, suatu contoh apa yang dikemukakan oleh Garnow dalam bukunya Physies Foundations and Frontier antara lain disebutkan bahwa jika pesawat ruang angkasa dapat terbang dengan kecepatan tetap /cahaya/ menuju kepusat sistem galaksi Bima Sakti, ia akan kembali setelah menghabiskan waktu 40.000 tahun menurut kalender bumi. Tetapi menurut sipengendara pesawat /pilot/ penerbangan itu hanya menghabiskan waktu 30 tahun saja. Perbedaan tampak begitu besar lebih dari 1.000 kalinya.

Contoh lain yang cukup populer, yaitu paradoks anak kembar, ialah seorang pilot kapal ruang angkasa yang mempunyai saudara kembar dibumi, dia berangkat umpamanya pada usia 0 tahun menuju sebuah bintang yang jaraknya dari bumi sejauh 25 tahun cahaya. Setelah 50 tahun kemudian sipilot tadi kembali kebumi ternyata bahwa saudaranya yang tetap dibumi berusia 49 tahun lebih tua, sedangkan sipilot baru berusia 1 tahun saja. Atau penerbangan yang seharusnya menurut ukuran bumi selama 50 tahun cahaya pulang pergi dirasakan oleh pilot hanya dalam waktu selama 1 tahun saja.

Dari contoh-contoh diatas menunjukkan bahwa jarak atau waktu menjadi semakin mengkerut atau menyusut bila dilalui oleh kecepatan tinggi diatas yang menyamai kecepatan cahaya.

Kembali pada peristiwa Mi'raj Rasulullah bahwa jarak yang ditempuh oleh Malaikat Jibril bersama Nabi Muhammad dengan Buraq menurut ukuran dibumi sejauh radius jagad raya ditambah jarak Sidratul Muntaha pulang pergi ditempuh dalam waktu maksimal 1/2 hari waktu bumi (semalam) atau 1/100.000 waktu Jibril atau sama dengan 10-5 tahun cahaya, yaitu kira-kira sama dengan 9,46 X 10 -23 cm/detik dirasakan oleh Jibril bersama Nabi Muhammad (bandingkan dengan radius sebuah elektron dengan 3 X 19-11 cm) atau kira-kira lebih pendek dari panjang gelombang sinar gamma.

Nah, Barkah yang disebut dalam Qur'an yang melingkupi diri Nabi Muhammad Saw adalah berupa penjagaan total yang melindungi beliau dari berbagai bahaya yang dapat timbul baik selama perjalanan dari bumi atau juga selama dalam perjalanan diruang angkasa, termasuk pencukupan udara bagi pernafasan Rasulullah Saw selama itu dan lain sebagainya.

Jadi, sekarang kita bisa mendeskripsikan tentang kendaraan bernama Buraq ini sedemikian rupa, apakah dia berupa sebuah pesawat ruang angkasa yang memiliki kecepatan diatas kecepatan sinar dan kecepatan UFO ? Ataukah dia berupa kekuatan yang diberikan Allah kepada diri Rasulullah Saw sehingga Rasul dapat terbang diruang angkasa dengan selamat dan sejahtera, bebas melayang seperti seorang Superman?

Sebagai suatu wahana yang sanggup membungkus dan melindungi jasad Rasulullah sedemikian rupa sehingga sanggup melawan/mengatasi hukum alam dalam hal perjalanan dimensi. Sekaligus didalamnya tersedia cukup udara untuk pernafasan Nabi Muhammad Saw dan penuh dengan monitor-monitor yang memungkinkan Nabi untuk melihat keluar ataupun juga monitor-monitor yang bersifat "Futuristik" , yaitu monitor yang memberikan gambaran kepada Rasulullah mengenai keadaan umatnya sepeninggal beliau nantinya.

Bukankah ada banyak juga hadist shahih yang mengatakan bahwa selama perjalanan menuju ke Muntaha itu Nabi Muhammad Saw telah diperlihatkan pemandangan- pemandangan yang luar biasa? Apakah aneh bagi Anda jika Nabi Muhammad Saw telah diperlihatkan oleh Allah (melalui monitor-monitor futuristik tersebut) terhadap apa-apa yang akan terjadi dikemudian hari? Apakah Anda akan mengingkari bahwa jauh setelah sepeninggal Rasul ada banyak sekali manusia-manusia yang mampu meramalkan ataupun melihat masa depan seseorang ?

Dalam dunia komputer kita mengenal virtual reality (VR) yaitu penampakan alam nyata ke dalam dimensi multimedia digital yang sangat interaktif sehingga bagaikan keadaan sesungguhnya. Apakah tidak mungkin Rasulullah telah merasakan fasilitas VR dari Allah Swt untuk mempresentasikan kepada kekasihNya itu surga dan neraka yang dijanjikanNya?

Anda pasti pernah mendengar sebutan "Paranormal" bukan? Jika anda mempercayai semua itu, maka apalah susahnya bagi anda untuk mempercayai bahwa hal itupun terjadi pada diri Rasulullah Saw, hanya saja bedanya bahwa semua itu merupakan gambaran asli dari Allah Swt yang sudah pasti kebenarannya tanpa bercampur dengan hal-hal yang batil. Hal ini juga bisa kita buktikan dengan banyaknya ramalan-ramalan Nabi terhadap keadaan umat Islam setelah beliau tiada dan menjadi kenyataan tanpa sedikitpun meleset? Darimana Rasulullah dapat melakukannya jika tidak diperlihatkan oleh Allah sebelumnya ?

Allah memberikan kebijaksanaan kepada siapa yang dikehendaki- Nya. Dan barangsiapa yang diberi hikmah, sungguh telah diberi kebajikan yang banyak. Dan tak ada yang dapat mengambil pelajaran kecuali orang-orang yang berakal.
(QS. 2:269)

Hikmah dalam ayat 2:269 dan ayat-ayat lainnya, saya artikan sebagai kebijaksanaan yang diberikan oleh Allah kepada hamba-hambaNya, kebijaksanaan ini berarti sangat luas, baik dalam bidang ilmu pengetahuan dunia atau akhirat, sebagai perwujudan dari Rahman dan RahimNya.

Didalam Hadist disebutkan bahwa Nabi Muhammad Saw berangkat ke Muntaha dengan ditemani oleh malaikat Jibril yang didalam AlQur'an surah 53:6 dikatakan memiliki akal yang cerdas. Dan dalam perjalanan itu Nabi diberikan kendaraan bernama Buraq yang kecepatannya melebihi kecepatan sinar. Selanjutnya selama perjalanan Nabi banyak bertanya kepada malaikat Jibril tentang apa-apa yang diperlihatkan oleh Allah kepadanya, ini menunjukkan bahwa Nabi dan Jibril berada dalam jarak yang berdekatan. Tidak mungkinkah Jibril ini yang mengemudikan Buraq untuk menuju ke Muntaha? Dalam kata lain, Jibril sebagai pilot dan Muhammad sebagai penumpang?

Bukankah Muhammad sendiri baru pertama kali itu mengadakan perjalanan ruang angkasa, sementara Jibril telah ratusan atau bahkan jutaan kali melakukannya didalam mengemban wahyu yang diamanatkan oleh Allah? Jika dikatakan Nabi sebagai pilot, dari mana Nabi mengetahui arah tujuannya berikut tata cara pengemudian Buraq ini, apalagi ditambah dengan banyaknya visi-visi alias Virtual Reality yang diberikan oleh Allah kepada beliau selama perjalanan dan mengharuskannya mengajukan beragam pertanyaan kepada Jibril? Namun jika kita kembalikan pada pendapat saya semula bahwa Jibril dalam hal ini berlaku sebagai pilot dan Nabi sebagai penumpang, maka semua pertanyaan dan keraguan yang timbul akan hilang.

Dalam hal ini Jibril adalah pilot terbang berpengalaman, ia juga sangat cerdas, sementara atas diri Nabi sendiri sudah diberikan oleh Allah Barqah disekeliling beliau, sehingga setiap perubahan yang terjadi dalam perjalanan, seperti goyangnya pesawat, tekanan gravitasi yang hilang, udara dan lain sebagainya tidak akan berpengaruh apa-apa pada diri Nabi yang mulia ini. Dan keadaan yang tanpa pengaruh apa-apa itu memungkinkan bagi Nabi untuk mengadakan pertanyaan-pertanya an atas visi-visi yang dilihatnya itu sekaligus dapat melihatnya secara jelas/Virtual Reality .

Kembali pada Jibril yang senantiasa meminta izin didalam memasuki setiap lapisan langit kepada malaikat penjaga, itu dikarenakan bahwa mereka tidak mengenali Jibril yang berada didalam Buraq itu, sehingga begitu Jibril menjawab, mereka baru bisa mengenali suaranya dan melakukan pendeteksian secara visi keadaan dalam Buraq sehingga nyatalah bahwa yang datang itu benar-benar Jibril.

Didalam Hadist juga disebutkan bahwa malaikat penjaga langit itu juga menanyakan tentang identitas sosok manusia yang dibawa oleh malaikat Jibril, yang tidak lain dari Rasulullah Muhammad Saw. Dan dijelaskan oleh Jibril bahwa Rasulullah Saw diutus oleh Allah dan telah pula diperintahkan untuk naik ke Muntaha. (Hadist mengenai ini diriwayatkan oleh Bukhari-Muslim dan dinyatakan oleh jumhur ulama dari ahlussunnah sebagai Hadist yang shahih).

Hal ini memang berkesan lucu bagi sebagian orang, apalagi mengingat bahwa Nabi adalah manusia yang paling mulia yang mendapatkan kedudukan terhormat yang bisa dibuktikan dengan bersandingnya nama Allah dan nama beliau dalam dua buah khalimah syahadat yang tidak boleh dicampuri, ditambah atau dikurangi dengan berbagai nama lain karena tiada hak bagi makhluk lainnya mencampuri masalah ini. Namun justru disinilah letak kebesaran Tuhan. Semuanya sengaja dipertunjukkan secara ilmiah kepada Nabi agar beliau dapat membuktikan sendiri betapa ketatnya penjagaan langit itu sebenarnya.

Seperti yang sudah dibahas di halaman artikel "Kajian Israk Miqraj" bahwa Muntaha itu terletak digalaksi terjauh, dimana Adam dulunya diciptakan dan ditempatkan pertama kali bersama Hawa. Tetapi sejak Adam bersama istrinya dan juga Jin serta Iblis diusir oleh Allah dari sana, maka penjagaan terhadap tempat tersebut diperketat sedemikian rupanya, sehingga tidak memungkinkan siapapun juga kecuali para malaikat untuk dapat memasukinya, seperti yang termuat dalam ayat ke-8,9 dan 10 dari surah 72: "...Dan sesungguhnya kami dahulu dapat menduduki beberapa tempat di langit itu." (QS. 72:9) "...kami mendapatinya penuh dengan penjagaan yang kuat dan panah-panah api." (QS. 72:8) "...Tetapi sekarang barang siapa yang mencoba mendengarkan tentu akan menjumpai panah api yang mengintai." (QS. 72:9)

Dalam hal ini bisa diasumsikan bahwa yang disebut dengan lapisan langit pada Muntaha itu adalah berupa planet-planet yang terdekat dengan "bumi-muntaha" , hal ini saya hubungkan dengan pernyataan Qur'an pada surah 72:9 bahwa Jin atau Iblis itu dapat menduduki beberapa tempat. Mampu menduduki tempat disana artinya mampu berdiam ditempat tersebut, dan karena tempat itu ganda (beberapa tempat), maka jelas tempat itu bukan Muntaha itu sendiri, namun tempat yang terdekat dari Muntaha.

Sesuai dengan kajian saya sebelumnya, bahwa Muntaha itu berupa bumi yang disekitarnya juga terdapat planet-planet, maka planet-planet itulah tempat atau posisi para syaithan itu berdiam dahulunya untuk mencuri dengar berita-berita langit.

Muntaha sendiri berarti "Dihentikan" atau bisa juga kita tafsirkan sebagai tempat terakhir dari semua urusan berlabuh. Tempat yang menjadi perbatasan segala pencapaian kepada Tuhan.

Sidrah berarti "Teratai" yaitu bunga yang berdaun lebar, hidup dipermukaan air kolam atau telaga. Uratnya panjang mencapai tanah dasar air tersebut. Bilamana pasang naik, teratai akan ikut naik, dan bila pasang surut diapun akan turun, sementara uratnya tetap terhujam pada tanah dasar tempatnya bertumbuh.

Teratai yang berdaun lebar menyerupai keadaan planet yang memiliki permukaan luas, sungguh harmonis untuk tempat kehidupan makhluk hidup. Teratai berurat panjang mencapai tanah dasar dimana dia tumbuh tidak mungkin bergerak jauh, menyerupai keadaan planet yang selalu berhubungan dengan matahari darimana dia tidak mungkin bergerak jauh dalam orbit zigzagnya dari garis ekliptik. Dan air dimana teratai berada menyerupai angkasa luas dimana semua planet yang ada mengorbit mengelilingi matahari.

Turun naik teratai dipermukaan air berarti orbit planet mengelilingi matahari berbentuk oval, bujur telur, dimana ada titik Perihelion yaitu titik terdekat pada matahari yang dikitarinya, begitupula ada titik Aphelion, titik terjauh dari matahari. Sewaktu planet berada di Aphelionnya dia bergerak lambat. Keadaan gerak demikian membantu kestabilan orbit setiap planet yang mulanya hanya didasarkan atas kegiatan magnet yang dimilikinya saja.

Allah sendiri tidak berposisi di Muntaha, meskipun Muntaha itu merupakan planet terjauh dan terpinggir dalam bentangan alam semesta sekaligus sebagai dimensi tertinggi, dimana mayoritas malaikat berada disana sembari memuji dan bertasbih kepada Allah, ia hanyalah sebagai suatu tempat ciptaan Allah yang pada hari kiamat kelak akan dileburkan pula dan semua isinya, termasuk para malaikat itu akan mati kecuali siapa yang dikehendakiNya saja (QS. 27:87), hanya Allah sajalah satu-satunya dimensi Tertinggi yang kekal dan abadi (QS. 2:255). 

Isra' Mi'raj Sang KekasihNya, Rasulullah SAW



Pada suatu malam Nabi Muhammad saw sedang berbaring di Hijir Ismail bersama bapasaudara  dan sepupu beliau, Sayyiduna Hamzah dan Sayyiduna Jaafar bin Abi Thalib, tiba-tiba datanglah Malaikat Jibril, Mikail, dan Israfil menghampiri beliau lalu membawanya ke arah telaga zamzam.

Diriwayatkan dari Anas bin Malik bahwa malaikat Jibril a.s. membelah dada Nabi Muhammad saw hingga di bawah perut, dan kemudian Jibril a.s. mengeluarkan hati Nabi Muhammad saw lalu menyucinya dengan air zam zam sebanyak tiga kali, lalu didatangkan satu bekas emas dipenuhi hikmah dan keimanan, dan dituangkan ke dalam hati beliau, maka penuhlah hati Nabi Muhammad saw dengan kesabaran, keyakinan, ilmu, dan kepasrahan penuh kepada Allah, lalu ditutupnya kembali oleh Jibril a.s. Setelah itu disiapkan untuk Nabi Muhammad saw binatang buraq berwarna putih lengkap dengan pelana dan kendalinya.

Di dalam Surah Al-Isra’ ayat 1 Allah berfirman, “Maha Suci zat yang telah menjalankan hambaNya (Muhammad) pada waktu sebagian dari malam hari dari masjid Al Haram ke masjid Al Aqsha yang telah Kami beri keberkatan sekelilingnya agar Kami dapat menunjukkan kepadanya sebahgian dari tanda-tanda kebesaran Kami. Sesungguhnya Dia adalah zat Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat.”

Dalam perjalanan isra’, malaikat Jibril a.s. menemani di sebelah kanan beliau sambil memegang sanggur di pelana buraq, sedangkan malaikat Mikail di sebelah kiri beliau memegang tali kendalinya.

Di tengah perjalanan, mereka berhenti di suatu tempat yang dipenuhi pohon kurma, lalu Jibril a.s. berseru: “Turunlah disini dan solatlah di tempat ini.” Lalu Jibril a.s. kembali berkata: “Tahukah di mana Baginda solat?” Nabi Muhammad saw menjawab, “Aku tidak tahu,” lalu Jibril a.s. berkata: “Baginda telah solat di Thoybah (nama lain dari Madinah), dan ke sana Anda akan berhijrah.”

Setelah itu, mereka melanjutkan perjalanan secepat kilat dan sejauh pandangan mata. Tiba-tiba Jibril a.s berseru, “Turunlah disini dan solatlah di tempat ini.” Setelah menunaikan solat, Jibril a.s. memberitahu bahwa beliau solat di Madyan, tempat dimana dahulu Nabi Musa a.s. bernaung dibawahnya dan beristirahat ketika dikejar tentara Firaun.

Dalam perjalanan selanjutnya, Nabi Muhammad saw turun dan solat di Thur Sina’, sebuah lembah di Syam, tempat dimana Nabi Musa a.s. berbicara dengan Allah.

Kemudian mereka kembali melanjutkan perjalanan melewati istana-istana Syam, dan beliau turun dan solat di sana. Lalu Jibril a.s. berkata, “Baginda telah solat  di Bait Lahm (Betlehem, Baitul Maqdis) yaitu tempat dilahirkannya Nabi Isa a.s.”

Setelah melanjutkan perjalanan, tiba-tiba Rasulullah saw melihat Ifrit dari bangsa Jin yang mengejar beliau dengan semburan api. Lalu Jibril a.s. memberitahukan doa kepada Rasulullah saw untuk memadamkan apinya dan terbalik kepada wajahnya lalu ia binasa.

Akhirnya, mereka bertemu dengan suatu kaum yang menanam benih pada hari itu dan langsung tumbuh besar dan dituai pada hari itu juga, dan setiap kali dituai kembali seperti awalnya dan begitulah seterusnya. Melihat keanehan ini, Rasulullah saw bertanya, “Wahai Jibril, siapakah mereka itu?” Jibril a.s. menjawab, “Mereka adalah para Mujahid fi sabilillah, orang yang mati syahid di jalan Allah, oleh sebab itu segala kebaikan mereka dilipatgandakan hingga 700 kali.”

Beberapa saat kemudian, Rasulullah saw tercium wangian semerbak, dan  beliau bertanya, “Wahai Jibril, bau wangian apakah ini?” Jibril a.s. menjawab, “Ini adalah wangian dari Masyithah, wanita yang menyisir anak perempuan Firaun dan anak-anaknya.”

Diriwayatkan, Masyitah adalah tukang sikat rambut anak perempuan Raja Firaun, ketika ia melakukan pekerjaannya tiba-tiba sikatnya terjatuh, spontan ia berkata, “Bismillah, celakalah Firaun.” Mendengar ini anak Firaun bertanya, “Apakah kamu memiliki Tuhan selain ayahku?” Masyithah menjawab, “Ya.” Kemudian Masyithah dihadapkan kepada Raja, dan Firaun berkata, “Apakah kamu memiliki Tuhan selain aku?” Masyithah menjawab, “Ya, Tuhanku dan Tuhanmu adalah Allah.” Melihat keteguhan hati Masyithah, maka Firaun memerintahkan agar Masyithah beserta suami dan kedua anaknya dilemparkan ke dalam kuali raksasa dari tembaga yang diisi minyak dan air mendidih.

Di tengah perjalanan, Rasulullah saw juga bertemu dengan sekelompok kaum yang menghantamkan batu besar ke kepala mereka sendiri sampai hancur, setiap kali hancur, kepala yang remuk itu kembali lagi seperti semula dan begitu seterusnya. Jibril a.s. menjelaskan bahawa mereka adalah manusia yang merasa berat untuk melaksanakan kewajiban solat.

Selanjutnya, Nabi Muhammad saw melihat kaum yang pergi berombongan seperti kawanan unta dan kambing yang pergi ke tempat penggembalaan dalam keadaan telanjang. Hanya kemaluan dan dubur mereka saja yang tertutup dengan secarik kain. Mereka makan kayu berduri yang sangat busuk baunya, buah zaqqum yang sangat pahit, dan bara serta batu-batu dari neraka. Jibril a.s. menjelaskan bahwa kaum itu adalah dari umat Nabi Muhammad saw yang tidak mau membayar zakat.

Rasulullah saw juga bertemu sekelompok kaum, di hadapan mereka ada daging yang baik yang sudah masak, sementara di sisi lain ada daging yang mentah lagi busuk, tapi ternyata mereka lebih memilih untuk menyantap daging yang mentah lagi busuk. Jibril a.s. menjelaskan bahawa mereka adalah manusia yang sudah mempunyai isteri yang halal untuknya, tapi dia berzina dengan wanita yang hina, dan begitu pula mereka adalah para wanita yang mempunyai suami yang halal baginya tapi dia mengajak laki-laki lain untuk berzina dengannya.

Dalam lanjutan perjalanan, tiba-tiba seseorang memanggil Nabi Muhammad saw dari arah kanan dan kiri, “Wahai Muhammad, aku meminta kepadamu agar kamu melihat aku,” namun Rasulullah saw tidak memperdulikannya. Kemudian Jibril a.s. menjelaskan bahawa suara dari arah kanan adalah panggilan Yahudi sedangkan dari arah kiri adalah panggilan Nasrani. Seandainya beliau menjawab panggilan itu maka umat beliau akan menjadi Yahudi atau Nasrani.

Setelah itu, tiba-tiba muncul di hadapan beliau seorang wanita dengan segala perhiasan di tangan dan seluruh tubuhnya, ia berkata: “Wahai Muhammad lihatlah kepadaku,” namun Rasulullah saw tidak menoleh kepadanya. Lalu Jibril a.s. berkata, “Wahai Nabi, wanita itu adalah dunia, seandainya anda menjawab panggilannya, maka umatmu akan lebih memilih dunia daripada akhirat.”

Begitu banyak keajaiban dan hikmah yang Rasulullah saw temui dalam perjalanan isra’ dengan Jibril dan Mikail, hingga akhirnya mereka berhenti di Baitul Maqdis (Masjid al Aqsha). Rasulullah saw turun dari buraq lalu mengikatnya pada salah satu sisi pintu masjid.

Kemudian Rasulullah saw masuk ke dalam masjid bersama Jibril a.s. dan melakukan solat dua rakaat. Sekejab mata, masjid telah penuh dengan sekelompok manusia, mereka adalah para Nabi yang diutus oleh Allah. Azan dan iqamah berkumandang, lalu mereka berdiri bersaf-saf menunggu siapakah yang akan menjadi imam mereka. Lalu Jibril a.s. memegang tangan Rasulullah saw dan menyuruh beliau maju menjadi imam untuk solat dua rakaat.

Selesai solat, Rasulullah saw merasa haus, lalu Jibril a.s. membawakan dua wadah berisi khamar dan susu. Rasulullah saw memilih wadah berisi susu dan meminumnya. Jibril a.s. berkata, “Sungguh anda telah memilih fitrah yaitu al Islam, jika anda memilih khamar niscaya umat anda akan menyimpang dan sedikit yang mengikuti syariat Nabi.”

Dalam Surah An-Najm ayat 13-18, “Dan sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain. (Yaitu) di Sidratil Muhtaha. Di dekatnya ada syurga tempat tinggal. (Muhammad melihat Jibril) ketika Sidratul Muntaha diliputi oleh sesuatu yang meliputinya Penglihatannya (Muhammad) tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauinya. Sesungguhnya dia telah melihat sebahgian tanda-tanda (kekuasaan) Tuhannya yang paling besar”.

Maka tibalah saatnya Rasulullah saw melakukan perjalanan mi’raj bersama Jibril a.s. menembus langit untuk berjumpa Sang Khaliq.Ketika Rasulullah saw dan Jibril a.s. sampai di depan pintu langit pertama, berdiri malaikat bernama Ismail. Malaikat Jibril a.s. meminta izin agar pintu langit pertama dibuka. Setelah mengetahui kedatangan Rasulullah saw, malaikat pun menyambut dan memuji beliau dengan berkata, “Selamat datang, semoga keselamatan menyertai anda wahai saudara dan pemimpin, andalah sebaik-baik saudara dan pemimpin serta paling utamanya makhluk yang datang.”

Pada langit pertama, Rasulullah saw bertemu Nabi Adam dengan bentuk dan rupa sebagaimana pertama kali Allah menciptakannya. Nabi saw bersalam kepadanya, Nabi Adam menjawab salam beliau seraya berkata, “Selamat datang wahai anakku yang soleh dan Nabi yang soleh.” Di kedua sisi Nabi Adam a.s.  terdapat dua kelompok, jika melihat ke arah kanannya, beliau tersenyum dan berseri-seri, tapi jika memandang kelompok di sebelah kirinya, beliau menangis dan bersedih. Kemudian Jibril a.s. menjelaskan kepada Rasulullah saw, bahawa kelompok di sebelah kanan Nabi Adam a.s. adalah anak cucunya yang bakal menjadi penghuni surga, sedangkan yang dikirinya adalah calon penghuni neraka.

Kemudian Rasulullah saw melanjutkan perjalanannya di langit pertama ini, tiba-tiba pandangannya tertuju pada kelompok manusia yang dihidangkan daging panggang dan lazat di hadapannya, tapi mereka lebih memilih untuk menyantap bangkai. Ternyata mereka adalah manusia yang suka berzina, meninggalkan yang halal untuk mereka dan mendatangi yang haram.

Kemudian di hadapan Rasulullah saw ternampak suatu kaum dengan perut besar seperti rumah yang penuh dengan ular-ular. Jibril a.s. menjelaskan bahwa mereka adalah manusia yang suka memakan riba. Rasulullah saw juga menemui suatu kaum, daging mereka dipotong-potong lalu dipaksa agar memakannya, lalu dikatakan kepada mereka, “makanlah daging ini sebagaimana kamu memakan daging saudaramu di dunia, yakni menggunjing atau berghibah.”

Setelah itu, Rasulullah saw dan Jibril a.s. naik ke langit kedua dan disambut kedatangannya oleh para malaikat. Di langit kedua, Rasulullah saw bersalam kepada Nabi Isa a.s, dan disambut, “Selamat datang wahai saudaraku yang soleh dan Nabi yang soleh.”

Selanjutnya di langit ketiga, Rasulullah saw bersalam kepada Nabi Yusuf a.s. dan disambut, “Selamat datang wahai saudaraku yang soleh dan Nabi yang soleh.” 

Ketika tiba di langit keempat, Rasulullah saw bersalam kepada Nabi Idris a.s. dan disambut, “Selamat datang wahai saudaraku yang soleh dan Nabi yang soleh.”

Di langit kelima, Rasulullah saw bersalam kepada Nabi Harun a.s. dan disambut, “Selamat datang wahai saudaraku yang soleh dan Nabi yang soleh.” Sampai di langit keenam, Rasulullah saw bersalam kepada Nabi Musa a.s. dan dijawab oleh beliau disertai dengan doa. Setelah itu Nabi Musa a.s. berkata, “Manusia mengaku bahwa aku adalah paling mulia di sisi Allah, padahal dia (Rasulullah saw) lebih mulia di sisi Allah daripada aku.”

Memasuki langit ketujuh, Rasulullah saw berjumpa Nabi Ibrahim a.s. sedang duduk di atas kursi yang terbuat dari emas di sisi pintu surga sambil menyandarkan punggungnya pada Baitul Makmur, dan disekitarnya berkumpul umatnya. Rasulullah saw bersalam dan dijawab dengan salam dan doa serta sambutan yang baik, serta sebuah pesan, “Perintahkanlah umatmu untuk banyak menanam tanaman syurga, sungguh tanah syurga sangat baik dan sangat luas.” Rasulullah saw bertanya, “Apakah tanaman surga itu?” Nabi Ibrahim a.s. menjawab, “(Subhanallah walhamdulillah, wa la ilaha illallah allahu akbar) Laa haula wa laa quwwata illa billahil ‘aliyyil ‘adziim.”

Kemudian Rasulullah saw diangkat hingga ke Sidratul Muntaha, sebuah pohon teramat besar sehingga seorang penunggang kuda yang cepat tidak akan mampu untuk mengelilingi bayangan di bawahnya sekalipun memakan waktu 70 tahun. Dari bawahnya memancar sungai air yang tidak berubah bau, rasa, dan warna, sungai susu yang putih bersih serta sungai madu yang jernih. Penuh dengan hiasan permata zamrud sehingga tidak seorangpun mampu melukiskan keindahannya.

Rasulullah saw dihadapkan pada telaga Al-Kautsar, telaga khusus milik Rasulullah saw. Setelah itu, Rasulullah saw memasuki syurga dan melihat berbagai macam kenikmatan yang belum pernah dipandang mata, didengar telinga, dan terlintas dalam hati setiap insan.

Begitu pula dinampakkan kepada Rasulullah saw neraka yang dijaga oleh malaikat Malik, malaikat yang tidak pernah tersenyum sedikitpun dan nampak kemurkaan di wajahnya.

Diriwayatkan, setelah Rasulullah saw melihat syurga dan neraka, Allah kembali mengangkat beliau ke Sidratul Muntaha. Pada saat inilah Jibril a.s. mundur dan membiarkan Rasulullah saw berjalan seorang diri untuk berjumpa dengan Sang Khaliq. Rasulullah saw berjalan menuju tempat yang tidak seorang makhlukpun diizinkan berdiri disana, tempat yang tidak seorangpun makhluk mampu mencapainya, beliau melihatNya dengan mata beliau yang mulia dan bersujud di hadapan Allah.

Allah berfirman, “Wahai Muhammad.” “Labbaik wahai Rabbku,” sabda beliau. “Mintalah sesuka hatimu,” firmanNya.Nabi bersabda, “Ya Allah, Engkau telah menjadikan Ibrahim sebagai Khalil (kawan dekat), Engkau mengajak bicara Musa, Engkau berikan Dawud kerajaan dan kekuasaan yang besar, Engkau berikan Sulaiman kerajaan agung lalu ditundukkan kepadanya jin, manusia, dan syaitan serta angin, Engkau ajarkan Isa at Taurat dan Injil dan Engkau jadikan dia dapat mengobati orang yang buta dan sakit serta menghidupkan orang yang mati.”

Allah berfirman, “Sungguh Aku telah menjadikanmu sebagai kekasihKu.” Diriwayatkan dari Anas bin Malik, bahwa Rasulullah saw bersabda, “Kemudian Allah mewajibkan kepadaku (dan umat) 50 solat sehari semalam, lalu aku turun kepada Musa (di langit ke enam), lalu dia bertanya, “Apa yang telah Allah wajibkan kepada umat anda?” Nabi Muhammad saw menjawab, “50 solat.”

Nabi Musa a.s. berkata, “Kembalilah kepada Rabbmu dan mintalah keringanan sebab umatmu tidak akan mampu untuk melakukannya.” Maka Nabi Muhammad saw kembali kepada Allah agar diringankan untuk umatnya, lalu diringankan menjadi 45 solat.

Di langit keenam, Nabi Musa kembali berkata, “Sungguh umatmu tidak akan mampu melakukannya, maka mintalah sekali lagi keringanan kepada Allah.” Maka Nabi Muhammad saw kembali lagi kepada Allah, dan demikianlah terus aku kembali kepada Musa dan kepada Allah sampai akhirnya Allah berfirman, “Wahai Muhammad, itu adalah kewajipan 5 solat sehari semalam, setiap satu solat seperti dilipatgandakan menjadi 10, maka jadilah 50 solat.”

Nabi Musa a.s. tetap berkata, “Kembalilah kepada Rabbmu agar minta keringanan” Maka Rasulullah saw berkata kepada Nabi Musa a.s. “Aku telah berkali-kali kembali kepadaNya sampai aku malu kepadaNya.” Maka Rasulullah saw secara langsung telah menerima perintah solat, dan beliau turun sampai akhirnya menaiki buraq kembali ke kota Makkah al Mukarramah sebelum fajar.