CintaNya kepadaku jauh lebih dulu ada, dibandingkan cintaku kepadaNya, dan Dia sudah menemukanku, sebelum aku mencariNya (Abu Yazid Al-Bustami qs)

31 Mei 2014

Kisah Suhaib ar-Rumi Radhiallahu ‘Anhu



Suhaib ar-Rumi radhiallahu ‘anhu adalah salah seorang di antara sahabat senior Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang mungkin tidak dikenal oleh banyak kaum muslimin. Ia merupakan as-sabiquna-l awwalun (orang-orang yang pertama memeluk Islam). Saat jumlah kaum muslimin masih sekitar 30-an orang, Suhaib telah menyatakan keislamannya di hadapan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam keadaan takut akan ancaman kafir Quraisy Mekah.

Suhaib bukanlah penduduk asli Mekah, ia adalah perantau yang datang ke Kota suci tersebut dari kampung halamannya di Bashrah. Nama belakangnya ar-Rumi yang artinya orang Romawi, juga bukanlah menunjukkan jati dirinya yang asli, karena dia adalah orang Arab.

Lalu, bagaimana kisah Suhaib bisa sampai ke Mekah?  Mengapa nama belakangnya ar-Rumi padahal ia orang Arab? Dan bagaimana kisah keislamannya? Simak kisahnya berikut ini.

Latar Belakang
Suhaib adalah anak dari salah seorang hakim di wilayah dekat Bashrah. Saat orang-orang Romawi menyerang daerah tersebut, Suhaib pun menjadi seorang budak Romawi. Ia tumbuh besar di wilayah Romawi tersebut, karena itulah ia dipanggil Suhaib ar-Rumi.

Nama aslinya adalah Suhaib bin Sinan bin Malik, kun-yahnya Abu Yahya. Banyak versi tentang nama aslinya, ada yang mengatakan Khalid bin Abdu Amr bin Aqil, ada juga yang mengatakan Thufail bin Amir bin Jandalah bin Saad bin Khuzaimah. Namun, insya Allah yang lebih tepat Suhaib bin Sinan bin Malik adalah nama asli beliau radhiallahu ‘anhu.

Ternyata, kisah pilunya sebagai budak membawanya kepada suatu hikmah yang tidak dia sangka-sangka. Seorang penjual budak menjualnya kepada salah satu orang kaya Mekah, namanya Abdullah bin Jad’an. Beberapa lama bersama tuan barunya tersebut, Suhaib memperlihatkan kualitas diri yang menunjukkan dia tidak layak menjadi seorang budak. Ia memiliki kecerdasan, etos kerja yang tinggi, dan ketulusan hati. Lalu Abdullah bin Jad’an pun membebaskan Suhaib ar-Rumi, dan berubahlah statusnya dari seorang budak menjadi orang merdeka. Setelah merdeka, Suhaib memulai jalan hidupnya di Mekah sebagai pedagang sehingga ia menjadi salah seorang pedangang yang sukses di Ummul Qura tersebut.

Memeluk Islam
Ammar bin Yasir mengisahkan:

Aku berjumpa dengan Suhaib bin Sinan di depan pintu rumah al-Arqam, saat itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berada di dalam rumah itu. Aku berkata kepada Suhaib, “Apa yang kau inginkan?” Namun Suhaib malah balik bertanya, “Kamu juga, apa yang kau inginkan?” Lalu kujawab, “Aku ingin masuk ke dalam rumah ini menemui Muhammad, lalu mendengarkan apa yang ia sampaikan.” Kata Suhaib, “Aku juga menginginkan hal yang sama.”

Ammar melanjutkan, “Kami berdua pun masuk ke dalam rumah al-Arqm, lalu menyatakan keislaman kami. Lalu kami berdiam di rumah hingga tiba sore hari, kemudian keluar dari rumah dalam keadaan takut.”

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

السباق أربعة: أنا سابق العرب، وصهيب سابق الروم، وبلال سابق الحبشة، وسلمان سابق الفرس
“Empat orang pendahulu: Aku adalah yang paling awal dari kalangan Arab, Suhaib paling awal dari kalangan Romawi, Bilal paling awal dari orang-orang Habasyah, dan Salam yang paling awal dari orang Persia.”

Kedudukan Suhaib
Salah satu peristiwa yang paling terkenal dan sangat mengagumkan dari perjalanan hidup Suhaib adalah kisah hijrahnya beliau radhiallahu ‘anhu. Sebagaimana telah disebutkan, Suhaib adalah seorang yang tidak memiliki apa-apa, lalu datang ke Mekah dan menjadi salah seorang pedagang yang kaya. Lalu datanglah panggilan hijrah, dan Suhaib pun menyambut panggilan tersebut.

Saat dalam perjalanan dari Mekah menuju Madinah, Suhaib dicegat oleh orang-orang Mekah. “Wahai Suhaib, engkau datang kepada kami dalam keadaan miskin dan hina, kemudian hartamu menjadi banyak setelah tinggal di daerah kami. Setelah itu terjadilah di antara kita apa yang terjadi (perselisihan karena Islam). Engkau boleh pergi, tapi tidak dengan semua hartamu.” Suhaib pun meninggalkan hartanya tanpa ia pedulikan sedikit pun.

Kemudian sampailah Suhaib di Madinah, lau ia berjumpa dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang langsung mengucapkan,

ربح البيع أبا يحيى.. ربح البيع أبا يحيى
“Perdagangan yang amat menguntungkan wahai Abu Yahya, perdagangan yang amat menguntungkan wahai Abu Yahya.”

Suhaib berkata, “Wahai Rasulullah, tidak ada seorang pun yang melihat apa yang kualami.” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Jibril yang memberi tahuku.”

Lalu turunlah ayat,

وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَشْرِي نَفْسَهُ ابْتِغَاءَ مَرْضَاتِ اللَّهِ وَاللَّهُ رَءُوفٌ بِالْعِبَادِ
“Dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya karena mencari keridhaan Allah; dan Allah Maha Penyantun kepada hamba-hamba-Nya.” (QS. Al-Baqarah: 207)

Suhaib dikenal sebagai seorang sahabat yang sangat dermawan dan sangat suka memberi orang-orang miskin makan. Saking rajinnya Suhaib dalam bersedakah, sampai-sampai Umar bin Khattab menganggapnya mubadzir (karena sedekah tidak tepat sasaran .pen). Kata Umar, “Wahai Suhaib, aku tidak melihat kekurangan pada dirimu kecuali dalam tiga hal: (1) Engkau menisbatkan diri sebagai orang Arab, padahal logatmu logat Romawi, (2) engkau berkun-yah dengan nama Nabi, (3) dan engkau orang yang mubadzir.”  Suhaib menanggapi, “Aku seorang yang mubadzir? Tidaklah aku berinfak kecuali dalam kebenaran. Adapun kun-yahku, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri yang memberinya. Dan logatku logat Romawi, karena sejak kecil aku ditawan orang-orang Romawi. Sehingga logat mereka sangat berpengaruh padaku.” Saat Umar wafat, beliau mewasiatkan agar Suhaib yang menjadi imam shalat jenazahnya.

Ia juga selalu turut serta dalam peperangan yang diikuti oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam

Wafatnya
Suhaib wafat di Kota Madinah pada bulan Syawal tahun 38 H. Saat itu usia beliau 70 tahun. Semoga Allah Ta’ala meridhai beliau dan menempatkannya di dalam surga yang penuh dengan kenikmatan.

Penutup
Kisah awal perjalanan hidup Suhaib radhiallahu ‘anhu sama halnya dengan apa yang terjadi dengan Nabi Yusuf ‘alaihissalam. Beliau awalnya orang yang merdeka, lalu dijadikan budak dan dijual kepada salah seorang pembesar di negeri Mesir sampai akhirnya menjadi pemimpin di negeri tersebut.

Dari sini dapat kita petik pelajaran, terkadang Allah menimpakan sebuah musibah kepada kita, namun musibah tersebut adalah jalan yang harus kita lalui menjadi orang yang lebih baik atau bahkan orang yang hebat. Nabi Yusuf tidak akan menjadi pembesar di negeri Mesir seandainya beliau tidak menempuh perjalanan hidup menjadi seorang yang disisihkan saudaranya. Suhaib tidak akan mulia menjadi seorang muslim dan sahabat Rasulullah, jika ia tidak menempuh perjalanan hidup menjadi budak yang mengatarkannya ke Mekah hingga bertemu dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Oleh karena itu, janganlah kita berprasangka buruk kepada Allah atas musibah yang menimpa kita. Bisa jadi Allah simpan hikmah yang besar atau Allah persiapkan sesuatu yang istimewa di balik musibah yang kita derita.

Sumber: islamstory.com

24 Mei 2014

Tentang Kitab Dalail Khoyrot


dari perkatakataan
Mawlana Syaikh Muhammad Nazim Adil al-Haqqani qs

Saya selalu membaca Dalail Khoyrot, dan saya telah membacanya selama 70 tahun. Tetapi saat itu masih belum terbuka seperti ketika saat ini saya membacanya. Ajaib, semoga Allah senantiasa mensucikan rahasia Hazrat Imam Jazuli (ra), Masya Allah dia bagaikan naga bagi spiritual.

Imam Jazuli qs, beliau adalah seseorang yang dibentuk dengan cinta yang luar biasa kepada Nabi (saw). Tetapi lihatlah dizaman ini, manusia kehilangan rasa hormat dan kehilangan rasa cinta kepada Nabi Muhammad (saw), oleh sebab itu mereka terjatuh kedalam berbagai masalah. Jika mereka memiliki rasa hormat dan cinta kepada Nabi (saw) maka berbagai masalah dan penderitaan tak akan pernah menyentuh dan mengenai mereka, baik didunia ini maupun di akhirat kelak.

Rasa Hormat dan Cinta kepada Rasulullah (saw) akan melindungi kalian didunia ini dan di akhirat kelak dan mereka akan dikaruniakan tingkatan spiritual yang tinggi didunia dan di akhirat. Tetapi manusia saat ini telah kehilangan anugerah berharga ini. Mereka lebih memilih membaca Surat Kabar, menonton TV dan Film yang tidak memberikan mereka keuntungan apapun.

Oleh karena itu hari ini banyak manusia mengalami kesedihan dan terjatuh kedalam penderitaan yang luar bisa berat dengan berbagai musibah, sehingga mereka mengatakan lebih baik aku mati, aku sudah tidak tahan hidup untuk meraskan penderitaan yang telah mencapai puncaknya ini. Semoga Allah (swt) tidak menggolongkan kita semua menjadi golongan orang-orang yang seperti ini. Allahu Akbar.

Hikmah dan Rahasia Dalail Khoyrot tidak pernah terbuka sedemikian besar seperti saat ini ketika aku membacanya. Sungguh ajaib, ajaib. Dan mereka mengira kitab Dalail Khoyrot ini hanya seperti buku-buku biasa. Hazrat Imam Jazuli (ra) ketika menulis Kitab ini mendapatkan inspirasi Ilahiah, maka lihatlah betapa ajaibnya susunan kalimat didalam Kitab Dalail Khoyrot ini. Oleh karena itu seluruh guru-guru (Masyaikh Naqshbandi) memerintahkan kita untuk membaca kitab Dalail Khoyrot ini.

Maka bacalah Dalail Khoyrot dan selamatkan dirimu. Lihatlah betapa indahnya Kitab Dalail Khoyrot, Aman Yaa Rabbi. Kita masih belum dapat melihat keseluruhan hikmah didalamnya. Ketika kita membaca Dalail Khoyrot kita tidak dapat melihatnya, dan kita tidak mengetahui apakah arti dari setiap kata-katanya. Tetapi mereka yang mengetahuinya mereka sangat menikmatinya dengan berbagai rasa yang sangat indah. Sangat ajaib. Apakah engkau membaca Kitab Dalail Khoyrot? (Yaa Mawlana).

Bacalah dan perhatikanlah, betapa indah dan ajaibnya kitab ini. Hajjah Aminah qs (almarhumah istri Mawlana Syaikh Nazim qs) telah menulis biografi tentang Hazrat Imam Jazuli (ra) dengan sangat indahnya. Dan tebal buku tersebut yang dikomentari oleh Kara Daud hampir setebal seperti ini (30-40 cm) dalam bahasa Turki. Tetapi sesungguhnya lebih banyak lagi yang termuat didalamnya, Allahu Akbar. Sungguh kita telah membuang banyak waktu kita untuk hal yang sia-sia tanpa menyadarinya.

Kita berlomba-lomba dan berjuang menghabiskan waktu kita untuk sesuatu yang tidak berguna dan sia-sia. Aman Yaa Robbi, Taubat Yaa Robbi. Lihatlah, ini semua terbuka dibulan Muharram yang Mulia. Ini telah terbuka, telah terbuka. Sungguh aku ingin bertemu seorang suci seperti Hazrat Imam Jazuli (ra) dan berada didalam majelisnya sucinya, memujinya, takzim kepadanya dengan mendengarkannya. Tetapi bagaimana orang seperti kami ini dapat mencapainya? Manusia seperti saya yang hanya bagaikan sampah didunia ini.

Orang-orang Suci para Wali Allah (Awliya) mereka semua membaca Dalail Khoyrot. Siapapun yang tidak membaca Dalail Khoyrot sesungguhnya mereka tidak memilki cinta, tidak memilki gairah dan semangat yang besar untuk mencintai Nabi (saw) dan tidak sempurna dalam keimanannya. Hati mereka kering, bagaikan seonggok daging kering. Oleh karena itu bacalah Dalail Khoyrot. Jika seseorang memebaca Dalalil Khoyrot, maka tidak akan ada masalah, kesedihan dan penderitaan yang menimpa dirinya. Ini sebuah kepastian, tidak akan ada masalah berat yang akan menimpa dirinya.

Bagi mereka yang telah mengetahui bagaimana cara membaca Dalail Khoyrot, maka mereka harus membacanya, dan mereka yang belum mengetahuinya mereka harus mendengarkan di majlisnya bersama-sama

22 Mei 2014

Sejarah Perkembangan Tassawuf dan Para Sufi dari Zaman Rasulullah SAW



1. Tasawuf di masa Nabi Muhammad S.A.W.
Nabi Muhammad merupakan sumber ajaran Islam baik sebagai penyampai risalah dan juga teladan sempurna bagi kehidupan manusia. Oleh karenanya pastilah beliau juga merupakan tokoh spiritual yang paling sempurna. Hal ini bisa kita lihat dalam silsilah kepemimpinan thariqah dimana semuanya bermuara pada Nabi Muhammad S.A.W.

2. Tasawuf di abad 1 Hijriah
Di abad 1 Hijriah istilah tasawuf belum muncul sebagai satu diskursus, oleh karena itu belum muncul pula apa yang disebut dengan istilah Sufi, walaupun kita tahu bahwa para sahabat Nabi yang setia mengikuti ajaran-ajaran beliau pasti juga mengmalkan apa yang beliau lakukan termasuk juga dalam kehidupan spiritualnya. Salah satu buktinya masuknya Ali bin Abi Thalib sebagai salah satu kepemimpinan dalam thariqah setelah Nabi Muhammad S.A.W. Begitu juga para sahabat  yang lain seperti Salman al-Farisi.

3. Para Sufi di abad 2 Hijriah
Dalam buku al-Luma’ ( Abu Nashr Sarraj ath-Thusi) disebutkan bahwa baru pada abad 2 H. Inilah istilah Sufi muncul. Dan para Sufi yang hidup di abad 2 H antara lain :
  •  Hasan al-Bashri ( 26 H – 110 H), beliau menulis sebuah kitab yang berjudul “Ri’ayat Huquq Alah” (Menjaga Hak-Hak Allah)
  • Malik bin Dinar yang terkenal dengan kezuhudanan nya( w. 135 H )
  •  Ibrahim bin Adham ( w.161 H ), kisah hidupnya mirip dengan kisah hidup sang Budha Gautama, dan para Sufi sangat menekankan tokoh penting ini.
  •  Rabi’ah Al-Adawiyah, tokoh sufi wanita yang sangat terkenal.
  •  Ma’ruf al-Kharkhi, salah satu murid Imam Ali Al-Ridha. Beliau termasuk salah satu silsilah dalam tarekat.
  • Fudhayl ibn ‘ Iyadh, salah seorang murid dari Imam Ja’far Ash-Shadiq. Konon, awalnya beliau adalah seorang perampok. Suaru malam ketika ia mau merampok, ia mendengar korban sedang membaca Al-Qur’an, akhirnya ia bertaubat.

4. Para Sufi di abad 3 H
  • Abu Yazid Al-Bistami (Bayazid) (w. 261 H). Sebagai sufi pertama yang memperkenalkan secara terang-terangan tentang fana’ dan baqa’ dan terkenal dengan syathahat (ungkapan ekstatiknya) yaitu “ Aku keluar dari ke-Bayazid-an laksana seekor ular keluar dari kulitnya”. Dalam penjelasan yang lain beliau terkenal dengan syathahatnya “Subhani”.
  • Bisyr Al-Hafi (w.226 H/227 H), salah seorang murid dari Imam Musa bin Ja’far. Beliau adalah seorang Sufi yang tadinya hidup kotor kemudian bertaubat.
  • Sari Al-Saqati ( w.245 H / 250 H). Beliau murid Ma’ruf Al-Kharkhi. Yang menarik dari kehidupan beliau adalah beliau beristighfar selama 30 tahun gara-gara mengucapkan alhadulillah karena dalam kebakaran hebat di kota Baghdad tokonya tidak terbakar.
  • Harist Al-Muhasibi ( w. 223 H) . Disebut Al-Muhasibi karena ketekunannya melakukan instropeksi diri (muhasabah).
  • Junayd Al-Baghdadi ( w.297). Beliau murid dari Sari Al-Saqati dan juga Harits Al-Muhasibi. Beliaulah sufi dizamannya yang tidak mau berpakaian ala sufi, dan bahkan berpakaian ala fuqaha, karena beliau beranggapan bahwa nilai tasawuf bukanlah pada jubah tapi pada cahaya hati.
  • Dzun Nun Al-Misri( w.246 H) Beliaulah yang pertama kali memakai bahasa simbolik untuk menjelaskan berbagai persoalan mistik, misalnya dengan syair , yang hanya difahami oleh beberapa orang saja.
  • Sahl Al-Tustari ( w.282 H) Prinsip tasawufnya adalah memerangi hawa nafsu.
  • Husayn ibn Mansur Al-Hallaj ( w.309) Beliau sangat terkenal dengan syathahatnya “Ana Al-Haq”, dan karena ucapan-ucapan ekstatiknyalah beliau dieksekusi. Seorang penyair yang bernama Hafizhmenulis dalam syairnya : Itu teman kita yang digantung di atas salib. Kesalahannya, ia suka membocorkan berbagai rahasia.


5. Para Sufi di abad 4 H
  • Abu Bakar Al-Syibli (w.334 H) Beliau murid Junayd Al-Baghdadi, dan banyak menulis syair- syair sebagai bahasa simbolik dalam persoalan mistik.
  • Abu Nashr Sarraj Al-Thusi  Pengarang kitab terkenal Al-Luma’ yang merupakan buku pokok tasawuf klasik yang andal.
  • Abu Thalib Al-Makki (w. 386 H) Beliau penulis buku Qut Al-Qulub ( Santapan Kalbu)


6. Para Sufi abad ke 5 H
  • Abu Al-Hasan ‘Ali ibn ‘Utsman Al-Hujwiri (w. 470 H), pengarang buku Kasyf Al-Mahjub.
  • ‘Abdullah Al-Anshari  (w.481), penulis buku terkenal Manazil As-Sairin, sebuah buku tentang perjalanan ruhani, merupakan salah satu buku tasawuf yang paling baik dan banyak pensyarahnya.
  • Abu Hamid Muhammad Al-Ghazali (w.505H), Penulis buku terkenal “Ihya ‘Ulum Al-Din” ( Menghidupkan Ilmu-Ilmu Agama), yang merupakan hasil tulisannya selama beliau mengasingkan diri untuk penyucian diri.


7. Para Sufi abad 6 H
  • Ayn Al-Qudhat Al-Hamadani ( w. 525 H/530 H) Beliau sama dengan Al-Hallaj yang banyak menyampaikan ungkapan syathahatnya, dan karena itu beliau dihukum mati.
  • Abdul Qadir Al-Jilani ( w. 560/561 H). Sebuah tarekat besar dinisbahkan kepada beliau yaitu Tarekat Qadiriyah.
  • Ruz Bihan Baqli Al-Syirazi (w. 606 H), karena sering mengungkapkan ucapan ekstatiknya beliau dijuki “ Syaikh Syaththah”


8. Para Sufi abad ke 7 H
  • Fariddudin Al-’Aththar (w.626 H/628H). Penuis buku terkenal Tadzkirah Al-Awliya’, yang berisi riwayat hidup dan karakter para sufi- yang dimulai dari Imam Ja’far Shadiq dan diakhiri dengan Imam Muhammad Baqir. Juga kitab Mantiq Ath-Thayr, pengembaraan 7 kota cinta, yang mana Rumi mengatakan Aththar sudah sampai ke 7 kota cinta, sementara kami baru sampai di sebuah sudut gang.
  • Syihabuddin Suhrawardi (w.630H), penulis buku ‘Awarif Al-Ma’arif’.
  • Ibn Faridh Al Mishri (w.632 H), penulis sajak sufistik yang terkenal, Diwan. Sajak-sajaknya ditulis dalam keadaan ekstase , karena beliau sering dikuasai ekstase ketimbang normal.
  • Muhyiddin Ibn Arabi ( w.638), penulis kitab terkenal Futuhat Makkiyah dan Fusus Al-Hikam. Peletak dasar teori –teori tasawuf dengan corak filosofisnya.
  • Shadruddin Muhammad Al-Qunawi (w. 672 /673 H), beliau adalah murid dan pensyarah karya2 Ibn Arabi.
  • Mawlana Jalaluddin Rumi ( w.672 H), penulis buku terkenal Matsnawi dan Diwan-e Syams Tabriz , merupakan karya persembahan untuk sang guru Syams Al-Tabriz.


9. Sufi abad 8 H
  • Sayyid Haydar Amuli , penulis buku terkenal Jami’ Al-Asrar dan Inner Secre.t of the Path
  • Abdul Karim Al-Jilli (w.805 H ) penulis buku terkenal Al Insan al-Kamil.


10. Sufi abad 9 H
  • Nurudi Abdurahman Jami’ ( w. 898 H ), seorang penyair terkemuka, salah satu buku beliau adalah cerita cinta sufistik Yusuf dan Zulaikha .


21 Mei 2014

Habib Luthfi : Setiap orang bisa Membahagiakan Nabi sesuai Profesinya



Tidak usah hawatir, kalau mau memikirkan bagaimana bisa membahagiakan Nabi Saw (sepertt Maulid, ngajar dll) Allah pasti memudahkan, mengatur segalanya

Mencintai Nabi, berarti juga harus mencintai orang yang dicintai beliau: keluarganya, sahabat & para ulama yang salih. Terutama ikuti ajaran mereka.

Sayyidina Ali tidak hanya beristri S. Fatimah demi menjaga hati putri tercinta Nabi saw. Dan tentu demi menjaga perasaan Nabi Saw.

Nabi saw tidak pernah meminta umatnya memberi imbalan atas jasanya. Kecuali: " ... kasih sayang dalam kekeluargaan". (Qs. Al-Syura: 23).

Adalah aneh jika ada sekelompok umat Islam yang berusaha membuktikan bahwa paman Nabi,Kedua orang tua Nabi Wafat sebelum Islam. Ini melukai hati Nabi

Apakah Nabi tidak terluka? Nabi berduka saat putranya Ibrahim & Qasim wafat, Nabi lara (sakit) saat disebut 'abtar'; tak berketurunan (Qs. Al-Kautsar)

Tidak cukup berusaha membuktikan sesuatu yang akan melukai Nabi, sekelompok orang ini juga melarang umat memuji/menyanjung/mengingat Nabinya. Ajaib.

Semasa hidup, Nabi mengijinkan Kaab bin Zuhair melantukan puisi yang menyanjung akhlaknya yang terpuji. Bahkan Nabi menyuruh sahabat mendengar dengan seksama

Bangsa lain sudah sampai ke antariksa, membuat nuklir, mengembangkan teknologi, kita masih ribut maulid, tahlil boleh apa tidak. LUAR BIASA.

Sehingga energi tidak bisa kita fokuskan untuk memajukan bangsa ini, menyiapkan generasi penerus. Yang ada rebutan masjid, ribut halal-haram

Bangsa yg dihuni muslim terbesar di dunia ini sudah tidak punya apa-apa lagi. Beras impor, garam, bahkan tusuk gigi juga impor. Teknologi terlalu muluk.

Ayo mari bangkit, eratkan persatuan dan kesatuan. Jangan mudah terpecah belah. Kecintaan pada agama dan Negara harus melebihi partai & kelompok.

Para pemuda/i kita besarkan hatinya. Kita dukung. Yang sudah jadi dokter ayo ambil spesialis, ambil Fisika, Kimia, Pertanian dll.

Setiap orang bisa membahagiakan Nabi sesuai dengan profesinya masing-masing. Pelajar, santri, mahasiswa belajar yang baik, pejabat pikirkan rakyat...


Kultweet Habib Lutfi bin Yahya

20 Mei 2014

Batal Masuk Neraka Karena Sahabat Saleh



Di dalam Kitab Durratun Nashihin karya Syekh Utsman bin Hasan bin Ahmad Asy Syakir Al Khaubawiyiyi diceritakan bahwa ada dua orang yang bersahabat karib di dunia. Namun, ketika meninggal dunia, keduanya mendapatkan perlakuan yang tidak sama. 

Satu orang dari keduanya adalah orang saleh yang meninggal dunia dengan tenang. Seumur hidupnya diisi dengan amal ibadah dan perbuatan baik. Sementara itu, yang satunya banyak menghabiskan waktunya di dunia dengan perbuatan maksiat dan melanggar perintah Allah SWT.

Dijelaskan dalam kitab tersebut, ketika orang saleh itu meninggal dunia, ia diterima oleh Malaikat Ridwan dengan rasa hormat.
Sambil membungkuk, Malaikat Ridwan berkata,
"Silahkan Tuan masuk surga yang merupakan hak Tuan. Saya antarkan sampai ke pintu gerbangnya."

Menolong Sahabat
Dengan rasa penuh suka cita, orang saleh itu melangkah menuju surga. Namun, tiba-tiba ia tersentak kaget, lalu menghentikan langkahnya. Ia mendengar suara yang sudah sangat dikenalnya,
"Sahabatku, tolongah aku. Atas nama persahabatan kita yang akrab, selamatkanlah aku dari neraka, "begitu suara itu yang terus menerus memanggil orang saleh tersebut.

Orang saleh tersebut memperhatikan sekeliling dan mencari-cari asal suara itu. Dilihatnya ada seorang laki-laki sedang diseret-seret menuju neraka oleh Malaikat Malik yang wajahnya begitu menakutkan.
"Ya Allah, laki-laki itu adalah sahabatku semasa hidup di dunia dulu, "guman orang saleh itu.

Karena merasa prihatin dengan apa yang dialamioleh sahabatnya itu, orang saleh tersebut akhirnya tidak mau masuk ke surga. Ia malah minta untuk diantarkan ke neraka.
"Antarkanlah saya ke neraka, "pinta orang saleh itu kepada Malaikat Ridwan.

Mendengar pernyataan itu, Malaikat Ridwan terperanjat kaget. Dan dengan keras dia menolak permintaan orang saleh itu.
"Bagaimana saya akan membawa Tuan ke neraka, padahal saya diperintahkan mengantar Tuan ke surga? Silahkan Tuan, tidak usah ragu-ragu. Surga yang indah itu milik Tuan dan saya akan melayani Tuan secara baik-baik, "jelas Malaikat Ridwan meyakinkan orang saleh tersebut.

"Aku tidak membutuhkan surga maupun pelayananmu. Bawalah saya ke neraka, "ujar orang saleh itu dengan suara agak keras.

Karena merka saling bersitegang dengan pendiriannya masing-masing, maka terdengarlah sebuah suara gaib Yang Maha Agung.
"Wahai malaikatku, sebenarnya Aku telah mengetahui apa yang tersembunyi di balik dada hambaKu yang saleh ini.amun, agar lebih jelas bagimu, tanyakan sendiri kepadanya kenapa ia memilih neraka daripada surga, "kata suara itu.

Malaikat Ridwan segera memenuhi perintah itu dan bertanya,
"Mengapa Tuan lebih menyukai neraka daipada surga?"
"Engkau lihat orang yang sedang diseret-seret menuju neraka itu? Ia adalah sahabatku selama hidup di dunia. Ia menjerit-jerit minta tolong agar aku membebaskannya dari ancaman neraka. Aku sadar sepenuhnya, tidak mungkin aku yang lemah ini menyelamatkannya dari neraka dan membawanya ke surga. Karena itu, lebih baik aku yang ke neraka agar dapat bersama-sama dengannya, "ujar orang saleh itu.

Ikut Menuju Surga
Mendengar jawaban ini, Malaikat Ridwan semakin kaget dan terharu. 

Kemudian terdengarlah suara gaib kembali.
"Wahai hambaKu yang saleh, dengan segala kelemahanmu, engkau rela masuk neraka untuk bersama-sama dengan sahabatmu yang telah menemanimu sebentar saja di dunia. Padahal, sepanjang umurmu, engkau begitu taat dan berbakti kepadaKu, memujaKu sebagai Tuhanmu. Bagaimana Aku rela membiarkanmu masuk neraka? Karena itulah Aku hadiahkan sahabatmu itu untukmu, dan ajaklah dia masuk surga bersamamu. Inilah ganjaran yang sepadan bagimu, "terang suara itu.

Maka, dengan ke-Maha Pengampunan Allah SWT kepada makhlukNya itu, kedua sahabat karib tersebut akhirnya diantarkan ke surga dan masuk ke dalamnya. Ahli maksiat itu mendapatkan hikmah berupa kenikmatan lantaran dirinya berkumpul dan bersahabat dengan orang saleh semasa hidupnya di dunia.

Wallahu A'lam....



Kisah Imam Al-Ghazali Berguru Kepada Tukang Sol Sepatu



Suatu malam disaat orang sedang terlelap, Syekh Abdul Wahab Rokan yang saat itu masih muda dan sedang berguru kepada Syekh Sulaiman Zuhdi di Jabbal Qubis Makkah sedang membersihkan kamar mandi Gurunya menggunakan kedua tangannya tanpa merasa jijik dan melakukan dengan penuh ikhlas. Di saat Beliau melakukan tersebut, tiba-tiba Guru Syekh Sulaiman Zuhdi lewat dan berkata, “Kelak tanganmu akan di cium raja-raja dunia”. Ucapan Gurunya itu dikemudian hari terbukti dengan banyak raja yang menjadi murid Beliau dan mencium tangan Beliau salah satunya adalah Sultan Musa al-Muazzamsyah, Raja di Kerajaan Langkat, Sumatera Utara.

Kisah berguru dalam ilmu hakikat mempunyai keunikan tersendiri, seperti kisah Sunan Kalijaga yang menjaga tongkat Gurunya dalam waktu lama, dengan itu Beliau lulus menjadi seorang murid. Berikut kisah Ulama Besar Imam Al-Ghazali memperoleh pencerahan bathin bertemu dengan pembimbing rohaninya, kisah ini saya di kutip dari Buku Tuntunan Mencapai Hidayah Ilahi hal. 177, 178. Karya Imam Al Ghazali  dari web dokumenpemudatnqn.net.

Imam Ghazali seorang Ulama besar dalam sejarah Islam, hujjatul islam yang banyak hafal hadist  Nabi SAW. Beliau dikenal pula sebagai ahli dalam filsafat dan tasawuf  yang banyak mengarang kitab-kitab.

Suatu ketika Imam Al Ghazali menjadi imam disebuah masjid . Tetapi saudaranya yang bernama Ahmad tidak mau berjamaah bersama Imam Al Ghazali lalu berkata kepadanya ibunya :
“Wahai ibu, perintahkan saudaraku Ahmad agar shalat mengikutiku, supaya orang-orang tidak menuduhku selalu bersikap jelek terhadapnya“.
Ibu Al Ghazali lalu memerintahkan puteranya Ahmad agar shalat makmum kepada saudaranya Al Ghazali. Ahmad pun melaksanakan perintah sang ibu, shalat bermakmum kepada Al Ghazali.Namun ditengah-tengah shalat, Ahmad melihat darah membasah perut Imam. Tentu saja Ahmad memisahkan diri.

Seusai shalat Imam Al Ghazali bertanya kepada Ahmad, saudaranya itu : “Mengapa engkau memisahkan diri (muffaragah) dalam shalat yang saya imami ? “.  Saudaranya menjawab : “Aku memisahkan diri, karena aku melihat perutmu berlumuran darah “.

Mendengar jawaban saudaranya itu, Imam Ali Ghazali mengakui, hal itu mungkin karena dia ketika shalat hatinya sedang mengangan-angan masalah fiqih yang berhubungan haid seorang wanita yang mutahayyirah.
Al Ghazali lalu bertanya kepada saudara : “Dari manakah engkau belajar ilmu pengetahuan seperti itu ?” Saudaranya menjawab, “Aku belajar Ilmu kepada Syekh Al Utaqy AL-Khurazy yaitu seorang tukang jahit sandal-sandal bekas (tukang sol sepatu) . ” Al Ghazali lalu pergi kepadanya.

Setelah berjumpa, Ia berkata kepada Syekh Al khurazy : “Saya ingin belajar kepada Tuan “. Syekh itu berkata : Mungkin saja engkau tidak kuat menuruti perintah-perintahku “.
Al Ghazali menjawab : “Insya Allah, saya kuat “.
Syekh Al Khurazy berkata : “Bersihkanlah  lantai ini “.
Al Ghazali kemudian hendak dengan sapu. Tetapi Syekh itu berkata : “Sapulah (bersihkanlah) dengan tanganmu“. Al Ghazali menyapunya lantai dengan tangannya, kemudian dia melihat kotoran yang banyak dan bermaksud menghindari kotoran itu.

Namun Syekh berkata : “Bersihkan pula kotoran itu dengan tanganmu“.
Al Ghazali lalu bersiap membesihkan dengan menyisingkan pakaiannya. Melihat keadaan yang demikian itu Syekh berkata : “Nah bersìhkan kotoran itu dengan pakaian seperti itu” .
Al Ghazali menuruti perintah Syekh Al Khurazy dengan  ridha dan tulus.
Namun ketika Al Ghazali hendak akan mulai melaksanakan perintah Syekh tersebut, Syekh langsung mencegahnya dan memerintahkan agar pulang.

Al Ghazali pulang dan setibanya di rumah beliau merasakan mendapat ilmu pengetahuan luar biasa. Dan Allah telah memberikan Ilmu Laduni atau ilmu Kasyaf yang diperoleh dari tasawuf atau kebersihan qalbu kepadanya.


Bijaksana



Bagi pendosa yang jahat, aku mungkin terlihat jahat. Tetapi bagi yang baik, betapa luhurnya aku. 
(Mirza Khan, Anshari)

Meskipun Ibnu Arabi dicintai oleh semua Sufi, mempunyai banyak pengikut pribadi dan menjalankan fungsi teladan kehidupan, tidak diragukan ia merupakan suatu ancaman bagi kalangan formalis. Seperti al-Ghazali, kekuatan intelektualnya lebih unggul dari semua orang sezamannya yang lebih konvensional (di bidang pemikiran). Alih-alih menggunakan berbagai kemampuan ini untuk mengukir satu tempat dalam skolastisisme, ia menyatakan — seperti banyak Sufi lainnya — bahwa jika seseorang memiliki intelek yang kuat, fungsi terakhirnya adalah memperlihatkan bahwa intelektualitas hanyalah suatu sarana pengantar kepada sesuatu yang lain. Sikap ini bukan suatu kesombongan — apalagi kalau kita benar-benar bertemu dengan orang semacam ini dan mengetahui kerendahan hatinya.

Banyak orang bersimpati kepadanya, tetapi tidak berani mendukungnya, sebab mereka bekerja pada tataran formal, sementara ia bekerja pada tataran rahasia. Seorang alim yang terhormat menurut riwayat mengatakan, “Aku sama sekali tidak meragukan bahwa Muhyiddin (Ibnu Arabi) adalah seorang pembohong besar. Ia adalah pemuka kalangan ahli bid’ah dan seorang Sufi yang tidak tahu malu.” Akan tetapi seorang teolog besar, Kamaluddin Zamlaqani menegaskan, “Betapa bodohnya mereka yang menentang Syekh Muhyiddin Ibnu Arabi! Pernyataannya yang sublim dan tulisannya yang bernilai itu terlalu tinggi bagi pemahaman mereka.”

Dalam sebuah kesempatan yang masyhur, guru pembaharu Syekh Izuddin ibnu Abdussalam sedang memimpin sekelompok murid mempelajari fiqih. Selama berlangsung suatu diskusi, pertanyaan tentang definisi bid’ah muncul. Seorang murid menyebut Ibnu Arabi sebagai contoh utama. Sang guru tidak menyanggah penegasan ini. Kemudian ketika makan malam dengan guru ini, Salahuddin yang pada masa selanjutnya menjadi Syekh al-Islam, bertanya kepadanya, siapakah alim paling terkemuka pada masanya:

“Ia menjawab, ‘Menurut Anda siapa? Teruslah makan.’ Aku menyadari bahwa ia tahu. Aku berhenti makan dan menekannya untuk menjawab pertanyaanku dengan menyebut nama Allah. Ia tersenyum dan berkata, ‘Syekh Muhyiddin Ibnu Arabi.’ Untuk sesaat aku terkejut sehingga tidak bisa berkata-kata. Syekh itu bertanya kepadaku tentang keadaanku saat itu. Kujawab, ‘Aku heran, sebab pada pagi ini seseorang mengatakan bahwa ia adalah ahli bid’ah. Pada saat itu, Anda justru tidak menyanggahnya. Sekarang Anda menyebut Muhyiddin sebagai Wali al-Quthb di Zaman Ini, manusia teragung yang pernah hidup, guru dunia’.”

“Ia mengatakan, ‘Kala itu aku berada di tengah-tengah pertemuan para ulama, para fuqaha’.” (Kisah ini bisa di baca di buku Mahkota Sufi: Menembus Dunia Ekstra Dimensi karya Idries Shah/media.isnet.org)
Sikap Syekh Izuddin ibnu Abdussalam dalam riwayat di atas adalah bentuk dari sikap bijaksana seorang ulama. Ketika orang menghujat Ibnu ‘Arabi dengan tuduhan sebagai orang utama ahli bid’ah, Beliau hanya diam. Beliau diam karena menyadari yang sedang membahas tentang Ibnu ‘Arabi adalah orang yang hanya memahami agama secara formalitas dan seandainya Syekh Izuddin membela Ibnu ‘Arabi saat itu tentu akan menimbulkan perdebatan.

Semoga Kisah di atas bermanfaat untuk kita semua, amin ya Rabbal ‘Alamin!


Laporan Kepada Allah SWT




Oleh Abu Hafidzh Al Faruq

Laporan adalah informasi, laporan bisa disampaikan secara tertulis maupun lisan. Pada instansi resmi biasanya laporan disampaikan secara tertulis bahkan seringkali harus dipresentasikan atau diexpose. Laporan biasanya juga diminta secara periodik seperti harian, mingguan, bulanan atau tahunan. Laporan ini dibutuhkan untuk mengevaluasi kinerja suatu kegiatan atau aktivitas terhadap objek tertentu. begitulah defenisi singkat saya tentang laporan. Dalam hubungan manusia dengan Tuhan dalam konteks hamba dengan Khalik, mutlak diperlukan laporan yang lebih intens oleh si hamba kepada Tuhan, kapan saja, dimana saja dan tentang apa saja yang ingin dilaporkan tanpa ada suatu batasan apapun mengenai waktu, tempat, objek yang dilaporkan dan tanpa harus melewati  protokoler apapun untuk melapor kepada Tuhan. Perbedaan antara laporan manusia dengan manusia dan laporan antara manusia dengan Tuhan adalah, kalau laporan manusia dengan manusia biasanya yang meminta laporan adalah atasan anda, atasan anda yang meminta laporan anda untuk melihat kinerja anda sedangkan laporan manusia dengan Tuhan adalah atas inisiatip anda sendiri karena andalah yang butuh ”melaporkan” itu, bukan Tuhan.

Melapor kepada Tuhan tentulah berbeda dengan laporan komandan upacara kepada inspektur upacara. Laporan kepada inspektur upacara itu mirip mirip membentak. ’Lapor! Upacara siap untuk dilaksanakan! Laporan selesai!’ begitulah saya membentak kepala sekolah kami pagi senin itu dan beliau langsung menimpali ’laksanakan!’. Melapor kepada Tuhan tentulah di awali dengan puji pujian dulu seperti ’segala puja dan puji bagiMu Tuhan.., Engkau maha pengasih lagi maha penyayang… dan seterusnya.. dan sebagainya… kalau diterjemahkan dalam bahasa arab sperti ini ’alhamdulillahirrabbil ’alamin.. arrahmannirrahim.. dst.., dsb.., itupun kalau anda orang arab, kalau bukan pakailah bahasa yang anda mengerti, bahasa Ibu anda, begitulah Guru saya berpesan. Setelah puji pujian barulah anda melapor semisal tunjukilah aku jalan lurus dan benar, bahasa arabnya ihdinassirattal mustaqim.. itupun kalau yang anda butuhkan adalah jalan yang lurus dan benar. Kebutuhan anda dan saya tentulah berbeda, pada saat saya butuh dana segar 10 milyar misalnya tentulah saya meminta suntikan dana segar 10 milyar, saya tidak akan meminta jalan yang lurus. Kalau orang lain butuh anaknya lulus tes CPNS misalnya mintalah agar lulus tes CPNS jangan minta jalan lurus dan benar, gak nyambung soalnya.

Melapor itu lebih mirip sharing (berbagi) sebenarnya daripada berdoa. Sharing itu akrab layaknya anda dengan orang orang terdekat anda ketika anda minta pendapat, ada komunikasi dua arah yang terjadi. Contoh, dikisahkan ketika istri terakhir Nabi Ayub meninggalkan beliau karena tidak tahan menyertai Nabi yang sedang menerima cobaan Tuhan bertubi tubi dan berkepanjangan, Ayub berkata kepada istrinya ’kalau engkau kembali kepadaku, aku akan menderamu 100 kali. Ketika cobaan Tuhan mereda, kesehatan Nabi Ayub membaik diikuti dengan kepulihan ekonomi beliau dan menjadi kaya lagi, sang istri terakhir pun kembali kepada beliau, pada saat itulah Nabi Ayub kebingungan dan melapor kepada Tuhanya. Tuhan, aku harus melaksanakan janjiku menderanya 100 kali tapi aku tidak tega, kemudian Tuhan memberikan solusi dan berfirman kepadanya ’ambillah seratus lidi dan kumpulkanlah lidi lidi itu kemudian pukulkan sekali ke tubuh istrimu’. Sungguh Ayub telah mendapat pencerahan luar biasa ketika Ayub yang  berkonsep 1 x 100 kebingungan dan Tuhan menawarinya konsep 100 x 1 dengan hasil yang sama tetapi memberikan efek yang jauh berbeda. Inilah gunanya melapor.

Lalu seberapa pentingkah melapor kepada Tuhan? Saudara, semua orang tahu kalau bersetubuh itu haram meskipun dengan istri sekalipun selama berpuasa. Ketika bulan  Ramadhan saat Nabi Muhammad SAW sedang duduk duduk dengan para sahabat, ada seseorang yang datang kepada Rasulullah melapor dan terjadilah ilustrasi dialog kira kira seperti di bawah ini :

Orang melapor ; ya Rasulullah, saya tidak tahan ya Rasulullah, saya telah menggauli istri saya
Rasulullah         ; merdekakan olehmu seorang budak
Orang melapor  ; saya tidak punya uang ya Rasulullah
Rasulullah         ; ganti puasamu dengan puasa 60 hari berturut turut pada bulan yang lain
Orang melapor  ; 1 hari saja saya tidak mampu ya Rasulullah, bagaimana saya mampu puasa 60 hari berturut turut?
Rasulullah         ; kalau begitu berilah makan 60 orang fakir miskin
Orang melapor  ; saya orang miskin ya Rasulullah, saya tidak mampu memberi makan fakir miskin
Rasulullah         ; ya sudah, bagikan ini kepada orang miskin di tempatmu (sambil nabi memberikan sekeranjang kurma kepada orang melapor tadi)
Orang melapor  ; ya Rasulullah, saya adalah orang termiskin di tempat saya.
Rasulullah         ; ya sudah, bawalah pulang anggur itu untukmu
Orang melapor  ; terima kasih ya Rasulullah..

Saudara, kalau lah kita ada di selingkar duduk Nabi pada saat itu mungkin kita sendiri akan iri sambil berguman ’ini orang sudah melakukan kesalahan kok malah dapat hadiah pulak?!!’. Akhirnya halal haram boleh atau tidak menjadi tidak penting lagi disini, yang penting adalah MELAPOR! Kalau orang yang melapor tadi tidak tahu Tuhan dia melapor saja kepada Nabi, ketika Nabi tidak memberi sanksi apapun dan malah memberi hadiah kepada si orang tadi, itu sudah menjadi tanggung jawab Nabi lah kepada Tuhan.

Ini cerita dari Guru saya, ketika muda Guru saya bekerja pada sebuah keluarga kaya di ujung pulau seberang, pada saat berencana hendak mengunjungi Gurunya di Medan Sumatera Utara, Guru saya muda telah jauh jauh hari melapor kepada majikannya minta diijinkan cuti pada hari H untuk mengunjungi Gurunya di Medan. Sambil bekerja Guru saya muda menanam bunga yang memperkirakan hasilnya nanti bisa digunakan untuk ongkos keberangkatan ke Medan. Perjalanan ke Medan adalah perjalanan sehari semalam di darat ditambah tiga hari dua malam kapal berlayar. Guru saya muda telah memperkirakan dengan cermat kapan harus menanam supaya hasilnya bisa digunakan tepat pada waktunya menjelang hari H. Apa yang tejadi saudara? Justru pada saat  panen bunga tiba, tanamannya mati semua. Hancurlah perasaan Guru saya yang telah menaruh harapan besar pada satu satunya harapan agar bisa mengunjungi Gurunya di Medan. Maha suci Tuhan, kemudian Guru saya mengambil air wudhu dan setelah selesai sembahyang dan masih di atas tikar sembahyangnya Guru saya melapor.. Tuhan, aku sudah menanam bunga yang hasilnya bisa aku pakai untuk ongkos pergi ke Medan, 
tapi… kini bunga bunga itu mati, bagaimana aku bisa mengunjungi Guruku Tuhan?.. sambil bercerita Guru saya bertanya kepada kami, menangiskah sambil melapor? Kami mengangguk sambil menjawab lirih serempak ’iyaa..’. Guru saya menimpali dengan suara yang keras dan panjang ’MEENAANGIIS!!’.  Kata Guru barusan sangat mempertegas kepada kami bahwa melapor kepada Tuhan, berkeluh kesah kepada Tuhan adalah dengan segenap perasaan dan jiwa.  Guru melanjutkan ceritaNya.. apa kata Tuhan? Seolah olah Guru bertanya kepada kami dan kemudian melanjutkan ’Heii MALAIKAT!!! KAU URUS ITU SI … (sambil menyebut namanya sendiri)’. Guru saya melanjutkan bahwa ketika selesai Guru saya muda melipat tikar sembahyangnya, sang majikan datang sambil membawa amplop tebal yang berisi uang dan menyerahkannya kepada Guru saya muda sambil berkata ’kapan berangkat? Ini untuk ongkos di jalan, pergi dan pulang beserta uang saku di jalan…’. ALLAH MAHA KAYA, ALLAH MAHA KAYA, ALLAH MAHA KAYA…

Saudara sekalian, pada saat menanam bunga Guru saya muda memperkirakan hasilnya hanya cukup untuk ongkos pergi saja, setelah melapor, Tuhan memberikan lengkap ongkos pergi dan ongkos pulang tambah uang saku.

Saudara sekalian, statemen yang kita tangkap adalah yang penting MELAPOR!. Statemen ini hanya berlaku bagi saudara saudara yang sudah mengenal Tuhannya, bagi yang belum silahkan cari dulu Tuhannya, kalau tidak bisa mencari Tuhan carilah dulu orang yang sudah mengenal Tuhan biar ada yang bimbing. Terima kasih.

Saudaraku,
Melaporlah pada saat senang agar Tuhan juga mau mendengar laporan kita pada saat susah
Melaporlah pada saat banyak uang agar Tuhan juga mendengar laporan pada saat kita tak punya uang
Melaporlah pada saat bahagia agar Tuhan menemani kita pada saat sengsara

Melaporlah…


Agama adalah Cinta



Jika agama dengan segala kelengkapannya ingin di wakili dalam sebuah kata, maka kata yang paling tepat untuk mewakilinya adalah CINTA. Cinta kepada Allah, cinta kepada Rasul, Cinta kepada saudara seiman dan cinta kepada semuanya. Cinta kepada Allah akan menimbulkan gairah kepada kita untuk melakukan pengabdian sepenuh hati kepada Allah dengan ikhlas tanpa pamrih.

Apa yang membuat Rasul begitu tabah dalam menyampaikan kebenaran, mengajak dan membimbing manusia untuk mengenal Allah, melewati masa-masa berat berupa penolakan dari orang-orang yang dekat dengan Beliau, sanak saudara dan teman-teman Beliau, karena rasa Cinta Rasul yang begitu besar kepada Allah SWT. Cinta tanpa syarat, mengalir begitu indah dalam darah dan setiap detak jantung Nabi.

Rasa cinta yang mendalam kepada Allah, kemudian melimpah dan mengalir dalam bentuk cinta kepada Agama, para sahabat dan seluruh ummat Beliau. Nabi tidak mengharapkan apa-apa, asal Beliau bisa berbuat untuk menyenangkan SANG PUJAAN HATI, itu sudah merupakan kebahagiaan tertinggi bagi Beliau.

Apa yang membuat Nabi sebagai manusia mulia dan terjamin masuk surga bahkan bisa memberikan syafaat kepada seluruh ummat manusia begitu tekun beribadah? Karena Rasa cinta yang begitu besar terhadap Allah. Ibadah bagi Nabi bukanlah untuk sekedar memenuhi kewajiban.

Meneladani Rasul, selayaknya kita juga beribadah kepada Allah atas dasar Cinta, sehingga tidak terlintas dalam pikiran imbalan atas ibadah yang kita lakukan, layaknya seorang pedagang atau ibadah yang dilakukan atas dasar rasa takut seperti layaknya seorang budak.

Semoga Allah selalu menuntun dan membimbing kita kepada jalan-Nya yang lurus dan benar, Jalan-Nya yang penuh dengan Rahmat Karunia, Cinta dan Kasih Sayang, amin..

16 Mei 2014

7 Peristiwa Besar di Hari Jum’at


Ada tujuh pernikahan penting yang terjadi di hari jum’at, yaitu:

1. Pernikahan Nabi Adam AS dengan Hawa

Nabi Adam As. melihat tidak ada makhluk yang sejenis beliau di langit dan bumi untuk menemani Beliau, maka pada saat beliau tertidur dalam keadaan duduk, Allah memerintahkan Jibril As. untuk mengeluarkan tulang rusuknya yang kiri dan Allah menciptakan Hawa dari tulang tersebut.
Hawa di dudukkan atas kursi dari emas, kemudian Nabi Adam pun dibangunkan. Saat melihat Hawa yang begitu cantik, beliau bertanya: “Siapa engkau?, dan untuk siapa engkau?.” Hawa Menjawab: “Aku diciptakan untukmu”. Nabi Adam meminta Hawa mendekat kepadanya, namun hawa tidak mau dan meminta Nabi Adam yang mendekatinya. Ketika Nabi Adam mau memegang Hawa, terdengar suara: “Wahai Adam, tahan dulu, Sesungguhnya kedekatanmu dengan hawa tidak halal kecauali dengan mahar.” Dan yang menjadi mahar saat itu ialah Shalawat kepada Nabi Muhammad Saw. Sebanyak sepuluh kali.

2. Pernikahan Nabi Yusuf AS dengan Zalikha

Zalikha telah menjadi perempuan fakir, lemah dan buta, namun rasa cinta dalam hati Nabi Yusuf As. semakin bertambah. Suatu hari -- zalikha yang kini tidak lagi menyembah berhala -- berdo’a: “Ya Tuhanku, aku tidak punya harta dan kecantikan lagi, dan aku telah menjadi lemah, hina dan fakir. Engkau mencobaku dengan kecintaan dan kerinduan kepada Yusuf, jika (cinta ini) bisa sampai, maka sampaikanlah, jika tidak, maka jauhkanlah rasa cinta ini dariku.” Malaikat mendengar do’a Zalikha dan mengadukannya kepada Allah Swt.
Suatu hari Nabi Yusuf bertemu Zalikha saat berjalan bersama kerabatnya. Zalikha berkata dengan suara nyaring: “Maha suci zat yang menjadikan budak sebagai raja dengan rahmat-Nya”. Nabi Yusuf langsung berhenti dan bertanya: “siapa engkau?.” “Saya yang dulu membelimu dengan permata, emas, perak, miski, dan kafur. Dan saya adalah seorang wanita yang tidak bisa kenyang dari makanan semenjak merinduimu, tidak tidur di malam hari semenjak melihatmu” kata Zalikha. Nabi Yusuf berkata: “Mudah-mudahan engkau Zalikha,” “benar wahai Yusuf.” Jawab Zalikha. Nabi Yusuf melanjutkan: “Dimana hartamu, kecantikanmu, dan perbendaharaanmu?” “Semua telah hilang dalam kerinduan terhadapmu.” Jawab Zalikha. Nabi Yusuf bertanya lagi: “Bagaimana rindumu?.” “Seperti biasa, bahkan bertambah dari dari waktu ke waktu.” “Apa yang engkau inginkan sekarang wahai Zalikha?” tanya Nabi Yusuf. “Aku menginginkan tiga hal: Kecantikan, harta, dan kesampaian” jawab Zalikha.

Allah Swt. mewahyukan kepada Nabi Yusuf “wahai Yusuf, engkau bertanya kepada Zalikha apa yang diinginkannya, tetapi tidak engkau berikan keinginannya. Ketahuilah sesungguhnya Allah Swt. mengawinkan zalikha denganmu, dan ia sendiri yang telah meminangmu, para malaikat dan bidadari menjadi saksi”. Allah Swt kemudian mengembalikan kecantikan Zalikha, dan membuat Zalikha seperti gadis berusia 14 tahun.

Ketika Nabi Yusuf ingin berduaan dengan Zalikha, beliau melihatnya baru saja mengerjakan shalat, kerana itu, beliau menunggu sampai Zalikha siap menunaikan shalat. Setelah lama menunggu, Zalikha belum juga selesai mengerjakan solatnya. Nabi Yusuf pun tidak sabar lagi dan berkata : "Wahai Zalikha, bukankah dahulu engkau telah mengoyakkan bajuku ketika aku hendak lari daripadamu?" Zulaikha lalu memberi salam, kemudian menjawab: "Memang dahulu aku begitu, namun sekarang hatiku tidak seperti dahulu ."Setelah memjawab ucapan Nabi Yusuf maka Siti Zalikha ingin melanjutkan shalatnya. Akhirnya Nabi Yusuf menarik Zalikha ke arahnya, maka baju Zalikha koyak. Kemudian Jibril turun dan mengatakan : "Wahai Yusuf, baju dibalas baju, maka terhapuslah cercaan yang terjadi antara engkau dan Zalikha dulu."

3. Pernikahan Nabi Musa AS dengan Safura’

Nabi Musa datang ke Madyan, Di sana beliau membantu dua orang anak Nabi Syu’aib yang akan mengambil air untuk ternak mereka. Kedua wanita itu adalah putri Nabi Syu’aib. Kepada Nabi Syu’aib, mereka menceritakan bahwa Musa telah membantunya. Mendengar cerita kedua anaknya, Nabi Syu’aib mengutus Salah seorang anak perempuannya untuk memanggil Nabi Musa. Gadis itu mendatangi Nabi Musa dalam keadaan malu. Kemudian ia berkata: “Ayahku memanggilmu untuk memberikan imbalan atas jasamu”.
Setelah sampai di rumah, Safura berkata kapada Nabi Syu’aib: “Wahai ayah, sewalah tenaganya, ia yang terbaik, karena kuat dan terpercaya”. Nabi Syu’aib berkata: “Aku belum melihat kekuatannya dan keamanahannya.” Safura berkata lagi: “Ia mengangkat batu yang menutup sumur, padahal orang lain hanya mampu mengangkatnya jika berjumlah 40 orang. Aku berjalan didepannya, tapi ia menyuruhku berjalan dibelakangnya, ia berkata: “Berjalanlah dibelakang, sehingga inderaku tidak jatuh atas tubuhmu””

Saat itu, Nabi Syu’aib kagum dengan Nabi Musa, beliau berkata: “Aku ingin menikahkanmu dengan salah seorang dari dua putriku.” Nabi Musa menjawab: “Saya orang fakir dan tidak mampu memberi mahar.” Nabi Syua’ib berkata: “Engkau bisa bekerja menggembala kambing bersamaku selama delapan tahun. Seandainya engkau menyempurnakan sepuluh tahun maka itu adalah kemurahan darimu.”

Kemudian Nabi Syua’ib mengumpulkan masyarakat dan mengakad nikah Safura dengan Nabi Musa serta menyerahkan anaknya itu kepada Nabi Musa As.

4. Pernikahan Nabi Sulaiman AS dengan Balqis

Nabi Sulaiman memerintahkan orang-orangnya agar mengubah sedikit bentuk dan warna tahta Ratu itu yang sudah berada di depannya kemudian setelah Ratu itu tiba berserta pengiring-pengiringnya, bertanyalah Nabi Sulaiman seraya menundingkan kepada tahtanya: “Serupa inikah tahtamu?” Balqis menjawab: “Seakan-akan ini adalah tahtaku sendiri,” seraya bertanya-tanya dalam hatinya. Balqis tidak menjawab “ia” karena nampak ada perbedaan, juga tidak menjawab “Tidak” karena ada tanda-tanda yang serupa dengan tahtanya. Disini Nabi Sulaiman dapat menyimpulkan bahwa Balqis memang pandai.

Bilqis dibawa masuk ke dalam sebuah ruangan yang sengaja dibangun untuk penerimaannya. Lantai dan dinding-dindingnya terbuat dari kaca putih. Balqis segera menyingkapkan pakaiannya ke atas betisnya ketika berada dalam ruangan itu, mengira bahawa ia berada di atas sebuah kolam air yang dapat membasahi tubuh dan pakaiannya.

Berkata Nabi Sulaiman kepadanya: “Apa yang engkau lihat itu adalah kaca-kaca putih yang menjadi lantai dan dinding”

“Oh,Tuhanku,” Balqis berkata menyedari kelemahan dirinya terhadap kebesaran dan kekuasaan Tuhan yang dipertunjukkan oleh Nabi Sulaiman, “aku telah lama tersesat berpaling daripada-Mu, melalaikan nikmat dan karunia-Mu, merugikan dan menzalimi diriku sendiri sehingga terjatuh dari cahaya dan rahmat-Mu. Ampunilah aku. Aku berserah diri kepada Sulaiman Nabi-Mu dengan ikhlas dan keyakinan penuh. Kasihanilah diriku wahai Tuhan Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang.”
Akhirnya Nabi Sulaiman As. menikahi Ratu Balqis., dan pernikahan itu terjadi pada hari jum’at.

5. Pernikahan Rasulullah SAW dengan Khadijah

Saidah Khadijah bermimpi matahari turun dari langit dan memasuki rumahnya, cahayanya menerangi semua rumah di Mekkah. Khadijah menceritakan mimpinya kepada pamannya yaitu Warqah bin Naufal. Beliau mampu menafsir mimpi, kata beliau: “Sesungguhnya Nabi Akhir zaman akan menjadi suamimu”. Khadijah bertanya: “Wahai paman, darimana asalnya Nabi itu?”. Beliau menjawab: “Dari Mekkah.” “Dari Qabilah mana” tanya Khadijah lagi. “Dari Qabilah Quraisy” jawab beliau. Khadijah bertanya lagi: “Dari keturunan mana?” “Dari Bani Hasyim” Jawab paman, “Siapa namanya?.” “Muhammad Saw.” Jawab Paman

Abu thalib dan Atikah melihat Nabi Muhammad sangat beradab dan baik. Keduanya melihat Nabi Muhammad telah menjadi pemuda yang pantas untuk menikah. Atikah punya rencana untuk meminta Muhammad bekerja pada Khadijah sehingga mendapatkah upah untuk Mahar kawin. Mereka bermusyawarah dengan Nabi Muhammad tentang maksud mereka. Muhammad pun setuju.

Atikah kemudian mendatangi Rumah Khadijah dan meminta Khadijah supaya memperkerjakan Nabi Muhammad Saw., ketika mendengar hal itu. Khadijah langsung teringat tafsir mimpi yang disampaikan pamannya, bahwa suaminya orang arab mekkah, suku quraisy, keturunan Hasyim dan bernama Muhammad. Maka Khadijah langsung menerima Tawaran Atikah.

Singkat cerita, akhirnya Nabi Muhammad Menikah dengan Khadijah yang berlangsung pada hari Jum’at, dua bulan sesudah kembali dari perjalanan niaga ke negeri Syam. Bertindak sebagai wali Khadijah Ra. ialah pamannya bernama ‘Amir bin Asad.

6. Pernikahan Rasulullah SAW dengan Aisyah

Setelah Khadijah Ra. Wafat, jibril mendatangi Nabi Muhammad dengan membawa sehelai kertas yang bergambar Aisyah Ra.. Kata jibril, Allah telah mengawinkan nabi Muhammad di langit dengan perempuan yang digambar itu, maka Allah memerintahkan Nabi Muhammad untuk mengawininya di Bumi.

Setelah mengetahui bahwa perempuan yang digambar itu adalah Aisyah anak sahabat beliau, Abi bakr, maka Nabi Muhammad memanggil Abi Bakr dan bertanya: “Wahai Aba Bakr, benarkah anakmu bernama Aisyah?, Allah telah mengawiniku dengannya di langi, Allah memerintahkanmu untuk mengawinkannya kepadaku di bumi.” Abu bakr berkata: “Wahai Rasulullah, ia masih kecil, saya tidak tahu apakah ia telah pantas untuk mengkhidmatmu atau tidak”. Kata Rasulullah: “Seandainya belum pantas, tentu Allah tidak mengawinkanku dengannya.” Kemudian Abu bakr menikahkan Aisyah kepada Nabi Muhammad Saw.

7. Pernikahan Sayyidina Imam Ali dengan Siti Fathimah Az Zahra

Jibril menemui Nabi Muhammad untuk menyampaikan bahwa Allah Swt. telah mengawinkan Sayyidina Ali dengan Fathimah di langit, dan Allah memerintahkan Nabi Muhammad untuk menikahkan keduanya di Bumi. Rasulullah menyampaikan hal itu kepada Saidina Ali dan Fathimah. Kemudian para sahabat diundang oleh Rasul untuk berkumpul dalam mesjid.

Jibril datang lagi menemui Nabi Muhammad Saw. dan menyampaikan bahwa Allah memerintahkan Saidina Ali untuk membaca khutbah. Maka Rasulullah meminta Saidina Ali melakukannya. Setelah itu, pernikahan pun dilakukan. Dan pernikahan itu terjadi pada hari Jum’at



via FB Habib Ali Abdurrahman Al-Habsyie

(Sumber: As-Sab’atu fi Mawa’idhi al-Bariyyat,)

14 Mei 2014

Syadad Bin ‘Aad Membina Syurga Dunia



Dikisahkan bahawa ‘Aad mempunyai dua orang putera, yang pertama bernama Syadid dan yang kedua bernama Syadad. Syadad adalah orang yang suka membaca kitab. Pada suatu ketika ia membaca tentang sifat-sifat syurga, kemudian ia berkata dalam hatinya: “Pada suatu saat nanti aku akan membuat di permukaan bumi ini suatu syurga seperti yang dijelaskan dalam kitab ini.”

Pada masa itu seluruh kerajaan berada pada kekuasaannya. Lalu ia mengajak raja-raja bawahannya untuk bermesyuarat dan berkata kepada mereka: “Aku akan membangun syurga seperti yang difirmankan Allah dalam kitab-kitab-Nya. Mereka menjawab: Hal itu terserah kepada tuan hamba, kerajaan ini kepunyaan tuan hamba.”

Kemudian ia memerintahkan agar dikumpulkan semua emas dan perak dari Timur hingga ke Barat. Setelah itu ia berkata: “Bangunkanlah untukku syurga dalam masa tiga ratus tahun.” Maka berkumpullah segala macam bentuk tukang bangunan. Maka dipilihlah tiga ratus di antara mereka setiap seorang dari tukang tersebut memimpin sebanyak seribu anak buah.

Mereka mengelilingi bumi selama sepuluh tahun, akhirnya mereka menemukan suatu tempat yang paling baik. Ada pohon-pohon, sungai-sungai. Maka mereka pun mulai membangun syurga yang dirancangkan itu satu parsakh demi satu parsakh. Satu parsakh daripada emas dan satu parsakh daripada perak.

Setelah mereka anggap semuanya telah sempurna, lalu mereka alirkan sungai-sungai, mereka dirikan pohon-pohon yang batangnya terbuat daripada perak, cabang dan rantingnya terbuat daripada emas. Dan mereka bangun istana-istana dari mirah delima, dengan dihiasi berbagai permata, seperti intan, berlian dan lain-lain. Kemudian mereka sirami dengan minyak yang paling wangi. Setelah itu baru mereka memberitahukannya kepada Syadad.

Syadad pun bersiap-siap untuk ke sana. Keberangkatan mereka itu selama sepuluh tahun perjalanan. Untuk mewujudkan keinginan Syadad tersebut, raja-raja dan para pembantu mereka telah mengambil emas dan perak daripada rakyat dengan cara paksaan. Sehingga tidak tertinggal sedikit pun emas dan perak daripada rakyatnya, melainkan yang masih ada pada leher seorang anak, yang beratnya kira-kira satu dirham.

Ketika mereka ingin merampasnya, maka anak itu berkata: “Janganlah tuan ambil emasku ini.” Akan tetapi mereka berusaha untuk mengambilnya, dan mereka berkata: “Kami diperintahkan oleh raja untuk mengambilnya.” Lalu emas yang sedikit itu mereka paksa mengambilnya daripada leher anak kecil itu.

Maka anak tersebut mengangkat tangan, sambil berdoa: “Wahai Tuhanku, Engkau Maha mengetahui tentang apa yang telah dilakukan oleh orang yang zalim ini terhadap hamba-hamba-Mu yang lemah. Maka tolonglah kami, wahai Zat yang menolong kepada orang-orang yang meminta pertolongan.”

Semua malaikat mengaminkan doa anak tersebut. Kemudian Allah s.w.t. mengutus Jibril a.s. Ketika itu rombongan Syadad telah sampai dekat syurga yang mereka buat. Akan tetapi tiba-tiba Jibril memekik dengan suara yang sangat keras dari atas langit. Maka dalam masa yang singkat mereka semuanya mati, sebelum sempat memasuki syurga tersebut. Firman Allah s.w.t.:

“Dan berapa banyak telah Kami binasakan umat-umat sebelum mereka. Adakah kamu melihat seorang pun daripada mereka atau kamu dengar suara mereka samar-samar?” (QS Maryam: 98)


Ketika Baginda yang Mulya Rasulullah SAW Tersenyum




Saat menikahkan putri bungsunya, Sayyidah Fatimah Az Zahrah, dengan sahabat Ali bin Abi Thalib, Baginda Nabi Muhammad SAW tersenyum lebar. Itu merupakan peristiwa yang penuh kebahagiaan.

Hal serupa juga diperlihatkan Rasulullah SAW pada peristiwa Fathu Makkah, pembebasan Makkah, karena hari itu merupakan hari kemenangan besar bagi kaum muslimin.

“Hari itu adalah hari yang penuh dengan senyum panjang yang terukir dari bibir Rasulullah SAW serta bibir seluruh kaum muslimin” tulis Ibnu Hisyam dalam kita As Sirah Nabawiyyah.

Rasulullah SAW adalah pribadi yang lembut dan penuh senyum. Namun, beliau tidak memberi senyum kepada sembarang orang. Demikian istimewanya senyum Rasul sampai-sampai Abu Bakar dan Umar, dua sahabat utama beliau, sering terperangah dan memperhatikan arti senyum tersebut.

Misalnya mereka heran melihat Rasul tertawa saat berada di Muzdalifah di suatu akhir malam. “Sesungguhnya Tuan tidak biasa tertawa pada saat seperti ini,” kata Umar. “Apa yang menyebabkan Tuan tertawa?” Pada saat seperti itu, akhir malam, Nabi biasanya berdoa dengan khusyu’.

Menyadari senyuman beliau tidak sembarangan, bahkan mengandung makna tertentu, Umar berharap, “Semoga Allah menjadikan Tuan tertawa sepanjang umur”.

Atas pertanyaan diatas, Rasul menjawab, “Ketika iblis mengetahui bahwa Allah mengabulkan doaku dan mengampuni umatku, dia memungut pasir dan melemparkannya ke kepalanya, sambil berseru, ‘celaka aku, binasa aku!’ Melihat hal itu aku tertawa.” (HR Ibnu Majah)

Dalam kitab Ihya Ulumuddin, Imam Ghazali menulis, apabila Rasul dipanggil, beliau selalu menjawab, “Labbaik”. Ini menunjukkan betapa beliau sangat rendah hati. Begitu pula, Rasul belum pernah menolak seseorang dengan ucapan “tidak” bila diminta sesuatu. Bahkan ketika tak punya apa-apa, beliau tidak pernah menolak permintaan seseorang. “Aku tidak mempunyai apa-apa,” kata Rasul, “Tapi, belilah atas namaku. Dan bila yang bersangkutan datang menagih, aku akan membayarnya.”

Banyak hal yang bisa membuat Rasul tertawa tanpa diketahui sebab musababnya. Hal itu biasanya berhubungan dengan turunnya wahyu Allah. Misalnya, ketika beliau sedang duduk-duduk dan melihat seseorang sedang makan. Pada suapan terakhir orang itu mengucapkan. “Bismillahi fi awalihi wa akhirihi.” Saat itu beliau tertawa. Tentu saja orang itu terheran-heran.

Keheranan itu dijawab beliau dengan bersabda, “Tadi aku lihat setan ikut makan bersama dia. Tapi begitu dia membaca basmalah, setan itu memuntahkan makanan yang sudah ditelannya.” Rupanya orang itu tidak mengucapkan basmalah ketika mulai makan.

Suatu hari Umar tertegun melihat senyuman Nabi. Belum sempat dia bertanya, Nabi sudah mendahului bertanya, “Ya Umar, tahukah engkau mengapa aku tersenyum?”
“Allah dan Rasul-Nya tentu lebih tahu,” jawab Umar.
“Sesungguhnya Allah memandang kepadamu dengan kasih sayang dan penuh rahmat pada malam hari Arafat, dan menjadikan kamu sebagai kunci Islam,” sabda beliau.

Kesaksian Anggota Tubuh
Rasul SAW bahkan sering membalas sindiran orang dengan senyuman. Misalnya ketika seorang Badui yang ikut mendengarkan taushiyah beliau tiba-tiba nyeletuk, “Ya Rasul, orang itu pasti orang Quraisy atau Anshar, karena mereka gemar bercocok tanam, sedang kami tidak.”

Saat itu Rasul tengah menceritakan dialog antara seorang penghuni surga dan Allah SWT yang mohon agar diizinkan bercocok tanam di surga. Allah SWT mengingatkan bahwa semua yang diinginkannya sudah tersedia di surga.

Karena sejak di dunia punya hobi bercocok tanam, iapun lalu mengambil beberapa biji-bijian, kemudian ia tanam. Tak lama kemudian biji itu tumbuh menjadi pohon hingga setinggi gunung, berbuah, lalu dipanenkan. Lalu Allah SWT berfirman. “Itu tidak akan membuatmu kenyang, ambillah yang lain.”
Ketika itulah si Badui menyeletuk, “Pasti itu orang Quraisy atau Anshar. Mereka gemar bercocok tanam, kami tidak.”

Mendengar itu Rasul tersenyum, sama sekali tidak marah. Padahal, beliau orang Quraisy juga.
Suatu saat justru Rasulullah yang bertanya kepada para sahabat, “Tahukah kalian mengapa aku tertawa?.”
“Allah dan Rasul-Nya lebih tahu,” jawab para sahabat.

Maka Rasul pun menceritakan dialog antara seorang hamba dan Allah SWT. Orang itu berkata, “Aku tidak mengizinkan saksi terhadap diriku kecuali aku sendiri.”
Lalu Allah SWT menjawab, “Baiklah, cukup kamu sendiri yang menjadi saksi terhadap dirimu, dan malaikat mencatat sebagai saksi.”

Kemudian mulut orang itu dibungkam supaya diam, sementara kepada anggota tubuhnya diperintahkan untuk bicara. Anggota tubuh itupun menyampaikan kesaksian masing-masing. Lalu orang itu dipersilahkan mempertimbangkan kesaksian anggota-anggota tubuhnya.

Tapi orang itu malah membentak, “Pergi kamu, celakalah kamu!” Dulu aku selalu berusaha, berjuang, dan menjaga kamu baik-baik,” katanya.

Rasulpun tertawa melihat orang yang telah berbuat dosa itu mengira anggota tubuhnya akan membela dan menyelamatkannya. Dia mengira, anggota tubuh itu dapat menyelamatkannya dari api neraka. Tapi ternyata anggota tubuh itu menjadi saksi yang merugikan, karena memberikan kesaksian yang sebenarnya (HR Anas bin Malik).

Hal itu mengingatkan kita pada ayat 65 surah Yasin, yang maknanya, “Pada hari ini Kami tutup mulut mereka, dan berkatalah kepada Kami tangan mereka, dan memberi kesaksian kaki mereka terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan.”

dari Habib Ali Abdurrahman Al-Habsyie

13 Mei 2014

Malaikat Maut Tertawa dan Menangis Ketika Mencabut Nyawa



ALLAH swt. bertanya kepada malaikat maut: “Apakah kamu pernah menangis ketika kamu mencabut nyawa anak cucu Adam?”

Maka Malaikat pun menjawab: “Aku pernah tertawa, pernah juga menangis, dan pernah juga terkejut dan kaget.”

“Apa yang membuatmu tertawa?”

“Ketika aku bersiap-siap untuk mencabut nyawa seseorang, aku melihatnya berkata kepada pembuat sepatu, ‘Buatlah sepatu sebaik mungkin supaya bisa dipakai selama setahun’,”.
“Aku tertawa karena belum sempat orang tersebut memakai sepatu dia sudah kucabut nyawanya.”
Allah swt. lalu bertanya: “Apa yang membuatmu menangis?”

Maka malaikat menjawab: “Aku menangis ketika hendak mencabut nyawa seorang wanita hamil di tengah padang pasir yang tandus, dan hendak melahirkan. Maka aku menunggunya sampai bayinya lahir di gurun tersebut. Lantas kucabut nyawa wanita itu sambil menangis karena mendengar tangisan bayi tersebut karena tidak ada seorang pun yang mengetahui hal itu.”

“Lalu apa yang membuatmu terkejut dan kaget?”

Malaikat menjawab: “Aku terkejut dan kaget ketika hendak mencabut nyawa salah seorang ulama Engkau. Aku melihat cahaya terang benderang keluar dari kamarnya, setiap kali Aku mendekatinya cahaya itu semakin menyilaukanku seolah ingin mengusirku, lalu kucabut nyawanya disertai cahaya tersebut.”
Allah swt bertanya lagi: “Apakah kamu tahu siapa lelaki itu?

“Tidak tahu, ya Allah.”

“Sesungguhnya lelaki itu adalah bayi dari ibu yang kaucabut nyawanya di gurun pasir gersang itu, Akulah yang menjaganya dan tidak membiarkannya.” 

dari FB Habib Ali Abdurrahman Al-Habsyie
[kitab Tadzkirah karangan Imam Qurthubi]

12 Mei 2014

Ketika Sang Mufti Menolak



Asy-Syaikh M. Said Ramadhan al-Buthi pernah diajak untuk membuat Partai Islam oleh Presiden Hafez Asad. Beliau ditanya: “Anda adalah pemuka Islam yang disukai rakyat Suriah. Kenapa tidak membuat partai berbasis Islam supaya aspirasi Muslim tersalurkan, karena mungkin mereka tidak suka partai sekuler seperti partai Baath?”

Syaikh al-Buthi menjawab: “Oke, mungkin saya istiqamah pada Islam, mungkin saya bisa jadi teladan yang baik dalam berpolitik, dan saya yakin dalam setahun saya bisa mendapat jutaan pendukung. Tapi, apa saya bisa memastikan orang-orang yang mengikuti partai Islam saya benar-benar mencerminkan akhlak Islam? Kalaupun ketika saya hidup mereka menjadi seperti saya, apa Anda bisa yakin kalau saya sudah mati mereka tetap seperti itu? Kalau mereka berbuat salah, Islam yang dibawa-bawa, padahal Islam bukan diwakili oleh partai.

Kemudian, kalau saya menjadi ketua partai, saya akan merasa mendzalimi umat Islam lainnya yang tidak masuk partai saya. Kalau suatu saat anggota partai saya berbuat salah, orang partai lain menghujat anggota partai saya, saya pastinya akan mendukung anggota saya dan membelanya. Sedangkan saya tahu dia salah dan orang partai lain yang benar. Tapi karena dia orang partai saya, saya membela dia. Saya jadi sangat dzalim!

Biarlah saya berdakwah seperti ini, tanpa bawa-bawa partai. Kalau mau berdakwah ,jangan sampai kamu dipolitiki. Kalau mau berpolitik kamu harus tahu agama, tapi jangan dekati mimbar.” 


via FB Habib Ali Abdurrahman Al-Habsyie
(Disadur dari tulisan Ustadz Ichwands).

10 Mei 2014

Kisah Sholat Khusyu' Mbah Sa'id Shalat di Tengah Banjir



Banyak sekali kisah-kisah menarik tentang sosok pendiri yang mewarnai sejarah pesantren-pesantren di Indonesia. Salah satunya adalah KH Muhammad Said, pendiri pesantren Gedongan, Cirebon. 

Menurut Aghust Muhaimin, pengurus pesantren menceritakan bahwa Mbah Said pernah melakukan shalat padahal kondisi desa sedang mengalami banjir besar. Awalnya seperti biasa, Mbah Said dan para jama’ah melaksanakan shalat di sebuah langgar Gedongan, lalu tiba-tiba hujan besar datang dan menghasilkan banjir yang luar biasa dan membuat para jama’ah yang bermakmum ke Mbah Said terpaksa harus membubarkan diri.

Anehnya Mbah Said tetap meneruskan shalatnya, hingga saat tiba pada rakaat terakhir dan salam, kondisi banjir sudah setinggi pundak Mbah Said, kemudian Mbah Said terheran saat menoleh ke belakang dengan kondisi jamaah yang kosong, tak lama warga kembali untuk menyelamatkan Mbah Said,

“Eh, kenapa kalian bubar?” tanya Mbah Said

“Kampung kebanjiran Kiai, jadi kami terpaksa bubar untuk menyelamatkan diri, tapi kiai tampak sedang khusyu sekali, kami kesulitan untuk mengingatkan Kiai,” jelas salah satu warga

“Loh, hujannya kapan? Tiba-tiba langsung banjir saja,” tanya Mbah Said terheran-heran.

Aghust Muhaimin menambahkan, cerita tentang kekhusyuan shalat Mbah Sa’id ini merupakan sebagian kecil dari pelbagai kisah yang sampai sekarang masih terasa lekat di hati masyarakat Gedongan. Masih terdapat banyak kisah lain yang sebenarnya mengandung amanat dan pesan yang baik bagi masyarakat dan keluarga besar pesantren.

“Kisah tersebut sudah saya konfirmasikan ke pengasuh pondok, KH Amin Siroj, beliau juga menyebutkan kisah-kisah lain yang juga penting untuk dipelajari pesan dan amanatnya,” pungkas pria yang kerap disapa Kang Aghust tersebut. Kamis (9/5).

Selain tentang kisah kekhusyuan shalat Mbah Said, masyarakat juga mencatat kisah-kisah lain yang juga terbilang menarik, diantaranya adalah kemampuan Mbah Said untuk memberhentikan kereta api jurusan Surabaya-Jakarta yang melintas ke tengah pesantren saat digelarnya pasar santri, serta kisah tentang pembuatan sumur kramat yang dilakukan oleh Mbah Said sendiri di beberapa pesantren, seperti di pesantren Babakan Ciwaringin, Cirebon dan Krapyak, Yogyakarta.

KH Muhammad Said yang telah berjasa mendirikan pesantren Gedongan Cirebon  pada tahun 1880 ini diperingati haulnya pada hari Sabtu, 11 Mei 2013