CintaNya kepadaku jauh lebih dulu ada, dibandingkan cintaku kepadaNya, dan Dia sudah menemukanku, sebelum aku mencariNya (Abu Yazid Al-Bustami qs)

27 Jun 2014

Puasa Setahun Penuh




"Di dalam hadits dari Abu Ayyub al-Anshari (ra), Nabi (saw) bersabda, 

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ فَذَلِكَ صِيَامُ الدَّهْرِ

Man saama ramadhaana tsumma atba`ahu sittatin min syawwaalin fa-dzaalika shiyaamu ‘d-dahr. 

Barang siapa yang berpuasa di bulan Ramadan, lalu dilanjutkan dengan enam hari di bulan Syawal, maka itu sama (pahalanya setara) dengan puasa setiap hari. (Tirmidzi)

Barang siapa berpuasa di bulan Ramadan, lalu dilanjutkan dengan enam hari di bulan Syawal, seolah-olah ia berpuasa setahun penuh.  Benar? (Ya).  Bagaimana?  Ada berapa hari di bulan Ramadan pada umumnya?  30, lalu kalikan dengan 10, karena setiap hasanaat (pahalanya) adalah 10, yang merupakan pahala yang normal dari Allah, jadi it menjadi 300.  Lalu 6 hari di bulan Syawal, dan setiap hasanaat dikalikan 10, sehingga seolah-olah menjadi 60 hari; ditambah 300 menjadi 360 hari, yang merupakan jumlah hari setahun penuh dalam kalender qomariah.  Ia akan mendapat fadilah dari puasanya itu di mana tidak seorang pun yang tahu ganjaran apa yang Allah akan berikan kepadanya, karena Dia berfirman,

الصوم لي وانا اُجزي به
Ash-shawmu lii wa anaa ajzii bih.
Puasa adalah untuk-Ku dan Aku akan memberi pahala untuknya. (Hadits Qudsi yang diriwayatkan oleh Muslim). 

“Ramadan adalah untuk-Ku dan Aku akan memberi pahala untuknya," jadi tidak ada orang yang tahu, mereka  akan mendapat pahala yang tak terhingga di mana para malaikat tidak bisa menuliskannya, dengan segera puasa itu akan sampai ke Hadirat-Ku dan Aku akan memberi ganjaran pada `abd (hamba) itu yang berpuasa pada hari itu, tetapi berhati-hatilah jangan sampai melakukan ghibah."


Sayyid Mawlana Shaykh Hisham Kabbani

Via FB Syaikh Arief Hamdani

25 Jun 2014

Dua Ilmu yang Tidak Dibagikan Rasulullah SAW



Kajian ilmu di Majelis al-Habib Abubakar bin Hasan Alattas az-Zabidy Tanah Baru Depok. Pada kajian Ahad kemarin, al-Habib Abubakar menyampaikan beberapa sifat yang dimiliki seorang yang berakal, diantaranya dia selalu tawadhu’, berakhlak baik,berkata jujur dll. Suritauladan yang paling tawadhu’ adalah Nabi Muhammad Saw. Semua mengetahui bahwa Nabi Muhammad Saw. itu memiliki berbagai kelebihan yang sama sekali tidak dimiliki manusia, akan tetapi beliau berkata: “Ana basyarun mitslukum.”

Al-Habib Abubakar kemudian menceritakan bagaimana guru beliau yang berada di Pesantren Bani Idris sedang membersihkan kotoran di got sendirian. Pada kesempatan itu al-Habib Abubakar menyaksikan ada dua tamu yang juga ulama datang mengunjungi sang mufti. Al-Habib Abubakar diperintahkan membawa tamu itu dan mempersilakan mereka masuk ke dalam.

Kedua tamu lalu kaget ketika melihat sang mufti, dan berkata: “Bukankah ini yang tadi ada di bawah?!”

Al-Habib Muhammad berkata: “Tidak pantas antum berbuat seperti tadi, kenapa tidak memberikan pekerjaan itu kepada orang lain?”

Sang mufti menjawab: “Saya malu kepada Rasulullah, beliau dahulu membuat parit atau khandak dan tangannya selalu memegang tanah.”

Al-Habib Abubakar menjelaskan bahwa dialog antara orang-orang berakal selalu mengedepankan ketawadhu’an, yang didahulukan bukan keangkuhan ilmu. Orang yang berakal juga selalu memiliki sifat akhlak yang baik. Dan husnul khuluq itu kadang-kadang kita temui ada pada orang non muslim, padahal seharusnya itu dimiliki muslimin. Allah sangat memuji Nabi Saw. karena ahklaknya, dan dialah manusia yang berakal.

Jika kita baca manaqib para auliya dan shalihin, pasti kedua sifat ini; tawadhu’ dan khusnul khulq adanya di depan. Dua ilmu ini sangat mahal. Kata Imam Ja’far ash-Shadiq: “Semua ilmu telah dibagi-bagikan kepada ummat Nabi Muhammad Saw. Tapi hanya ada dua yang tidak dibagikan, yaitu tawadhu’ dan husnul khuluq.” Seseorang yang mengaku keturunan Rasul, baik sayyid, habib atau syarifah harus memiliki dan mengamalkan ilmu tawadhu’ dan husnul khuluq ini.


Kisah Percintaan Seorang Habib Dengan Gadis Belanda Non Muslim



Berikut ini adalah sepenggal cerita yang ditulis langsung oleh cucunya, yaitu al-Habib Alwi Shahab, salah satu wartawan senior yang kini aktif di Republika. Cerita tentang percintaan dua insan beda agama, seorang habib dan gadis Belanda non Islam, yang berlanjut ke jenjang pernikahan.

Berita pernikahannya sempat membuat gempar tanah Betawi karna Jiddah Non adalah gadis berkebangsaan Belanda dan beritanya sampai masuk sebuah surat kabar pada masa itu dengan judul “Rane Rame di Kediaman Sayyid Ali al-Habsyi di Kwitang”.

a. Maria van Engels; Noni Belanda Menantu Habib Ali Kwitang

Noordwijk (Jl. Juanda) dan Rijswijk (Jl. Veteran) diapit Ciliwung merupakan kawasan elit Eropa. Di sini terdapat istana, toko-toko penjual produk dan busana Eropa. Ada sejumlah hotel, teater, klab malam, dan tempat hiburan lainnya. Semua dengan ciri-ciri Eropa modern. Lebih-lebih saat Raffles (1811-1816), letnan jenderal Inggris, menjadikannya kawasan warga Eropa. Berdekatan dengan Noordwijk terletak Jl. Pecenongan, Jakarta Pusat, yang juga banyak dihuni warga Eropa. Diantaranya, keluarga Engels, warga Belanda.

Van Engels beristri gadis Wonosobo, Jawa Tengah, saat dia bekerja di onderneming (perkebunan) teh di kaki Gunung Dieng. Mungkin untuk mencari peruntungan yang lebih baik, keluarga Van Engels penganut Katolik kemudian hijrah ke Batavia. Ia pun dapat tugas turut membangun jalan kereta api dari Batavia ke Jawa Timur. Dia punya dua orang gadis, Maria dan Lies van Engels. Sebagai gadis Indo Belanda, Maria berkulit putih, cantik dan tinggi semampai. Dia bekerja di toko penjahit di Noordwijk.

Di dekat Pecenongan, terletak Gang Abu, yang banyak dihuni keturunan Arab, saat Belanda membolehkan mereka tinggal di luar Kampung Arab, Pekojan, Jakarta Kota. Seorang habib, Abdurahman al-Habsyi, putra sulung Habib Ali pendiri Majelis Taklim Kwitang, Jakarta Pusat, sering mendatangi kawan-kawannya di Gang Abu, melewati tempat Maria van Engels bekerja. Habib Ali, ayah Habib Abdurahman lahir 1867, meninggal 1968 dalam usia 102 tahun.

Diperkirakan, saat pertemuan antara pemuda keturunan Arab dengan gadis Indo itu terjadi sekitar akhir 1880-an. Hampir tiap hari Habib Abdurahman menyambangi tempat Maria bekerja. Mula-mula memang dicuekin. Tapi berkat kegigihan sang habib, akhirnya kedua remaja berlainan agama itu saling terpikat. Maria pun terlebih dulu menyatakan setuju menjadi muslimah dan mengganti nama jadi Mariam. Bahkan, ibunya yang biasa disebut ‘Encang’, ikut bersama anak gadisnya. Konon, menjelang pernikahan mereka di kediaman Habib Ali Kwitang (kini jadi majelis taklim), tersiar isu serombongan tentara Belanda siap mendatangi kampung Kwitang untuk menggagalkannya.

Namun, rupanya jamaah Kwitang tak kalah gesit. Sejumlah jagoan dan jawaranya, seperti Haji Sairin, Haji Saleh, dan banyak lagi, bersiap menyambut kedatangan mereka. Mereka nongkrong di Warung Andil, perempatan Jalan Kramat II (dulu gang Adjudant) dan Kembang I. Bersenjatakan golok sambil berkorodong kain sarung, mereka siap menyambut kedatangan soldadoe Belanda yang akhirnya urung datang.

Setelah pernikahan secara Islam, Mariam jadi menantu kesayangan Habib Ali dan tinggal di samping rumah mertuanya. Ia cepat dapat bergaul dan berpartisipasi dengan masyarakat sekitar. Orang-orang kampung Kwitang menyebutnya ‘Wan Enon’ atau ‘Ibu Enon’. Sedang cucu-cucunya memanggil ‘Jidah Non’. Jidah adalah sebutan nenek dalam bahasa Arab.

Setelah berkeluarga, Jidah Non oleh suaminya diminta untuk tidak keluar rumah selama dua tahun. Dengan maksud melatih dan mendidik sang mualaf ajaran Islam. Sejak saat itu dia tidak pernah melepaskan busana Muslim. Memakai kain dan kebaya, serta berkerudung, dan hampir tidak pernah melepaskan tasbih. Sampai akhir hayatnya dia pun berusaha untuk tidak menemui orang yang bukan muhrim. Sedang ibunya yang juga tinggal bersama menantunya, menjadi seorang ibu salehah. Bahkan ia diberangkatkan ke tanah suci.

b. Kehidupan Maria van Engels Pasca Ditinggal Wafat Sang Suami

Setelah Habib Abdurahman wafat 1940, Jidah Non tetap menjalankan kehidupannya dengan penuh takwa. Untuk membantu keluarga – yang sebagian sudah menikah – dia berdagang jamu. Mulai jamu beranak sampai jamu nafsu makan. Dia memiliki keahlian dalam pengobatan herbal dan memiliki sebuah buku tentang pengobatan dan obat-obatan tradisional dalam bahasan Belanda. Dia juga berjiwa sosial. Sering memberikan pertolongan bila yang sakit orang tidak berpunya, dan memberikan jamu secara gratis. Sayangnya setelah almarhum wafat awal 1961, buku yang sangat berharga itu raib begitu saja.

Sekalipun berbeda agama, tapi hubungan dengan adiknya Lies van Engels, tetap mesra. Kalau mereka bertemu saling mencium pipi. Pada 1957, hubungan Indonesia– Belanda putus akibat soal Irian Barat (Papua). Sementara Bung Karno menasionalisasi perusahaan-perusahaan milik Belanda, sambil menyerukan pada pekerjanya untuk mengambil alih. Lies pun pulang ke Nederland bersama puterinya dan tinggal di Wesp, dekat Amsterdam.

Suatu malam di tahun 1961, Wan Non, yang sedang sakit, menginginkan semua keluarga berada di dekatnya. Dan di malam itu juga ia wafat. Jenazahnya dibaringkan di dekat kamar mertuanya, Habib Ali Kwitang. Sejumlah ulama terkemuka Jakarta, seperti KH. Abdullah Syafi’i, KH. Tohir Rohili, KH Nur Ali, hadir diantara ribuan pelayat. Wan Non, yang meski terlahir dari keluarga Non Muslim, menjadi satu contoh keberhasilan didikan agama yang ketat dari seorang suami dan kepala rumah tangga. Meski suaminya kemudian wafat lebih dulu (1941), Wan Non tetap menjalankan kehidupannya dengan penuh taqwa, hingga akhir hayatnya.

c. Sosok Suami, Habib Abdurrahman Al-Habsyi

Nah, lalu bagaimana sosok Habib Abdurrahman suami Maria van Engels ini? Beliau adalah putra seorang ulama masyhur Betawi keturunnan Hadhramaut, Habib Ali al-Habsyi. Habib Abdurrahman lahir sekitar tahun 1890 di kampung Kwitang, Jakarta. Anak sulung dari Habib Ali al-Habsyi. Ayahnya adalah guru yang pertama baginya. Memang, Sosok putra sulung Habib Ali Kwitang ini tidak banyak diketahui orang. Mungkin karena ia wafat selagi muda, jauh sebelum wafatnya Habib Ali Kwitang sendiri.

Selain kepada ayahnya, ia juga menyempatkan diri untuk berguru kepada Habib Abdullah bin Muhsin al-Attas Bogor dan Habib Ahmad bin abdullah Al-Attas Pekalongan. Meski tidak sempat lama, ia pernah pula menuntut ilmu di negeri leluhurnya, Hadramaut. Di sana ia berguru kepada sejumlah ulama besar Hadramaut di masa itu.

Habib Abdurrahman aktif mengikuti berita-berita pergerakan yang tengah marak pada saat itu. Diantara kawan akrabnya adalah H. Agus Salim, seorang tokoh pergerakan nasional yang terkenal. Sewaktu terjadi ikhtilaf antara Jami’at Kheir dan al-Irsyad, ia mengkliping berita-berita dari berbagai surat kabar dan tulisan-tulisan yang terkait dengan itu. Ia memang seorang yang gemar membaca.

Sementara itu, akhlak mulia Habib Abdurrahman kepada orangtuanya menjadi faktor utama yang di kemudian hari menempatkannya di maqam yang tinggi. Bila menjumpai ayahnya, ia selalu bertutur kata dengan halus. Sewaktu berpisah pun ia berjalan mundur, karena tidak ingin membelakangi ayahnya. Bila ia dibelikan baju baru oleh ayahnya, ia terima sepenuh hati hadiah itu dengan wajah berseri-seri. Tapi baju baru itu tidak segera dikenakannya. Tidak berapa lama, ia berikan baju itu kepada orang lain.

Beberapa kali kejadian itu terjadi, hingga suatu saat Habib Ali bertanya kepadanya: “Wahai Abdurrahman, mana baju yang baru kuberikan kepadamu kemarin?”

Habib Abdurrahman menjawab: “Abah, alangkah lebih senangnya lagi hatiku bila baju yang kukenakan adalah baju yang bekas abah pakai.”

Selain mencerminkan rasa ta’dzimnya yang begitu besar kepada sang ayah, kisah di atas juga menunjukkan hatinya yang pemurah kepada sesama.

d. Habib Abdurrahman Wali Allah

Sekali waktu, pernah Habib Muhammad, adiknya, terlambat pulang ke rumah, sedang hari sudah larut malam. Dari kejauhan Habib Muhammad melihat kakaknya sedang berdiri di depan rumah. Karena pulang agak larut, ia sungkan kepada sang kakak. Maka ia ambil jalan memutar ke pintu samping. Ternyata di pintu samping rumahnya itupun ada Habib Abdurrahman, yang tengah berdiri. Ia memutar lagi lewat pintu belakang.

Aneh, lagi-lagi di pintu belakang rumahnya itu ia lihat sang kakak. Habib Abdurrahman kemudian memanggilnya dengan lembut dan berkata: “Ya Muhammad, jangan takut kepadaku. Sekarang masuklah, ini waktunya sudah malam. Nanti ente sakit, masuk angin. Lain kali jangan pulang terlalu larut. Jangan sampai Abah yang membukakan pintu. Kasihan, Abah sudah sepuh.”

Suatu saat, ketika dirinya tengah sakit, kebetulan sang ayah hendak mengunjungi Habib Abdullah bin Muhsin al-Attas Bogor, gurunya sekaligus guru ayahnya pula. “Ya Abdurrahman, Abah mau ke Habib Abdullah, nanti sekalian Abah minta air untuk didoakan Habib Abdullah agar sakitmu lekas sembuh.”

Sesampainya di Bogor, Habib Ali mengutarakan hajatnya terkait dengan kondisi putranya kepada Habib Abdullah. Sambil menunjuk secangkir kopi di hadapannya, Habib Abdullah mengatakan: “Ini kopi anakmu.” 

Rupanya Habib Abdurrahman baru saja beranjak pulang dari tempat Habib Abdullah. Aneh memang, padahal tadi Habib Ali meninggalkan Habib Abdurrahman yang tengah berbaring sakit. Habib Ali pun memahami bahwa putranya ini memiliki kedudukan khusus di sisi Allah. Banyak orang yang menyakininya sebagai salah satu seorang waliyullah. Entah kenapa, bila sedang datangnya hal-nya (keadaaan tertentu yang biasa dialami seorang wali), ia merokok dengan mengisap sebatang lisong.

Suatu hari di tahun 1941, Habib Abdurrahman mengundang sejumlah orang untuk membaca tahlil bersama pada suatu malam yang ia telah tentukan. Beberapa hari kemudian, ia juga mendatangi seorang penggali kubur di kompleks pekuburan Tanah Abang. Saat itu ia memesan sebuah kuburan dengan ukuran tertentu, seraya mengatakan kepada si penggali kubur bahwa kuburan itu dipesan untuk seorang putra Habib Ali Kwitang yang wafat, yang bernama Abdurrahman.

Pada hari acara tahlil yang telah ditentukan, pada hari itu pula Habib Abdurrahman wafat. Ternyata Habib Abdurrahman sendiri. Begitu pula saat si penggali kubur hendak berta’ziyah ke Habib Ali Kwitang, betapa kagetnya ia melihat jenazah. Ternyata orang yang memesan lahan kuburan itu adalah Habib Abdurrahman sendiri. Rupanya Habib Abdurrahman sudah beroleh kabar terlebih dulu dari Allah tentang akhir hidupnya.

e. Tidak Masyhur di Dalam, Tapi Terkenal di Luar

Meski orang sekarang tidak banyak yang mengenalnya, namanya ternyata termasyhur bagi sejumlah pihak. Ketika seorang mursyid Tarekat Naqsyabandiyah dari Cyprus, Syaikh Nadzim al-Haqqani (wafat 8 Mei 2014) pertama datang ke Indonesia, diantara yang ditanyakan adalah makam Habib Abdurrahman bin Ali al-Habsyi. Syaikh Nadzim mengatakan, ia mengetahui sosok Habib Abdurrahman sebagai seorang sufi besar yang menjadi mursyid dalam tarekat Naqsyabandiyah. Orang banyak pun takjub mendengar informasi dari syaikh tersebut.

Habib Abdurrahman dimakamkan di pekuburan Tanah Abang. Sayang kini, makamnya sudah tidak ada lagi, terkena bongkaran di zaman Gubernur Ali Sadikin. Saat makamnya dibongkar, sebagaimana halnya pada makam Habib Utsman Mufti Betawi, jasadnya tidak ditemukan sama sekali. Namun, secara simbolis tanah bekas kuburannya pun dipindahkan ke Jeruk Purut. Keanehan lagi-lagi terjadi, beberapa hari setelah dipindahkan, makamnya menghilang tanpa bekas. (Sumber: Buku Maria van Engels Menantu Habib Kwitang karya Alwi Shahab dan Majalah Alkisah).

Selengkapnya bisa Anda baca buku “Maria van Engels Menantu Habib Kwitang” di sini: http://books.google.co.id/books?id=Syey0xb2--8C&printsec=frontcover&hl=id#v=onepage&q&f=false

Dan baca sosok penulis buku tersebut di sini: http://alwishahab.wordpress.com/about/ 

Sya’roni As-Samfuriy, Cilangkap Jaktim 13 Mei 2014 

Maaf, sedikit koreksi: Foto di atas bukanlah Habib Abdurrahman putra Habib Ali, melainkan Habib Abdurrahman ayahnya Habib Ali.



Teguran Anjing, Asal Mula Nama "NUH" Sang Nabi




“Ratapilah dirimu wahai orang melarat, Kelak kau pun mati meski selama Nuh kau hidup.” Itulah sepenggal syair tentang terbatasnya umur, sepanjang umur Nabi Nuh pun.

Siapa yang tak kenal Nabi Nuh? Hal yang banyak dikisahkan tentang beliau adalah perihal usianya yang panjang, 950 tahun, dan dakwahnya yang tak kenal lelah. Siapa pula yang tak tahu tentang banjir bandang yang merata di berbagai daratan di muka bumi sehingga memusnahkan lebih dari separuh populasi makhluk hidup pada saat itu. Beliau mendapat mandat suci sebagai rasul pada saat beliau berusia 250 tahun, dan hidup selama 200 tahun setelah surutnya air bah.

Namun tidak banyak yang tahu bahwa, konon, nama asli beliau bukanlah ‘Nuh’, melainkan Abdul Ghoffar, ada pula yang menyebutkan bahwa nama beliau Yasykur. Sedangkan ‘Nuh’ hanyalah julukan bagi beliau, artinya orang yang meratap.

Nah, di sini kita akan mencoba memetik satu atau dua tangkai hikmah dari sebab mengapa beliau dijuluki dengan nama ‘Nuh’. Sehingga kita bisa melahap buah kebijaksanaan ini, kemudian menanam biji-bijinya, agar kebun hati kita rimbun dengan kerindangan hikmah yang menyejukkan.

Suatu ketika, dalam satu perjalanan, Abdul Ghoffar berpapasan dengan seekor anjing lusuh bermata empat dan begitu mengerikan. Melihat hal aneh dan jarang beliau temui ini, beliau bergumam: “Wah, anjing ini begitu jelek.”

Sepertinya si anjing mendengar gumaman beliau, dia terus memandangi manusia di hadapannya itu dengan tatapan sinis. Sejurus kemudian, saat beliau hendak berlalu, tanpa diduga, si anjing menyeru: “Hai Abdul Ghoffar! Siapa yang kau cela tadi? Ukirannya ataukah Pengukirnya?!”

Sang Nabi terkejut mendengar hardikan itu. Tanpa menunggu jawaban, si anjing melanjutkan: “Jika yang kau cela adalah ukirannya, yakni aku, maka ketahuilah bahwa aku tak pernah meminta untuk diciptakan menjadi anjing seperti ini! Dan jika yang kau cela adalah Sang Pengukir, maka ketahuilah bahwa Dia melakukan apa yang Ia kehendaki dan tidak satu cela pun Ia punyai, ingat itu!”

Belum sempat Abdul Ghoffar berkata-kata, si anjing berlalu begitu saja, meninggalkan beliau yang masih terbelalak dan merenungkan setiap butir kata-katanya. Beliau terus menerus memikirkan kata-kata si anjing, semakin lama semakin beliau pahami maknanya. Tetes demi tetes air mata membasahi pipinya, beliau menyesal dan meratapi kekeliruan ucapan dan anggapannya. Sejak itu, karena banyaknya meratapi kesalahan (Naaha – Yanuuhu), beliau dijuluki orang-orang sekitarnya dengan sebutan ‘Nuh’, sang peratap.

Jika direnungkan, memang benar teguran si anjing. Setidaknya ada beberapa hal yang bisa kita pahami dari dialog menakjubkan ini:

1. Tidak ada yang jelek hakiki dalam setiap ciptaanNya, semua mengandung hikmah, semua memiliki peran di dalam kewujudannya masing-masing di alam raya ini. Anggapan jelek atau buruk hanyalah hasil penangkapan indera dan penilaian akal yang berdasarkan pada pengalaman serta sudut pandang kita yang sempit. Sehingga bisa menggelincirkan kita untuk menjelek-jelekkan ciptaanNya. Adakah ciptaan Sang Pencipta yang benar-benar jelek pada hakikatnya? Ataukah kita yang belum mampu memahami makna di balik semua yang kita pandang dan dengar?

Jika yang kita hina adalah Penciptanya, yakni Allah Ta’ala, maka sesakti apa kita sehingga berani mencela Dia yang seratus persen berkuasa terhadap lahir batin kita? Mau kemana kita mengungsi jika Dia usir dari alamNya ini? Tidak ada ruang maupun waktu yang tidak bernaung di bawah kekuasaan dan pengaturanNya.

Jika yang kita jelek-jelekkan ciptaanNya, misalnya anjing tadi, bukankah ia tercipta sedemikian itu bukan karena kehendak maupun permintaannya sendiri? Begitu pula dengan ciptaan-ciptaanNya yang sering kita anggap buruk yang lain. Toh tidak ada gunanya menghina suatu hal atau keadaan, sejelek apapun hal itu, semenyebalkan bagaimanapun suatu keadaan.

Bahkan setan sekalipun, kita diwanti-wanti untuk waspada dan berlindung dari makarnya, bukan untuk dihina dan dijelek-jelekkan. Itupun yang kita hindari bukanlah zat setan atau berbagai macam zat keburukan lain, melainkan tingkah laku dan pengaruh sifat buruklah yang kita hindari, bukan zatnya.

Jika kita tidak berhati-hati, justru bisa tumbuh bibit-bibit takabbur di dalam diri kita, padahal hal ini pulalah yang dahulu menggelincirkan Iblis dari posisi para malaikat yang mulia. Memang benar manusia disebutkan sebagai ‘Ahsanu Taqwim’, bentuk ciptaan yang terbaik, namun ingatkah kita bahwa ada berjuta kemungkinan pula bahwa sesosok manusia bisa terlena menjadi ‘Asfalu Saafiliin’, serendah-rendahnya para pecundang?

Dan bukankah gelar ‘Ahsanu Taqwim’ ini lebih cenderung mengesankan tanggungjawab yang kita emban selaku pemangku bentuk ciptaan yang terbaik, baik dari segi fisik maupun psikis? Bukan untuk diumbar secara ‘gumede’ sehingga memperlakukan makhluk lain secara sewenang-wenang.

2. Setiap manusia memiliki tingkatan spiritual yang berbeda-beda, tergantung kualitas jiwanya. Pengalaman batin orang semacam kita tentu berbeda dengan ketajaman jiwa para wali, apalagi para nabi dan rasul. Sama sekali tidak sama.

Suatu hal yang kita anggap sepele, kesalahan kecil, atau bahkan sama sekali bukan kesalahan di dalam pandangan kita, bisa jadi justru menimbulkan penyesalan yang dalam bagipara ‘arifin. Sebagaimana penyesalan dan taubat Nabi Adam setelah menikmati Buah Khuldi yang menyebabkan beliau turun ke bumi, padahal beliau memang sudah direncanakanakan menjadi khalifah di muka bumi jauh-jauh hari sebelum beliau diciptakan.

Atau taubat serta pengakuan dzalim Nabi Yunus ketika terperangkap dalam kelamnya perut ikan di kedalaman samudera, beliau beranggapan bahwa kepergian beliau meninggalkan kaumnya merupakan suatu bentuk keputusasaan yang perlu disesali dan ditaubati, padahal kita semua tahu bahwa beliau sudah berdakwah dengan gigih dan kaumnya memang keras kepala. Begitu pula dengan ratapan Nabi Nuh terhadap hinaan remeh beliau terhadap si anjing dalam kisah di atas.

Sebaliknya, masalah dan kesempitan hidup yang menurut kita begitu berat dan tak bisa ditanggung, sehingga menggelincirkan kita kepada kedurhakaan-kedurhakaan individual maupun sosial, justru menjadi batu asah bagi jiwa-jiwa para wali. Menjadi medan uji bagi spiritualitas manusia-manusia unggul yang menghantarkan mereka menuju derajat yang begitu tinggi dan begitu dekat di hadiratNya. Sehingga kita banyak mengenal para rasul dan nabi melalui kisah-kisah ketabahan dan kegigihan perjuangan hidupnya dari berbagai latar belakang yang berbeda-beda.

Problem yang dihadapi pun beraneka rupa, mulai dari masalah kesehatan, penghidupan, skandal, fitnah, pembunuhan, pemerintahan, peperangan, keluarga, dan sebagainya. Mereka inilah yang akan menjadi hujjah bagi Allah di akhirat, ketika kita menjadikan segala masalah-masalah hidup kita sebagai alasan yang menghalangi pengabdian kita kepadaNya.

Juga sebagai ibarat bagi kita bahwa perjalanan hidup ini tak lepas dari perjuangan dan keprihatinan, sehingga kita selangkah dua langkah berupaya meneladani sensitivitas jiwa para teladan ini. Karena sepandai apapun akal menganalisa, memprediksi dan merancang langkah hidup, tetap saja kita tidak pernah tahu apa yang akan kita hadapi esok, sehingga teladan dari para utusan adalah referensi terbaik bagi hidup kita.

Di akhir hayatnya, ketika disapa dengan salam oleh Malaikat Maut, Nabi Nuh menyahut: “Siapa Engkau? Mengapa salammu begitu menggetarkan hatiku?”

“Aku Malaikat Maut. Mengapa kau mengeluh begitu saat kujemput? Tidakkah kau sudah kenyang hidup di dunia wahai manusia yang terpanjang umurnya?” jawab Sang Pencabut Nyawa.

“Sesungguhnya aku mengenal kehidupan ini sebagai suatu tempat dengan dua pintu, aku masuk melalui satu pintu dan keluar dari pintu lain yang belum pernah aku rasakan sebelumnya,” ujar Sang Nabi.

Betapa indah ibarat yang Allah tunjukkan kepada kita. Betapa sejuk tetes-tetes pemahaman yang Ia ajarkan kepada kita melalui para utusan dan kekasihNya, serta melalui lembaran-lembaran buku yang terhampar luas ini; segenap kejadian di semesta raya.

Setidaknya dahan-dahan hikmah ini bisa menaungi kita dari teriknya kegelisahan-kegelisahan hidup dan menyegarkan kembali hati yang hampir membusuk. Dengan tidak mencaci atau menghina apapun, dalam kondisi bagaimanapun.

“Dan barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak. Dan hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah).” (QS. al-Baqarah ayat 269). 

(Siraj ath-Thalibin juz 2 halaman 409 karya Syaikh Ihsan Dahlan Al-Jampesi. Diterjemah oleh Ustadz Zia Ul Haq Tegal).

Gus Dur Tidak Peduli Gengsi

Cermin Ketawadhu’an KH. Abdurrahman Wahid

Ketika Bersama Syaikh Muhammad Hisyam Kabbani


Suatu ketika Gus Dur berkenan menghadiri undangan di daerah Tegal. Seperti biasa Gus Dur selalu didampingi pengawal dan supir serta beberapa orang lain yang menemani perjalanan beliau.

Perjalanan ini merupakan rangkaian dari beberapa undangan dari warga Nahdliyin kepada beliau untuk menghadiri acara Haul para Kyai dan acara PKB di daerah yang ketika itu dipimpinnya.

Dari Jakarta kami ke Surabaya dan keliling ke beberapa daerah di Jawa Timur diteruskan ke Jawa Tengah. Dari Semarang kami melanjutkan ke daerah Tegal lewat jalan darat. Memang ada pengusaha yang menawarkan Helicopter untuk dipergunakan selama perjalanan oleh beliau. Namun dengan halus beliau menolaknya.

Suatu ketika aku (NH) bertanya: “Pak, itu Pak …(X)… nawarin Heli kok dipun tolak?”

GD: “Ra sah numpak Heli... nanti kita lewat jalan darat saja sekalian mampir ziarah ke makam para ulama dulu yang tidak kamu kenal. Lha wong dia nyediain Heli karena ada maunya…”

NH: “Nyuwun sewu gadah kepentingan napa Pak.”

GD: “O dia lagi ada masalah, sekarang belum ada apa-apa tapi nanti bakalan diusut, dan jadi rame…”

NH: “O... ngaten to?”

Dan ternyata beberapa tahun kemudian memang pengusaha tersebut tersangkut masalah.

Akhirnya rombongan kami pun sampai di kota Tegal dan langsung menuju ke lokasi acara di sebuah desa di selatan kota Tegal. Ribuan orang sudah memadati lapangan sejak pagi untuk mendengarkan taushiyah dari Gus Dur dalam acara Haul salah satu Kyai pendiri pesantren di Tegal. Seperti biasa ketika acara berlangsung aku pergi memisahkan diri dari rombongan jalan-jalan di seputar lokasi acara sambil melihat langsung kehidupan masyarakat desa.

Selesai acara haul, rombongan kami hendak kembali ke Jakarta dengan menggunakan Kereta Api dari stasiun Tegal. Hiruk pikuk pun terjadi di stasiun Tegal. Semua pejabat di Tegal ikut mengantar keberangkatan beliau tak lupa juga kepala stasiunnya. Masyarakat yang tidak menduga kalau Gus Dur akan naik KA berebut ingin bersalaman hanya ingin ngalap “barokah” suatu hal yang biasa di masyarakat NU.

Tiba waktunya kami berangkat di gerbong eksekutif yang sudah kami pesan duduk bersama dengan para penumpang yang sudah naik terlebih dahulu dari kota-kota sebelumnya. 15 menit setelah kereta api berjalan Gus Dur panggil pengawal kalo mau tidur di bawah saja. Kami pun bingung, aku beranikan diri menjawab: “Pak nyuwun sewu ini di Kereta pak.”

Kata beliau: “Emang kenapa kalo di kereta? Din rakyat kecil kalo naik kereta itu pada tiduran di bawah, cepet dang to digelari koran.”

Aku hanya terdiam mendengar jawaban beliau. Akhirnya kursi kami putar saling berhadapan dan di lantai kami gelari selimut. Dan dengan nikmatnya beliau tidur dan mendengkur tanpa memperdulikan status yang melekat pada dirinya (mantan Presiden RI ).

Kami pun akhirnya duduk di lantai KA dan mungkin karena sungkan para penumpang yang duduk dekat dengan kami akhirnya pada duduk di lantai mengobrol bersama dan diantaranya ada yang menitikkan air mata karena terharu melihat kerendahan hati beliau.

Tulisan ini hanya sebagai obat rinduku kepada Gus Dur. Khushushan ila hadhrati ya Habibina Syech KH. Abdurrahman ad-Dakhil bin Abdul Wahid Hasyim al-Fatihah...


Oleh: Nuruddin Hidayat (NH)

24 Jun 2014

Merokok dan Kontroversi Fatwa Rokok




Habib Umar Bercerita :
TAK JUMPA NABI KARENA ROKOK

==============================
Diceritakan oleh alhabib Umar bin Muhammad bin Hafidzh kira-kira sekitar 40thn yang lalu ada seorang syech yang istiqamah di masjid nabawi, istiqamah berziarah ke Nabi Muhammad sallallahu alaihi wassalam.

Suatu ketika beliau tertidur dan bermimpi bertemu Rasulullah sallallahu alaihi wassalam sedang mondar-mandir dari pusara beliau ke raudhah, sehingga bingung syech tersebut dan bertanya kpd Rasulullah:
“kenapa engkau mondar2ir ya Rasulullah dari pusaramu ke raudoh?”
lalu sang nabi yang mulia Rasulullah sallallahu alaihi wassalam menjawab:
“aku ingin menjumpai salah satu cucuku yang sedang sholawat kepadaku di raudoh namun aku tidak dapat menjumpainya karena di dalam kantungnya ada rokok”

Tidak lama kemudian terbangunlah si syech tersebut lalu diliatnya salah satu orang yang sedang duduk persis seperti ada di dalam mimpinya, lalu syech tersebut mendatangi sayyid teesebut dan menceritakan perihal mimpinya berjumpa dengan Rasulullah sallallahu alaihi wasalam bahwasannya Rasulullah tidak dapat menjumpainya karena di dalam kantungnya ada rokok, mendengar itu sayyid tersebut menangis dan membuang rokoknya dan sejak itu sayyid tersebut taubat dari merokok.. Wallahua’lam..

Semoga yang masih merokok dikasi berhenti merokoknya dan yang tidak merokok dikasi istiqamah tidak merokok..

Aamiin.. bibarkati wabilhaqi sayidina Muhammad sallallahu alaihi wassalam…



Saudaraku yg kumuliakan,

Allah swt berfirman : “mereka bertanya tentang apa yg dihalalkan bagi mereka, katakanlah yg dihalalkan bagi mereka adalah yg baik baik” (QS Almaidah 4)

maka jelaslah semua yg mudharrat bagi kita diharamkan Allah swt.

Namun dalam hal rokok ini ada ihtlilaf ulama karena bermanfaat membawa ketenangan, dan memang nikotin berefek demikian dan Nikotin tidak memabukkan, jika banyak merokok ia tidak mabuik, maka tak bisa dihukumi Muskir (memabukkan). namun kini dibuktikan bahwa Mudharratnya lebih besar dari manfaatnya, maka jatuh hukumnya kepada haram, namun sebagian ulama kita masih mengakuinya makruh bagi mereka yg sudah menahun.

jelasnya jumhur (pendapat terbanyak) para ulama masa lalu dan masa kini yg berfatwa akan rokok, telah melarangnya.

Demikian saudaraku yg kumuliakan, semoga sukses dg segala cita cita, semoga dalam kebahagiaan selalu,

Wallahu a’lam.

Sumber Habib Munzir Al Musawwa

SEJARAH ROKOK

Didalam kitab Jawahirul Lu’lu’iyyah, disebutkan bahwa munculnya rokok berasal dari
Inggris yang menyebar ke negeri-negeri Islam di abad akhir. Anehnya pemerintah Inggris justru tidak mengirimkan rokok ke negara Islam kecuali setelah para dokter muslim
bersepakat melarang merokok.

Dikatakan pula bahwa para dokter negeri muslim pernah mengotopsi seorang laki-laki pecandu rokok. Mereka mendapati daging dan ototnya mengerut kehitaman, sumsum
tulang hitam legam. Jantungnya seperti karang laut berlubang dan berongga yang mengering. Hati terbakar seperti dipanggang api. Sejak itulah dokter Yahudi-Nasrani melarang mengonsumsi rokok. Dari sinilah sebagian para ulama’ mengharamkan mengkonsumsi rokok, karena ihtiyath (berhati-hati dalam mengambil hukum).

Fatwa Menjauhi Rokok

Telah berkata Al-Imam Al-Habib Abdullah bin Alwi al-Haddad : “..yang shohih hukum merokok adalah haram karena dapat menghilangkan akal..”
Al-Habib Abdurrahman bin Muhammad al-Masyhur, mufti Diyar Hadramaut, saat membahas hal-hal yang membatalkan puasa. didalam kitab beliau Bughyatul Musytarsyidin sempat berkata : “Semoga Allah melaknat orang yang membuat rokok karena rokok termasuk bid’ah yang buruk.”

Al-Habib Husein, anak dari Syech Abubakar bin Salim pernah membeli tembakau dengn harga 40.000 riyal, lalu membakarnya, beliau juga memerintahkan untuk menghancurkan tembakau di Hadramaut dan melarang orang-orang dari merokok. Beliau berkata : “Orang yang tidak tobat dari merokok, aku khawatir dia akan mati su’ul khotimah.”
Na’udzu billahi min dzalik.

Beliau juga mengatakan : “Aku masih punya harapan peminum khomr dapat bertobat, tapi aku tidak punya harapan orang yang merokok dapat bertobat.” Hal ini dikarenakan, peminum
khomr tahu bahwa khomr hukumnya haram sehingga masih diharapkan tobatnya, sedang perokok merasa yakin bahwa hukum merokok adalah tidak apa-apa, sehingga dia tidak
merasa bersalah dan tidak perlu bertobat. Wal ‘iyaadzu billah min dzalik.

Al-Habib Abdullah bin Umar Bin Yahya pernah melihat di Mekkah beberapa orang yang berilmu telah terbiasa merokok. Beliau lalu marah dan melarang mereka : “Ini tidak pantas dan tidak cocok bagi yang mempunyai ilmu. Kebiasaan ini adalah bid’ah yang jelek, tidak disukai oleh jiwa-jiwa yang muthmainnah serta dijauhi oleh tabi’at yang sholihah.”

Alhabib Muhammad bin segaf, Pada suatu malam beliau akan shalat tahajjud dimesjid habib thoha bin umar,lalu beliu mencium bau tembakau lalu beliau mencari-cari seraya berkata:siapa yang menyakiti para malaikat dan tidak menghormati baitullah serta mengotori kami?

Al-imam Al-habib ahmad bin hasan Al-Aththos beliau berkata: aku bermimpi nabi Muhammad saw salah satu rumah dikota seiwun(yaman)lalu aku menanyakan kenapa beliau keluar?maka beliau menjawab:aku datang untuk menghadiri pembacaan maulid dirumah itu tetapi aku melihat didalamnya ada tembakau,maka aku keluar.

Syech Abdus Shomad Baktsir bersyi’ir :

Rokok adalah hidangan terbuat dari api panas, tidak ada
manfaat didalamnya kecuali penyakit jantung maka jangan
biarkan ia memperdayaimu

Awalnya adalah batuk lalu menguning terus menerus ia
lakukan sampai akhirnya berpenyakit TBC, maka berikanlah
dalihmu

Penyakit apakah gerangan yang disifatkan mereka
sampai-sampai menyerang punggungmu wahai yang tertipu

Apabila mereka berkata didalam rokok ada manfaatnya,
sungguh mereka telah berkata hal yang mustahil dan tak
akan pernah dijumpai olehmu

Al-Habib Ahmad bin Umar al-Hinduan mengatakan : “Kalau mereka mengharuskan kami untuk memilih, anakku merokok atau makan kotoran manusia, niscaya aku pilih agar dia makan kotoran manusia daripada merokok..” Beliau juga mengharamkan rokok, karena membuat buruk konsumennya.

Al-Habib Ali bin Hasan Alatas shohib kitab al-Qirthos serta al-Faqih Abdullah bin Ahmad Bazar’ah secara global menyatakan merokok adalah tercela disetiap keadaan, baik secara syari’at maupun secara akal.

Syech Muhammad al-Bairuty ad-Dimyathy berkata : Rokok membuat tubuh lemah, sedikitpun tidak ada manfaatnya, bahkan menyebabkan bahaya dan penyakit didalam badan

Celakalah penghisapnya, kedudukan bagaimana yang diharapkan dari yang aromanya menyerupai singa ketika didalam kubangan.

Ulama’ sepakat berfatwa akan keharamannya tanpa melampaui batas, maka berhati-hatilah dengan perkataan orang yang menjadikanmu hina karena lemahnya badan. Janganlah kau
tertipu oleh mereka yang mengonsumsinya, karena mereka lalai dari jalan nyata kebenaran. Membiarkan seseorang di
hari-hari cobaannya sampai-sampai ia melihat kebaikan bukan sebagai kebaikan

Ada seorang yang amat sholih disalah satu kota di Hadramaut, setiap harinya duduk berkumpul dengan auliya’ dan sholihin. Istiqomah mempelajari ilmu, mengamalkannya, dan mengambil barokah dari mereka. Tak lama kemudian ia meninggal dunia. Malamnya, adiknya melihatnya didalam mimpi lalu bertanya : “Apa yang telah Allah lakukan terhadapmu?” Si sholih itu menjawab : “Aku mendapatkan seluruh syafa’at dari para wali dan kaum sholihin kecuali
satu, dalam merokok.” Artinya, seluruh auliya’ dan kaum sholih dapat memberi syafa’at didalam hal apa saja, asalkan bukan rokok..

Syech al-Qolyuby ketika ditanya hukum merokok menjawab dengan syi’ir beliau yang artinya kurang lebih :

Dengarkanlah jawabanku wahai orang yang bertanya, tentang hukum menghisap api yang kelak kedalam neraka kau akan dijerumuskan Hukumnya adalah haram berdasarkan dalil dan sifat-sifat buruk didalam rokok, yang telah kukumpulkan. Yaitu, ia dapat menyibukkan dirimu dari bertasbih kepada Pencipta kita, membuat air mata menghitam dan menghamburkan uang.
Celakalah orang yang menghisapnya kelak dihari perhitungan, saat ia datang dengan buku catatannya yang kosong melompong lagi kelam. Tidak akan pernah ada selamanya seorang yang ‘alim pun yang berkata : ini adalah halal, baik manusia golongan ‘arab maupun ‘ajam. Jika ada
yang menentang perkataanku ini, mestilah ia seorang yang sesat dari jalan-jalan (kebaikan) serta dari kebenaran dan tuli ditelinganya menyumbat pendengaran

al-Habib Abdullah bin Umar asy-Syathiry, seorang ulama mutaakhirin, dalam syi’irnya beliau berkata :

Kau perbagus rokok dibibirmu, dan kau malu memakai siwakmu

Syariat dan kedokteran telah melarangmu dari perbuatan mengganggu itu, tapi kau tetap melakukan hal itu

Seandainya kau balik 2 hukum itu (memakai siwak dan meninggalkan rokok) maka itu lebih utama bagimu, akan tetapi syetan telah menipumu

Berapa banyak harta yang amat berharga kau sia-siakan,
aduhai, kalau saja harta itu kau gunakan untuk akhiratmu

Tidaklah pantas bagimu wahai putra keturunan Thoha SAW,
lebih memilih akhlaq yang tercela dan kesialannya menyelimutimu

Apakah kau tidak sadar datukmu hadir saat kau melakukannya, benar-benar kau tidak mau sadar, demi Dzat yang dari nuthfah Ia menciptakanmu.

Tiada kata terlambat untuk bertobat. “Dan orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, lalu mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka.. dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain Allah ? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan buruk itu sedang mereka mengetahui.” (QS. Ali ‘Imron :135)

Semoga kita termasuk hamba Allah yang disebut didalam ayat-Nya : “..Sampaikanlah kabar gembira kepada hamba-Ku, yang mendengar perkataan lalu mengikuti apa yang terbaik darinya. Mereka itulah orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah dan mereka itulah orang-orang yang memiliki akal. ” (az-Zumar : 17-18)

Al-Imam As-sayyid Alwi bin abbas Al-maliki Al-hasani : sepantasnya tidak ada ikhtilaf (beda pendapat) dalam mngharamkan rokok pada saat majlis al-qur`an,majlis dzikir(pengajian/tahlilan),didalam mesjid /mushalla,dan pada siang hari bulan ramadhan. Dan barang siapa yang yakin atau merasa mungkin adanya bahaya rokok terhadap kesehatan dirinya maka hukumnya menjaga kesehatan berada dalam hukum fardhu(wajib)dan pekerjaan yang bertentangan dengan fardhu adalah haram.

Kontroversi Fatwa Rokok

Asy Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu: Pada zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memang rokok itu belum ada, namun sesungguhnya Islam datang dengan pokok yang umum, mengharamkan segala sesuatu yang membahayakan tubuh, mengganggu orang di dekatnya, atau menyia-nyiakan harta. Inilah dalil-dalil yang menunjukkan hukum rokok.

1. Allah ta’ala berfirman,

وَيُحِلُّ لَهُمُ الطَّيِّبَاتِ وَيُحَرِّمُ عَلَيْهِمُ الْخَبَائِثَ
Dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk (Al-A’raf: 157).
Dan rokok merupakan perkara buruk yang memudharatkan dan baunya pun busuk.

2. Allah ta’ala berfirman,

وَلا تُلْقُوا بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ
Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan. (Al-Baqarah: 195).
Rokok akan menyebabkan penyakit yang mematikan seperti TBC, kanker dan lain-lain.

3. Allah ta’ala berfirman,

وَلا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ
Janganlah kalian membunuh jiwa-jiwa kalian. (An-Nisa: 29).
Rokok itu membunuh secara perlahan-lahan.

4. Allah berfirman tentang mudharatnya khamr,

وَإِثْمُهُمَا أَكْبَرُ مِنْ نَفْعِهِمَا
Tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya. (Al-Baqarah: 219).
Bahaya rokok itu lebih besar dari manfaatnya, bahkan rokok itu seluruhnya membahayakan (tidak ada manfaatnya sama sekali –pent.).
5. Allah ta’ala berfirman,

إِنَّ الْمُبَذِّرِينَ كَانُوا إِخْوَانَ الشَّيَاطِينِ
Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan (Al-Isra’: 27).
Rokok itu bentuk pemborosan dan berlebih-lebihan, termasuk perbuatannya syaithan.

6. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

لاَ ضَرَرَ وَلاَ ضِرَارَ
“Tidaklah membahayakan dan tidaklah dibahayakan” (Shahih, riwayat Ahmad).
Rokok itu membahayakan orang yang menghisapnya, dan mengganggu orang yang di dekatnya serta menyia-nyiakan hartanya.

7. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

وَكَرِهَ (اللهُ) لَكُمْ إِضَاعَةَ الْمَالِ
“Allah membenci penyia-nyiaan harta bagi kalian” (Muttafaqun ‘alaihi).
Dan rokok merupakan penyia-nyiaan harta. Penghisapnya dibenci oleh Allah ta’ala. (*)
(Dinukil untuk Blog http://www.ulamasunnah.wordpress.com dari buku “Bagaimana Mendidik Putra Putri Anda” karya Asy Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu, penerbit Al Ilmu Jogjakarta. Silakan dicopy dengan mencantumkan URL Sumber: http://www.ulamasunnah.wordpress.com)

———–

1. Syaikh Muhammad bin Ibrahim : Rokok haram karena di dalamnya ada racun. Al-Qur’an menyatakan, “Dihalalkan atas mereka apa-apa yang baik, dan diharamkan atas mereka apa-apa yang buruk (kotoran).” (al-A’raf: 157). Rasulullah juga melarang setiap yang memabukkan dan melemahkan, sebagaimana diriwayatkan Imam Ahmad dan Abu Dawud dari Ummu Salamah ra. Merokok juga termasuk melakukan pemborosan yang tidak bermanfaat. Selanjutnya, rokok dan bau mulut perokok bisa mengganggu orang lain, termasuk pada jamaah shalat.
2. Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab : Rokok haram karena melemahkan dan memabukkan. Dalil nash tentang benda memabukkan sudah cukup jelas. Hanya saja, penjelasan tentang mabuk itu sendiri perlu penyesuaian.
3. Ulama Mesir, Syria, Saudi Rokok haram alias terlarang, dengan alasan membahayakan. Di antara yang mendukung dalil ini adalah Syaikh Ahmad as-Sunhawy al-Bahuty al-Anjalaby dan Syaikh Al-Malakiyah Ibrahim al-Qaani dari Mesir, An-Najm al-Gazy al-Amiry as-Syafi’i dari Syria, dan ulama Mekkah Abdul Malik al-Ashami.
4. Dr Yusuf Qardhawi Rokok haram karena membahayakan. Demikian disebut dalam bukunya ‘Halam & Haram dalam Islam’. Menurutnya, tidak boleh seseorang membuat bahaya dan membalas bahaya, sebagaimana sabda Nabi yang diriwayatkan Ahmad dan Ibnu Majah. Qardhawi menambahkan, selain berbahaya, rokok juga mengajak penikmatnya untuk buang-buang waktu dan harta. Padahal lebih baik harta itu digunakan untuk yang lebih berguna, atau diinfaqkan bila memang keluarganya tidak membutuhkan.

——

“Kalau NU sudah dari dari dulu menganggap makruh, dan tidak sampai ke tingkat haram,” kata Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Hasyim Muzadi. Dalam penilaian PBNU, ketentuan makruh untuk merokok lantaran tingkat bahaya yang timbul itu relatif, dan tidak signifikan. “Ada yang kuat merokok dan ada yang tidak kuat. Ada yang kalau merokok itu menulis tambah terang. Tapi kalau sakit TBC merokok, dia bisa game (wafat),” ucapnya.

——–

Salah seorang Ulama Sufi besar yang menyatakan rokok tidak haram adalah KH Idris Marzuki, pengasuh Pondok Pesantren Lirboyo, Kota Kediri, atau akrab disapa Mbah Idris. “Rokok tidak haram, karena saya sendiri juga merokok, dan tidak ada akibat apapun yang terjadi. Intinya, rokok dalam islam dihukumkan tidak haram, asalkan tidak berbahaya bagi penggunanya,” kata Mbah Idris.
Menurut Mbah Idris, beberapa ulama di Indonesia juga memiliki sebuah pedoman yang sama tentang hukum rokok, yaitu Kitab Irsyadul Ihsan yang dikarang oleh Syech Ihsan bin Syech Muhammad Dahlan, penerus Pondok Pesantren Jampes di Desa Putih, Kecamatan Gampengrejo, Kabupaten Kediri.
Dalam kitab tersebut jelas Mbah Idris, disampaikan terdapat 3 hukum rokok, yaitu halal bagi yang menginginkan dan mampu, haram apabila berbahaya, dan mubah yang berarti tidak haram dan juga tidak halal.
“Tapi jumlah ulama yang mengharamkan dan menghalalkan, jauh lebih banyak yang menghalalkan. Di Arab Saudi, perokok justru disertai dengan candu dan itu sama sekali tidak membahayakan bagi mereka,” jelas Mbah Idris.
“Yang jelas saya nyatakan rokok tidak haram, karena saya memiliki pedoman sendiri. Jika umat islam di Indonesia tak ingin menuruti fatwa MUI ya itu hak mereka, asalkan mereka juga memiliki pedoman yang kuat,” tegas Mbah Idris.
Selain itu, ketidaksetujuan Mbah Idris atas rencana MUI mengeluarkan fatwa haram untuk rokok juga menggunakan pertimbangan moral, yaitu akan adanya pengangguran dalam jumlah besar, apabila fatwa haram diberlakukan dan banyak pabrik rokok yang akan gulung tikar.

—-

Almarhum Syeh Ihsan, Jampes, Kediri, telah memaparkan masalah perbedaan ulama dengan mengumpulkan literatur kontemporer (kitab-kitab kuning) dalam kitab Irsyadul Ihwan setebal 53 halaman.
Secara rinci, Syeh Ihsan dalam bab kedua menjelaskan ulama-ulama yang mengharamkan rokok. Di antaranya ulama AlQulyubi dalam kitab Sarah AlJalal al-Mahalli dan Ibrahil Al-Luqoni al-Maliki dalam kitab Sarah al-Minhaj dan AlKifayah, Syeh al-Tharabisi dan Al-Bijairami dalam kitab Al-Iqna, serta Imam Al-Bajuri dan Syeh Torabisy.
Kesimpulan dari pendapat ulama salaf (terdahulu) yang mengharamkan mengisap adalah: rokok bisa menyebabkan hilangnya akal sehat jika diisap, dan bisa menimbulkan penyakit yang membahayakan kesehatan tubuh seperti impotensi, sesak nafas, dan penyakit lain yang membahayakan.

Syeh Hasan al-Syarnabila al-Hanafy lebih keras lagi. Selain haram mengisap, karena jelas-jelas membahayakan kesehatan dan bisa melemahkan akal, juga haram bagi siapapun untuk menjual dan membeli rokok. Jika sesuatu diharamkan menjual, maka membeli juga haram. Demikian pendapat Hasan.
Berbagai pendapat ulama yang mengharamkan ini bisa diringkas menjadi empat sebab dijadikannya alasan untuk mengharamkan rokok. Pertama, membahayakan kesehatan berdasarkan temuan dan pengalaman empiris tabib (dokter), sehingga setiap sesuatu yang membahayakan diharamkan.
Kedua, mengkhawatirkan terjadinya bahaya sehingga dilarang secara syar’i, merujuk hadist Imam Ahmad, dari Umi Salamah: ”Rasulullah mencegah setiap yang memabukkan, dan yang melemahkan akal sesuai advis tabib (dokter)”.
Ketiga, menimbulkan bau tidak sedap bagi pengisap, khususnya jika menghadiri pertemuan. Keempat, tidak ada manfaatnya, bahkan mengandung bahaya.

Tetapi, sejumlah ulama salaf justru menghalalkan rokok dan menolak pendapat ulama yang mengharamkan. Misalnya Syeh Abdul Ghoni al-Nabilisi, pengikut madzhab Hanafi. Menurut dia, rokok bukan sesuatu yang najis yang diharamkan.
Adapun jika menyebabkan gangguan kesehatan atau melemahnya akal sehat akibat merokok, itu dikarenakan ada sebab. Jadi, yang haram adalah akibat yang membahayakan, bukan materiil rokok itu sendiri. Yang diharamkan bagi orang yang terkena dampak rokok, bukan bagi yang lain.

Syeh Shulthan hanya menyebut hukum merokok itu makruh. Selain itu, karena tidak ada dalil yang menguatkan haram, dan tidak ada manfaat bagi pengisap, ada juga yang mengatakan hukum dasarnya adalah mubah.

Syeh Ali al-Ajhur dalam kitab Ghoyaul-Bayan menyebutkan, hukum rokok halal sepanjang tidak mengakibatkan hilangnya akal sehat akabat merokok dan tidak membahayakan kesehatan tubuh.

Fatwa serupa juga telah disampaikan Abdullah bin Muhammad al-Khanafy, bahwa rokok tidak haram kecuali bagi orang bisa kehilangan akal sehat, serta membahayakan kesehatan badannya akibat merokok.

Abdullah bin Muhammad AnNahriry Al-khanafy dalam kitab Syarah Al-Ummiyah, dan Syeh Ahmad Al-Maliky, pun menulis bahwa rokok haram jika berakibat hilangnya akal dan membahayakan kesehatan berdasarkan petunjuk dokter yang mengerti permasalahan tersebut. Jika tidak membahayakan sesuai dengan petunjuk dokter, maka tidaklah haram.

——-

Syeikh Abu Sahal Muhamad bin al-Wai’z al-Hanafi mengatakan bahawa kemakruhan
merokok disabitkan dengan dalil yang pasti (qath’I), sedangkan keharamannya
disabitkan dengan dalil yang zhanni (tidak pasti).

PenTarjihan
1. Dr. Yusof al-Qardhawi lebih cenderung kepada hukum haram merokok..
2. Para ulama Hijaz juga cenderung kepada hukum haram merokok.
3. Syeikh Mahmud Syaltut cenderung kepada hukum haram merokok.
4. Syeikh Abu Sahal Muhamad bin al-Wa’izh al-Hanafi condong kepada hukum makruh.
5. Syeikh Abdul Ghani al-Nabilisi mengatakan boleh
6. Syeikh Athiyah Saqr condong kepada pendapat yang memperincikan hukum merokok (tergantung, red).

——–

Fatwa merokok itu HARAM:
1. Muzakarah Jawatan kuasa Fatwa Majlis Kebangsaan Hal Ehwan Islam Malaysia kali ke 37 yang bersidang pada 23 Mac 1995 di Kuala Lumpur.
2. Fatwa yang termasyur di seluruh dunia iaitu Al-Marhum Mufti Saudi, Syeikh Abdul Aziz bin Baaz
3. Fatwa Al-Azhar terdahulu iaitu Syeikh Abdullah Al-Masyd (Ketua Lembaga Fatwa Azhar), Dr. Ahmad Umar Hashim (Naib Canselor Al-Azhar) dan lain lain.

———

Berikut kutipan dari beberapa ulama dari 4 mahzab yang saya ambil dari majalah Al Furqon tahun 6 edisi 9 Robi’ut Tsani 1428 H, sbb :
- Mahzab Syafi’iyah
Diantaranya Ibnu Allan, pensyarah kitab Riyadhus Sholihin, al Adzkar dan lainnya, beliau memiliki tulisan bagus tentang haramnya rokok. Di antara mereka juga Abdurrohman al Ghozi, Ibrohim bin Jamaah, dan muridnya Abu Bakar al Ahdal, Al Qoluyubi, al Buhaeromi dan sejumlah ulama Mahzab Syafi’iyah lainnya.

- Mahzab Malikiyah
Kanun Muhasyi berkata dalam Syaroh Abdui Baqi’ala Mukhtashor al Kholil : “Kebanyakan ulama masa kini dari kalangan Mahzab Malikiyah melarang rokok dengan keras”.
Diantara mereka adalah Abu Zaid Sayyidi Abdurrohman al Fashih yang mengatakan : Sesungguhnya yang menjadi sandaran tanpa ada yang menyelisihi yang menjadi rujukan agama dan dunia serta yang wajib yang diserukan ke seluruh penjuru negeri Islam.
Bahwa rokok haram digunakan karena mayoritas ilmuwan menyatakan rokok mengakibatkan kemalasan dan kelemahan. Rokok juga mempunyai segi kesamaan dengan khomer dalam hal memabukkan. Diantara mereka juga seperti Ibrohim al Laqqoni dan gurunya Salim as Sanhuri dan lainnya dari kalangan ulama Mahzab Malikiyah.

- Mahzab Hanafiyah
Diantaranya ada Muhammad al’ Aini. Beliau memiliki tulisan bagus tentang haramnya rokok. Begitu juga yang dikatakan Muhammad al Khowajah, ‘Isa asy Syahawi al Hanafi, Sa’ad al Balkhi al Madani, Umar bin Ahmad al Mishri Abu Su’ud Mufti Istanbul dan lainnya.

- Mahzab Hanabilah
Telah disepakati oleh para ulama kalangan Mahzab Hanabilah bahwa rokok hukumnya haram. Diantaranya Muhammad bin Abdul Wahab, Muhammad bin Ibrohim (Mufti Kerajaan Saudi Arabia sebelum Syekh Abdul Aziz bin Baz), Syekh Abdul Aziz bin Baz, Muhammad bin Utsaimin dan lainnya.

——–

Diantara ulama yang mengharamkan rokok adalah:

1. Syaikh al-Faqih Abdullah bin Umar BaMahzamah
2. Syaikh Abdullah bin Ahmad BaMuhaimisi
3. Syaikh Abu Bakar bin Qasim al-Ahdal
4. Syaikh Abdullah bin Utsman al-‘Amidi
5. Syaikh Ali bin Abdullah Baras
6. Habib Abdullah al-Haddad
7. Habib Hussin bin Syaikh Abu Bakar bin Salim
8. Syaikh Sholih al Bulqini
9. Syaikh Nuruddin Ali az-Ziyadi
10. Syaikh Ibrahim Zam’an al-Yamin az-Zabadi
11. Syaikh Ibn ‘Allan al-Makki an-Naqsyabandi
12. Syaikh al-Aziz al-‘Amiri
13. Syaikh Najmuddin bin Badruddin bin al’Arabi al-Ghazzi al-Amiri asy-Syafie ad-Dimasyqi
14. Syaikh Ahmad al-Qulyubi

Syaikh Muhammad Nuruddin Marbu al-Banjari al-Makki dan Baba Abdul ‘Aziz melarang merokok.

Seorang Wali besar Tuan Guru Hussin Kedah Al-Banjari, sangat benci rokok. Bahkan kalau beliau melintasi orang yang sedang merokok, mereka akan segera menyembunyikannya karena takut ditegur Tuan Guru Hussin.

Petikan kata-kata ulama yang mengharamkan rokok.
Pengarang kitab al-Qirthas syarah Ratib al’Arifbillah al-Imam ‘Umar bin ‘Abdurrahman bin ‘Aqil al-Atthas, al-Habib Ali bin Hasan bin Abdullah bin Hussin bin Umar bin Abdurrahman al-Atthas Ba’Alawi menyatakan bahwa merokok adalah tercela disetiap keadaan baik secara syariat maupun secara ‘aqli (akal). Begitu juga pendapat al-Faqih Abdullah bin Ahmad BaZar’ah.

Tersebut di dalam kitab Bughyah al-Mustarsyidin yang dikarang oleh as-Sayyid ‘Abdurrahman bin Hussin bin Umar al-Masyhur Ba’Alawi رحمه الله:, Tembakau (rokok) sudah dimaklumi sebagai benda yang halal yang paling buruk, di mana ia boleh mengkhayalkan dan berlakunya pembaziran harta, dan ia bukanlah menjadi pilihan makanan atau hisapan atau sedutan oleh mereka yang bermaruah. Telah difatwakan mengenai pengharamannya oleh para ulama tasawuf seperti al-Qutub al-Ghaost al-Imam Abdullah bin ‘Alawi al-Haddad, al-‘Allamah Ahmad al-Hadwan, sebagaimana yang disebut oleh Ahmad bin Umar bin Sumaith tentang pendapat mereka berdua dan ulama yang lain yang sependapat dengan mereka. Bahkan al-Habib al-Imam Husain bin asy-Syaikh Abi Bakr bin Salim dengan panjang lebar membuat amaran keras mengenai dengan tembakau. Beliau (al-Habib Hussin bin Syaikh Abi Bakar bin Salim) mengatakan: “Aku khuatir orang yang tidak bertaubat dari merokok sebelum matinya, dia akan mati dalam keadaan suu’ al-khatimah (mati yang berkesudahan buruk).

As-Sayyid al-‘Allamah Umar al-Bashri رحمه الله dalam fatwanya: “Kaedah-kaedah yang dipakai oleh para ulama kita ketika menyatakan haramnya sesuatu makanan dalam bab al-ath‘imah ialah makanan yang boleh membawa kepada mabuk atau memudaratkan akal atau tubuh badan, maka memakan benda yang memabukkan adalah haram, kerana ia memabukkan, dan memakan makanan yang memudaratkan akal juga haram, kerana mudaratnya itu. Begitu juga jikalau seseorang membuat pengakuan bahawa dia tidak menemui apa-apa manfaat dalam makanan itu dari semua segi, maka elok makanan berkenaan diharamkan ke atasnya, kerana yang demikian itu berlaku pembaziran harta. Pembaziran harta tidaklah ada bezanya di antara membuangnya ke laut atau membakarnya dan sebagainya yang dikira sebagai membuang-buang harta itu. Manakala yang lainnya adalah halal, kerana yang muktamad, bahawa asal sesuatu benda itu halal, apalagi bagi orang yang menjadikannya sebagai obat.”

Syihabuddin Ahmad al-Qalyubi ketika ditanya hukum merokok menjawab dengan sya’ir beliau :

“Dengarkanlah jawabanku wahai orang yang bertanya, tentang hukum menghisap api yang kelak kedalam neraka kau akan dijerumuskan
Hukumnya adalah haram berdasarkan dalil dan sifat-sifat buruk didalam rokok, yang telah kukumpulkan. Iaitu, ia dapat menyibukkan dirimu dari bertasbih kepada Pencipta kita, membuat air mata menghitam dan membazirkan wang.
Celakalah orang yang menghisapnya kelak dihari perhitungan, saat ia datang dengan buku catatannya yang kosong melompong lagi kelam. Tidak akan pernah ada selamanya seorang yang ‘alim pun yang berkata : Ini adalah halal, baik manusia golongan ‘arab maupun ‘ajam.
Jika ada yang menentang perkataanku ini, mestilah ia seorang yang tersesat dari jalan-jalan (kebaikan) serta dari kebenaran dan tuli telinganya tersumbat pendengaran”

Al-Habib Abdullah bin Umar asy-Syathiri (ayahadanya Habib Salim), dalam sya’irnya berkata :

“Kau memperbagus rokok dibibirmu, dan kau malu memakai siwakmu
Syariat dan ahli perubatan telah melarangmu dari perbuatan mengganggu itu, tapi kau tetap melakukan hal itu
Seandainya kau balik dua hukum itu (memakai siwak dan meninggalkan rokok) maka itu lebih utama bagimu, akan tetapi syaitan telah menipumu
Berapa banyak harta yang amat berharga kau sia-siakan. Aduhai! kalau saja harta itu kau gunakan untuk akhiratmu
Tidaklah selayaknya bagimu wahai putera keturunan Thoha صلى الله عليه وآله وسلم, lebih memilih akhlaq yang tercela dan kesialannya menyelimutimu
Apakah kau tidak sedar datukmu (Rasulullah صلى الله عليه وآله وسلم) hadhir saat kau melakukannya. Benar-benar kau tidak mahu sedar, demi Dzat yang dari nuthfah Dia menciptakanmu.
Tiada kata terlambat untuk bertaubbat. Dan orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, lalu mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka.. dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan buruk itu sedang mereka mengetahui” (Surah Aali ‘Imran :135)
Semoga kita termasuk hamba Allah yang disebut didalam ayat-Nya : “..Sampaikanlah kabar gembira kepada hamba-Ku, yang mendengar perkataan lalu mengikuti apa yang terbaik darinya. Mereka itulah orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah dan mereka itulah orang-orang yang memiliki akal. ” (az-Zumar : 17-18)

1 – Al-Habib Ahmad bin Hasan bin Abdullah al-Atthas menceritakan, suatu hari al-Habib Abdullah bin Umar bin Yahya pergi ke kota Makkah al-Musyarofah. Di kota tersebut beliau melhat seorang ‘alim merokok. Beliau segera menegurnya, dengan katanya: “Merokok tidak layak dilakukan oleh seorang yang berilmu. Itu adalah perbuatan bid’ah yang sangat buruk dan ditolak oleh orang yang berjiwa muthmainnah (tenang) dan berhati salimah (selamat) …”. Orang ‘alim tersebut menjawab: Bagaimana dengan engkau sendiri? Kau minum kopi, padahal perbuatan itu bid’ah.” Al-Habib Abdullah bin Umar bin Yahya segera menjawab: “Baik kalau demikian, sekarang mari kita ke Ka’bah. Aku membawa kopi dan meminumnya disana dan kau … bawalah rokokmu dan hisaplah disana. Siapa yang ditentang dan dicela oleh kamum Muslimin, maka dialah yang bersalah dan tercela.” Mendengar jawapan tersebut, si alim tadi membisu dan mengakui kebenaran Habib Abdullah bin Umar bin Yahya.

2 – Pada suatu malam al-Habib Muhammad bin Seggaf, hendak mengerjakan sholat tahajjud di Masjid Habib Toha bin Umar, lalu beliau mencium bau tembakau, maka beliau mencarinya seraya berkata: “Siapa yang menyakiti para malaikat dan tidak menghormati Baitullah [masjid adalah merupakan rumah-rumah Allah] serta mengotori kami?”

3 -Tersebut didalam kitab Masyrobil Hani karangan Habib Ahmad bin Abdurrahman as-Saqqaf bahwa al Habib al-‘Arifbillah ‘Ali bin ‘Abdurrahman al-Masyhur yang tinggal di Tarim menyebutkan dalam manaqib ayahanda beliau al-Habib ‘Abdurrahman al- Masyhur bahwa ayahnya berkata :

“Suatu hari aku pernah menemani al-Habib al-Wali al-‘Arifbillah Ahmad al Masyhur pada suatu undangan di rumah seseorang dari keluarga Ar Ruwaiki di Tarim. Ketika itu al-Habib Muhammad bin ‘Ali as-Saqqaf termasuk orang yang diundang oleh seorang syaikh dari keluarga BaFadhal. Ketika Habib Muhammad sampai ke rumah Syakh ar-Ruwaiki, beliau mendapati para undangan sedang membaca maulid Nabi صلى الله عليه وآله وسلم. Waktu itu berdekatan dengan mahallul qiyam.
Ketika Habib Ahmad al-Masyhur melihat kedatangan beliau, maka Habib Ahmad berdiri dengan tergesa-gesa dari tempatnya untuk menyambutnya di pintu rumah. Habib Ahmad pun memegang tangan kiri beliau. Habib Muhammad tercengang dengan sambutan Habib Ahmad. Namun beliau tetap diam dan penuh adab. Beliau lalu didudukkan di samping Habib Ahmad. Padahal Habib Ahmad adalah orang yang sangat berwibawa dan tidak pernah berdiri menyambut seorang pun.
Selesai pembacaan maulid dan menikmati jamuan, para hadirin pulang ke rumah masing-masing. Habib Abdurrahman bercerita: “Yang tinggal hanya aku, Habib Muhammad bin Ali, Habib Ahmad al-Masyhur dan tuan rumah”. Kemudian Habib Muhammad berbicara dengan penuh sopan santun kerana melihat bahwa dirinya bukanlah seseorang yang selayaknya untuk disambut oleh Habib Ahmad yang ketika itu adalah seorang Wali Qutub. Kata Habib Muhammad: “Ya Habib, aku minta maaf. Kenapa kau harus bangun dan menyambut kedatanganku di pintu depan?” Habib Ahmad pun menjawab: “Demi Allah, tidaklah aku berdiri kecuali aku melihat Rasulullah صلى الله عليه وآله وسلم masuk bersamamu dan memegang tangan kananmu”.

Habib Ahmad mengatakan bahwa Rasulullah صلى الله عليه وآله وسلم hadhir di setiap mahallul qiyam dalam pembacaan maulid KECUALI jika di rumah tersebut ada rokok atau bau rokok. Maka berhati-hatilah bagi setiap orang yang berakal dan berhati bersih. Jika ia menginginkan Rasulullah صلى الله عليه وآله وسلم hadhir di maulidnya, maka jauhilah ‘pohon yang menjijikkan dari rumahnya. Nasihat ini ditujukan bagi orang yang bersedia menerimanya. Sesungguhnya manusia lebih mengetahui akan dirinya (al-Qur’an). Apabila Rasulullah صلى الله عليه وآله وسلم tidak masuk ke rumah yang di dalamnya terdapat rokok atau bau rokok, maka bagaimana bagi orang yang menghisap rokok. Badannya, bajunya, dalam tubuhnya, semua bau rokok. Maka apabila Rasulullah صلى الله عليه وآله وسلم tidak masuk ke rumahnya, lebih-lebih lagilah malaikat Rahmat.
Maka aku berkata kepada siapa saja yang telah mendengar perkataan ini, yang ternukil dari rijalullah yang terpercaya, kemudian tidak mahu ingat atau taubat, maka ia berada di dalam BAHAYA. Semoga Allah memberi kita keselamatan dan afiah serta menjaga anak-cucu, saudara dan teman kita dari ‘pohon yang menjijikkan’ tersebut.

Al-Imam al-Habib Ahmad bin Hasan al-Aidarus berkata bahwa beliau bermimpi Nabi Muhammad صلىاللهعليهوسلمsedang keluar dari salah satu rumah di kota Seiwun. Lalu beliau menanyakan kenapa Nabi صلى الله عليه وسلم keluar dari rumah tersebut? Maka Nabi صلى الله عليه وسلم menjawab, “Aku datang untuk menghadiri pembacaan maulid di rumah itu tetapi aku melihat di dalamnya ada tembakau, maka aku keluar. [untuk perhatian – mimpi bukanlah asas bagi hukum namun ianya adalah merupakan suatu khabar gembira]

Al-Habib Salim bin Abdullah bin Umar asy-Syatiri, dalam satu majlis bacaan burdah yang beliau hadhiri suatu ketika dulu di Surabaya pernah mengatakan: “Tidak seperti orang sekarang, membaca Burdah namun badannya bau rokok. Padahal salaf (ulama terdahulu) telah sepakat untuk mengharamkan rokok.”

Syaikh Abdusshomad Ba’Katsir bersyi’ir: Rokok adalah hidangan terbuat dari api panas, tidak ada manfaat didalamnya kecuali penyakit maka jangan biarkan ia memperdayaimu

——-

Menurut Gus Dur, fatwa haram merokok akan menciptakan banyak pengangguran. “Dengan adanya fatwa tersebut dapat membuat penggangguran semakin bertambah” kata mantan Ketua Umum PBNU dalam acara “Kongkow bareng Gus Dur” di Utan Kayu Jakarta, Sabtu 23 Agustus 2008.
Gus Dur menjelaskan, larangan haram yang digunakan sebagai dasar MUI untuk mengeluarkan fatwa dianggap tidak sesuai. “Karena MUI tidak melihat secara luas. Merokok itu tidak haram, melainkan sunah!!!” ujarnya.

——–

Saya (Quraish Shihab, red) sendiri menilai cenderung haram. Hanya pemborosan, menyebabkan penyakit, dan itu diakui sendiri oleh pabrik rokok,” ujarnya.

——–

Pada kesempatan yang sama, Deputi Sekretaris Wakil Presiden Bidang Kesejahteraan Rakyat Azyumardi Azra menilai tidak ada hal baru dalam fatwa MUI. Mantan rektor Universitas Islam Negeri Syarief Hidayatullah itu menilai fatwa merokok tersebut kompromistis karena tidak berlaku untuk semua kalangan.
Bahwa merokok harus pada tempatnya, tidak boleh di depan publik, tidak boleh anak-anak merokok, tidak boleh wanita hamil merokok, menurut dia, itu sudah ada aturannya. Bahkan, Pemprov DKI Jakarta sudah mengatur pakai perda walau tidak berjalan.

Ketua Muhammadiyah Din Syamsuddin menyatakan, seperti rokok, soal tidak memilih dalam pemilihan umum, tidak bisa dibuat fatwa halal atau haram.
Ia mengatakan golput alias tidak ikut pemilihan umum, merupakan pilihan seseorang. Kalau merasa tidak cocok, wajar saja dia tidak memilih. “Begitu juga soal rokok, menurut saya tidak bisa difatwakan halal atau haram sebab akan ada konsekuensi hukumnya.”

——–

‘Abdur Rahman ibn Muhammad ibn Husain ibn ‘Umar Ba’alawiy di dalam Bughyatul Mustarsyidin (hal.260) yang sepotong teksnya sebagai berikut:

لم يرد في التنباك حديث عنه ولا أثر عن أحد من السلف، ……. والذي يظهر أنه إن عرض له ما يحرمه بالنسبة لمن يضره في عقله أو بدنه فحرام، كما يحرم العسل على المحرور والطين لمن يضره، وقد يعرض له ما يبيحه بل يصيره مسنوناً، كما إذا استعمل للتداوي بقول ثقة أو تجربة نفسه بأنه دواء للعلة التي شرب لها، كالتداوي بالنجاسة غير صرف الخمر، وحيث خلا عن تلك العوارض فهو مكروه، إذ الخلاف القوي في الحرمة يفيد الكراهة

Tidak ada hadits mengenai tembakau dan tidak ada atsar (ucapan dan tindakan) dari seorang pun di antara para shahabat Nabi SAW. … Jelasnya, jika terdapat unsur-unsur yang membawa mudarat bagi seseorang pada akal atau badannya, maka hukumnya adalah haram sebagaimana madu itu haram bagi orang yang sedang sakit demam, dan lumpur itu haram bila membawa mudarat bagi seseorang. Namun kadangkala terdapat unsur-unsur yang mubah tetapi berubah menjadi sunnah sebagaimana bila sesuatu yang mubah itu dimaksudkan untuk pengobatan berdasarkan keterangan terpercaya atau pengalaman dirinya bahwa sesuatu itu dapat menjadi obat untuk penyakit yang diderita sebagaimana berobat dengan benda najis selain khamr. Sekiranya terbebas dari unsur-unsur haram dan mubah, maka hukumnya makruh karena bila terdapat unsur-unsur yang bertolak belakang dengan unsur-unsur haram itu dapat difahami makruh hukumnya.

Senada dengan sepotong paparan di atas, apa yang telah diuraikan oleh Mahmud Syaltut di dalam Al-Fatawa (hal.383-384) dengan sepenggal teks sebagai berikut:

إن التبغ ….. فحكم بعضهم بحله نظرا إلى أنه ليس مسكرا ولا من شأنه أن يسكر ونظرا إلى أنه ليس ضارا لكل من يتناوله, والأصل في مثله أن يكون حلالا ولكن تطرأ فيه الحرمة بالنسبة فقط لمن يضره ويتأثر به. …. وحكم بعض أخر بحرمته أوكراهته نظرا إلى ما عرف عنه من أنه يحدث ضعفا فى صحة شاربه يفقده شهوة الطعام ويعرض أجهزته الحيوية أو أكثرها للخلل والإضطراب.

Tentang tembakau … sebagian ulama menghukumi halal karena memandang bahwasanya tembakau tidaklah memabukkan, dan hakikatnya bukanlah benda yang memabukkan, disamping itu juga tidak membawa mudarat bagi setiap orang yang mengkonsumsi. …Pada dasarnya semisal tembakau adalah halal, tetapi bisa jadi haram bagi orang yang memungkinkan terkena mudarat dan dampak negatifnya. Sedangkan sebagian ulama’ lainnya menghukumi haram atau makruh karena memandang tembakau dapat mengurangi kesehatan, nafsu makan, dan menyebabkan organ-organ penting terjadi infeksi serta kurang stabil.

Demikian pula apa yang telah dijelaskan oleh Prof Dr Wahbah Az-Zuhailiy di dalam Al-Fiqh al-Islamiy wa Adillatuh (Cet. III, Jilid 6, hal. 166-167) dengan sepotong teks, sebagai berikut:

القهوة والدخان: سئل صاحب العباب الشافعي عن القهوة، فأجاب: للوسائل حكم المقاصد فإن قصدت للإعانة على قربة كانت قربة أو مباح فمباحة أو مكروه فمكروهة أو حرام فمحرمة وأيده بعض الحنابلة على هذا التفضيل. وقال الشيخ مرعي بن يوسف الحنبلي صاحب غاية المنتهى: ويتجه حل شرب الدخان والقهوة والأولى لكل ذي مروءة تركهما

Masalah kopi dan rokok; penyusun kitab Al-’Ubab dari madzhab Asy-Syafi’i ditanya mengenai kopi, lalu ia menjawab: (Kopi itu sarana) hukum, setiap sarana itu sesuai dengan tujuannnya. Jika sarana itu dimaksudkan untuk ibadah maka menjadi ibadah, untuk yang mubah maka menjadi mubah, untuk yang makruh maka menjadi makruh, atau haram maka menjadi haram. Hal ini dikuatkan oleh sebagian ulama’ dari madzhab Hanbaliy terkait penetapan tingkatan hukum ini. Syaikh Mar’i ibn Yusuf dari madzhab Hanbaliy, penyusun kitab Ghayah al-Muntaha mengatakan : Jawaban tersebut mengarah pada rokok dan kopi itu hukumnya mubah, tetapi bagi orang yang santun lebih utama meninggalkan keduanya.

——-

Pendapat serupa juga disampaikan oleh pengasuh Ponpes al-Falah Ploso Kabupaten Kediri, KH. Zainuddin Djazuli (Gus Din). “Saya yakin tidak akan efektif. Buktinya sampai sekarang orang merokok masih banyak, padahal di mana-mana ada peringatan larangan merokok” katanya.
Justru dia mengingatkan MUI agar melihat sisi positifnya rokok dalam memberikan kontribusi pendapatan negara. “Rokok sudah menyumbang cukai Rp. 9 miliar perhari kepada negara, ini kan sisi positifnya rokok” kata Gus Din yang dikenal sebagai perokok berat itu.

Sementara itu, pengasuh Ponpes Lirboyo, KH. Idris Marzuqi (Mbah Idris) kepada wartawan di Kediri meminta MUI tidak tergesa-gesa dulu menanggapi usulan Komnas Perlindungan Anak dengan mengeluarkan fatwa anti rokok. “Agama Islam tidak mengharamkan rokok. Oleh karena itu, tidak perlu MUI melarangnya dalam bentuk fatwa” kata ulama sepuh NU yang juga perokok itu.
Meski tak setuju dengan MUI, selama ini Ponpes Lirboyo dan Ponpes Tebuireng yang memiliki santri di atas 5000 orang itu melarang santrinya merokok. Berbeda dengan Ponpes al-Falah, yang selama ini dikenal sebagai salah satu pesantren yang membebaskan ribuan santri putranya merokok tanpa membedakan usia. “Mana mungkin kami melarang, lha wong kiainya saja pemabuk rokok. Biarkan saja mereka merokok asal jangan keterlaluan karena bisa menimbulkan pemborosan” kata Kiai Din seperti dilansir sumber Antara.

—-

Mengisap tembakau atau merokok pernah dibuat pertentangan seru antara Syeikhul Islam Sayyid Ahmad Zaini Dahlan al-Hasani Radhiyallahu ‘Anhu dan Syeikh Hasballah. Keduanya saling adu dalil, hujjah dan argumentasi yang masing-masing menguatkan pendapatnya sendiri. Ini terjadi pada tahun 1877 M. Mengisap rokok adalah haram, paling tidak makruh. Demikian pendapat yang dipertahankan Syeikh Hasballah, guru besar Masjid Al-Haram. Sebaliknya,Syeikhul Islam Sayyid Ahmad Zaini Dahlan al-Hasani keturunan Sulthon Aulia Syeikh Abdul Qodir Al-Jailani QS, seorang Mufti Haramain mazhab Syafi’i yang segan meninggalkan pipa rokoknya, mempertahankan kehalalan mengisap tembakau beliau seorang Waliullah yang masyhur yang dijuluki al-Imam al-Ajal (Imam pada waktunya), Bahrul Akmal (Lautan Kesempurnaan), Faridu ‘Ashrihi wa Aawaanihi (Ketunggalan masa dan waktunya), Syeikhul-Ilm wa Haamilu liwaaihi (Syeikh Ilmu dan Pembawa benderanya) Hafidzu Haditsin Nabi – Shallalahu ‘Alaihi wa Sallam – wa Kawakibu Sama-ihi (Penghafal Hadits Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan Bintang-bintang langitnya), Ka’batul Muriidin wa Murabbis Saalikiin (Tumpuan para murid dan Pendidik para salik) .
Sayyid Ahmad Zaini Dahlan mengemukakan dalil dan alasan balik terhadap pendapat Hasballah, bahwa kalau orang muslim yang sopan mengisap tembakau dikatakan haram atau makruh, sedangkan mereka membiasakan minum rokok menjadi fasik hukumnya dan tidak sah menjadi saksi dalam perkawinan menurut hukum syara’. Kalau ini benar, maka pernikahan yang dilangsungkan beberapa tahun yang lalu menjadi tidak sah. Sebab, prosesi pernikahan tersebut dilakukan dengan saksi oleh orang yang minum rokok.

Diantara ulama-ulama Nusantara yang pernah berguru kepada Sayyid Ahmad Zaini Dahlan al-Hasani Radhiyallahu ‘Anhu ini ialah:-

    Syeikh Nawawi Banten
    Syeikh Muhammad bin Abdullah as-Shuhaimi
    Syeikh Ahmad bin Muhammad Zain al-Fathoni menurut satu riwayat
    Kiyai Muhammad Saleh Darat
    Syeikh Ahmad Khatib bin Abdul Latif bin Abdullah al-Minankabawi
    Sayyid Utsman Betawi
    Tuan Guru Hussin Kedah Al-Banjari
    Syeikh Ahmad Yunus Lingga,
    Sayyid Abdullah az-Zawawi, Mufti Syafiiyyah, Mekah,
    Datuk Hj Ahmad Ulama Brunei,
    Tok Wan Din, nama yang sebenar ialah Syeikh Wan Muhammad Zainal Abidin al-Fathoni,
    Syeikh Abdul Qadir al-Fathoni (Tok Bendang Daya II),
    Syeikh Abdul Hamid Kudus,
    Syeikh Muhammad Khalil Bangkalan Madura,
    Syeikh Utsman bin Abdullah al-Minankabawi, Imam, Khatib dan Kadi Kuala Lumpur yang pertama,
    Syeikh Arsyad Thawil al-Bantani,
    Syeikh Muhammad al-Fathoni bin Syeikh ‘Abdul Qadir bin ‘Abdur Rahman bin ‘Utsman al-Fathoni
    Tuan Kisa-i’ Minankabawi [atau namanya Syeikh Muhammad Amrullah Tuanku Abdullah Saleh. Beliau inilah yang melahirkan dua orang tokoh besar di dunia Melayu. Yang seorang ialah anak beliau sendiri, Dr. Syeikh Haji Abdul Karim Amrullah. Dan yang seorang lagi ialah cucu beliau, Syeikh Abdul Malik Karim Amrullah (HAMKA)]
    Sayyid Abdur Rahman al-Aidrus (Tok Ku Paloh)
    Syeikh Utsman Sarawak,
    Syeikh Abdul Wahab Rokan dan masih banyak lagi.

Syeikh Ahmad Khatib al-minangkabawi, ulama asal Minangkabau yang hampir selama hidupnya tinggal di Makkah dan meninggal di sana, menjelaskan bahwa merokok hukumnya haram, karena dampak negatifnya yaitu merusak kesehatan pemakainya. Dalam fatwanya, beliau juga memaparkan pendapat ulama lain tentang rokok, yaitu:
1. Haram, bagi orang yang baginya merokok dapat merusakkannya.
2. Perlu (wajib), bagi orang yang jika tidak merokok justru membuat mudhorot.
3. Makruh, bagi orang yang belum terbiasa.
4. Sunnah, bagi orang yang bila merokok mendatangkan manfaat.
5. Halal, bagi orang yang sudah terbiasa merokok tidak mendatangkan kerusakan dan tidak hendak menghentikan nikmatnya.

Abdul Ghani An-Nabilisiy berpendapat sama dengan Sayyid Ahmad Zaini Dahlan. Ia malah menghalalkan tembakau dan membantah dalil yang mengharamkan tembakau.

Dr. Ahmad Asy-Syurbasyi, ulama masa kini, menjawab pertanyaan tentang halal haramnya tembakau menurut agama Islam. Ia menjelaskan dalam bukunya: Yas’alũnaka fid Dĩn wal Hayăt, bahwa ulama berbeda pendapatnya mengenai hukum mengisap tembakau. Sebagian Ahli Fikih mendasarkan, bahwa mengisap tembakau dibolehkan, karena tidak ada nash yang melarangnya, kecuali bila ada unsur lain yang membahayakan: semisal mendatangkan bahaya kesehatan bagi si perokok itu sendiri. Kemudian bila merokok menyebabkan kesehatan peminumnya terganggu dan membahayakan terhadap pelaksanaan kewajiban, bahaya lebih banyak daripada manfaatnya, maka mengisap tembakau menjadi haram. Sedangkan jika bahaya lebih sedikit, maka hukumnya makruh. Begitu juga jika peminumnya terpaksa mengeluarkan ongkos yang cukup banyak, atau memerlukan biaya yang semestinya untuk keperluan hidup keluarganya, orang ini hendaklah berhenti merokok agar dapat melaksanakan kewajiban menafkahi keluarganya.

Mahmoud Syaltut, dalam bukunya Al-Fatawa menerangkan hukum mengisap tembakau, bahwa mengisap rokok adalah sesuatu yang dibenci Syari’at. Dalam mengharamkan atau memakruhkan sesuatu, syari’at Islam tidak tergantung dengan adanya nash khusus mengenainya. Tetapi alasan-alasan hukum serta dasar-dasar tasyri’ (pembentukan hukum Islam) yang bersifat umum, dapat menentukan hukum sesuatu. Para ulama dapat menentukan hukum yang timbul oleh budaya manusia dengan mengenal sifat-sifat dan pengaruhnya. Jika terdapat penyakit dan madorot, perlu adanya larangan; bila manfaat lebih kuat harus diperbolehkan dan bila bahaya dan manfaat sama besar, maka menghindari bahaya lebih diutamakan daripada pengobatan. Tapi, pendapat yang terkuat, kata Syaltut, adalah yang mengharamkan dan memakruhkan karena dampak negatifnya.
Dalam bukunya: Soal Jawab, A. Hasan, pemimpin Persatuan Islam (PERSIS) menjelaskan hukum merokok atau menyusur dengan tembakau, terbagi atas tiga pendapat:
1. Harus (boleh) kalau tidak membahayakan.
2. Makruh, kalau belum diketahui.
3. Haram, kalau sudah tentu bahayanya.

——-

Ust. Nuruddin al-Banjari anti terhadap rokok namun Ust. Nuruddin al-Banjari pernah berguru pada beberapa Syekh yang terkenal perokok diantaranya Syekh Yasin Al Fadani al-Hasani, Syekh Yasin al-Fadani al-Hasani adalah seorang sufi yang ahli dalam ilmu hadits bahkan dijuluki sebagai “Musnid Addunia” oleh murid-murid beliau, seperti DR Ali Jum’ah yang menjabat sebagai mufti Mesir. DR. Ali Jum’ah pernah ditanya apakah ada Wali yang merokok? beliau mengatakan “Iya” karena ada ulama yang menghalalkan rokok, beda halnya dengan hukum zina, semua ulama sepakat akan keharamannya. DR. Ali Jum’ah memberi contoh wali yang merokok, yaitu Syekh Yasin al-Fadani al-Hasani. “Ketika beliau sedang mengajar, beliau menghisap Syisyah (Rokok Arab) sambil meriwayatkan hadits” ujarnya.

Dari Maulana syekh Mukhtar Ali M. Addusuqi ra. tidak semua yang memudharatkan itu haram, tidak semua yang diharamkan itu haram karena ada mudharatnya, dan tidak semua yang dihalalkan itu halal karena ada manfaatnya. Buktinya pada siang hari di bulan puasa, kita diharamkan untuk makan dan minum, padahal makanan dan minuman itu tidak ada mudharatnya. Syekh Mukhtar juga mengingatkan bahwa tidak semua yang menjijikkan itu haram, buktinya Rasulullah enggan memakan “Daging Dhob”, ketika para sahabat bertanya, “apakah daging Dhob itu haram?” beliau menjawab, “tidak haram, tapi saya tidak selera (merasa jijik).

Nuruddin al-Banjari juga mengharamkan rokok dengan alasan banyaknya korban yang mati karena rokok. Menurut saya alasan beliau tidak diterima karena lebih banyak jumlah orang yang tidak mati karena rokok daripada jumlah orang yang mati karena rokok. Telah dibuktikan bahwa asap knalpot mobil itu lebih berbahaya daripada asap rokok. Dan telah dibuktikan juga betapa banyak orang yang mati karena tabrakan, apakah dengan demikian mobil itu haram?!

Hukum merokok….

1. Allah swt. dan Rasul-Nya saw. tidak pernah menegaskan bahwa tembakau atau rokok itu haram.

2. Hukum asal setiap sesuatu adalah halal kecuali ada nash yang dengan tegas mengharamkan.

3. Sesuatu yang haram bukanlah yang memudlaratkan, dan sesuatu yang halal bukanlah yang memiliki banyak manfaat, akan tetapi yang haram adalah yang diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya walau bermanfaat, dan yang halal adalah yang dihalalkan oleh Allah dan Rasul-Nya walau memudlaratkan.

4. Tidak setiap yang memudlaratkan itu haram, yang haram adalah yang diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya baik itu memudlaratkan atau tidak. Cabe, daging kambing, gula, asap mobil, dll. juga memudlaratkan tapi tidak haram, mengapa justru rokok saja yang haram padahal masih banyak yang lain yang juga memudlaratkan?

5. Segala jenis ikan di dalam laut hukum memakannya halal sebagaimana yang diterangkan dalam hadits. Padahal banyak jenis ikan yang memudlaratkan di dalam laut tersebut, tetapi tetap halal walau memudlaratkan. Kalau kita mengharamkannya maka kita telah mentaqyid hadits yang berbunyi “Yang suci airnya dan yang halal bangkainya”.

6. Kita boleh saja melarang atau meninggalkan tapi kata-kata haram tidak boleh terucapkan karena Allah berfirman : “Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah”. Kita boleh mengatakan: Jangan merokok karena ia memudlaratkan, tapi tidak boleh kita mengatakan : Merokok itu haram, sebagaimana kita mengatakan kepada anak-anak kita : Jangan makan coklat karena ia merusak gigi, dan kita tidak pernah mengatakan : Makan coklat itu haram. Kita mungkin mengatakan : Memakan permen yang diberi sambel dapat menyebabkan penyakit influenza, namun tidak boleh kita mengatakan : Makan permen yang dicampur sambel itu haram.

7. Kalau rokok dikatakan bagian dari khaba’its maka bawang juga termasuk khaba’its, mengapa rokok saja yang diharamkan sementara bawang hanya sekedar makruh (itupun kalau akan memasuki masjid)?

8. Rokok adalah termasuk Mimma ammat bihil-balwa pada zaman ini.

9. Hadits “La dlarara wala dlirara” masih umum, dan bahaya-bahaya rokok tidak mutlak dan tidak pasti, kemudian ia bergantung pada daya tahan dan kekuatan tubuh masing- masing.

10. Boros adalah: menggunakan sesuatu tanpa membutuhkannya, dari itu jika seseorang merokok dalam keadaan membutuhkannya maka ia tidaklah pemboros karena rokok ternyata kebutuhan sehari-harinya juga.

11. Rokok adalah bagian dari makanan atau minuman sebab ia dikonsumsi melalui mulut, maka ia halal selama tidak berlebihan, Allah berfirman : “Makan dan minumlah dan jangan berlebih-lebihan” dan Allah telah menyebutkan makanan-makanan dan minuman-minuman yang haram seperti arak, babi, dll. dan ternyata Allah tidak menyebut rokok di antaranya.

12. Realita menunjukkan bahwa rokok ternyata memberi banyak manfaat terutama dalam menghasilkan uang, di pulau Lombok misalnya, hanya tembakaulah yang membuat para penduduknya dapat makan, jika rokok diharamkan maka mayoritas penduduk Lombok tidak tahan hidup. Allah berfirman: “Katakanlah hai Muhammad: Terangkanlah kepadaku tentang rezki yang diturunkan Allah kepadamu, lalu kamu jadikan sebagiannya haram dan sebagiannya halal. Katakanlah: Apakah Allah telah memberikan izin kepadamu tentang ini atau kamu mengada-adakan saja terhadap Allah? “

13. Terdapat banyak cara untuk mengurangi dan mencegah bahaya-bahaya rokok.

14. Qiyas kepada khamr tidak benar karena rokok tidak memabukkan dan tidak menghilangkan akal, justru seringnya melancarkan daya berfikir. Dan yang paling penting adalah haramnya khamr karena ada nash, dan tidak haramnya rokok karena tidak ada nash. Kemudian qiyas tidak boleh digunakan dengan sembarangan.

15. Rokok tidak ada hubungannya sama sekali dengan ayat “Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan” karena ayat tersebut membicarakan hal lain.

16. Adapun ayat “Dan janganlah kamu membunuh dirimu” maksudnya adalah bunuh diri, maka adakah orang yang sengaja membunuh dirinya dengan menghisap rokok? kalaupun ada jenis rokok yang sengaja dibuat untuk bunuh diri maka tetap yang haram bukan rokoknya akan tetapi yang haram adalah bunuh dirinya. Sebagaimana seseorang membunuh dirinya dengan pisau, maka yang haram bukan menggunakan pisaunya tetapi bunuh dirinya.

17. Mengharamkan yang bukan haram adalah termasuk dosa besar maka diharapkan untuk berhati-hati, Allah berfirman: “Dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang disebut-sebut oleh lidahmu secara dusta : Ini halal dan ini haram, untuk mengada-adakan kebohongan terhadap Allah. Sesungguhnya orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah tidakah beruntung”.

18. Banyak ulama’ dan auliya’ yang juga perokok bahkan perokok berat, apakah kita menyamakan mereka dengan para bajingan yang minum arak di pinggir jalan? Allah berfirman: “Apakah patut Kami jadikan orang-orang islam itu sama dengan orang-orang yang berdosa? Mengapa kamu berbuat demikian? bagaimanakah kamu mengambil keputusan?”, Allah juga berfirman: “Apakah orang yang beriman itu sama seperti orang yang fasik? Sesungguhnya mereka tidak sama”, Allah juga berfirman: “Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui? “.

19. Banyak ulama’ yang tidak mengharamkan rokok seperti : Syekh Syehristani, Syekh Yasin al-Fadani, Syekh al-Sistani, Syekh Muhammad al-Salami, Syekh al-Dajawi, Syekh Alawi al-Saqqaf, Syekh Muhammad bin Isma’il, Syekh al-Ziadi, Syekh Mur’i al-Hanbali, Syekh Abbas al-Maliki, Syekh Izzuddin al-Qasysyar, Syekh Umar al-Mahresi, Syekh Muhammad Alawi al-Maliki, Syekh Hasan al-Syennawi, Syekh Ahmad bin Abdul-Aziz al- Maghribi, Syekh Abdul-Ghani al-Nabulsi ra., Syekh Muhammad Utsman Abduh al-Burhani ra., Maulana Syekh Mukhtar ra., dll.

20. Dalam kitab Muntakhabat al-Tawarikh Lidimasyq, Syekh Muhammad Adib al- Hishni mengutip ungkapan seorang wali besar dan ulama ternama serta tokoh sufi terkemuka asal Syiria, yaitu Sidi Abdul-Ghani al- Nabulsi ra. (wafat tahun 1143 H.) yang berbunyi sebagai berikut (artinya):

Asap rokok menggoda selera;
Pun semerbak kasturi tertandingi.
Pahitnya, manis terasa,
Aneh, pahit kok manis rasanya.

21. Dalam buku yang sama menceritakan: Syekh Sunan Efendi yang lebih dikenal dengan sebutan Allati Barmaq, seorang mufti dan pakar fiqh bermazhab hanafi yang sempat meraih julukan Syaikhul-Islam pada zamannya, pernah membaca karya tulis Sidi Abdul-Ghani al-Nabulsi ra. tentang kebolehan merokok, yang berjudul: al-Ishlah bainal- Ikhwan fi Ibahat Syurb al- Dukhan, Syekh Allati Barmaq saat itu mengharamkan rokok, oleh karena itu ia sangat kontra dengan isi buku tersebut yang kemudian terjadilah adu argumen antara Syekh Allati Barmaq dengan Sidi al-Nabulsi yang akhirnya Syekh Allati Barmaq mengakui kebenaran Sidi al-Nabulsi lantas minta maaf, lalu dengan tegas mengatakan bahwa yang mengharamkan rokok adalah jahil, tolol, zindiq dan tak ubahnya dengan binatang hina. Sebab ternyata pada rokok terdapat rahasia Allah yang menyirati banyak khasiat dan manfaat. Aroma dan rasanya pun amat lezat. Ungkapan tersebut berbunyi sebagai berikut :

Sungguh tolol, yang tak peka asap rokok,
Bak hewan yang tak punya cita rasa.
Tak patut diharamkan,
Hanya kaum zindiq lah yang merekayasa.
Wahai pecandu sufi, Kenapa tak kau rengkuh rokok saja.
Andai tak ada rahasia, Baunya pun takkan lezat terasa.
Padanya; rahasia Sang Kuasa,
Ahli hakekat Allati Barmaq sebagai saksinya.

22. Dalam kitab Jawahirul-Bihar fi Fadla’ilinnabiyyil-Mukhtar oleh Syekh Yusuf al-Nabhani, menyatakan sebagai berikut :

Artinya: Syekh Abdul-Ghani al-Nabulsi Ra. menceritakan sebuah perjalanannya menimba ilmu di tanah Hijaz : “Syekh Abdul-Qadir Efandi seperti biasa, hadir bersama kami untuk membacakan ringkasan Sahih Bukhari. Lantas, ia membaca hadits yang berbunyi; Dari Saidina Abi Hurairah dari Nabi saw. beliau bersabda; “Siapa yang bertemu aku pada saat mimpi; pasti akan bertemu denganku dalam keadaan terjaga, dan tak mungkin setan menyerupaiku”. Kami berdiskusi tentang hadits ini seraya mengutip karya Imam Suyuthi yang berjudul Tanwirul-Halak fi Imkan Ru’yat al-Nabi wal-Malak. Syekh Abdul-Qadir Efandi menyebutkan bahwa ia memiliki karya tersebut sah secara silsilah dan akan disampaikan kepada kita (para santrinya). Selanjutnya kami berdiskusi tentang hukum merokok, lalu ia meriwayatkan: “Ada sebuah kisah dari Syekh Ahmad bin Manshur al-Aqrabi, dari Syekh Ahmad bin Abdul-Aziz al-Maghribi, ia menyatakan bahwa ia sering bertemu dengan Nabi saw. (dalam tidur maupun jaga). Suatu ketika ia jatuh sakit dan menemui beliau, kemudian bertanya tentang hukum merokok, Nabi pun diam tak menjawab. Kemudian beliau malah menyuruhnya untuk merokok”!!!
Syekh Ahmad bin Abdul-Aziz al-Maghribi (yang senantiasa menjumpai Rasul dan bertanya tentang rokok dan ternyata mendapat perintah untuk menghisapnya) adalah seorang pemuka kenamaan dan tokoh kepercayaan pada masanya. Seorang Wali besar dimasanya.

—–

Seorang Wali besar Al-Arif Billah Syeikh Ihsan Jampes Kediri, ulama bertaraf internasional yang kitabnya jadi rujukan di Timur Tengah dan Mesir, pernah menulis masalah perbedaan pendapat rokok dengan amat bagus sekali – beliau sendiri adalah perokok. Apakah orang seperti Syeikh Ihsan Jampes yang menulis kitab tasawuf yang bermutu tinggi pada usia 33 thn itu dadanya tidak ditembusi cahaya Allah hanya karena asap rokok?

KH. Abdul Hamid Pasuruan – beliau adalah Waliullah yang masyhur dihormati oleh sesepuh mursyid tarekat mu’tabarah, tidak anti rokok dan tidak pernah mengharamkan rokok. Apakah kyai sekaliber Mbah Hamid ini shalatnya tidak diterima oleh Allah hanya karena merokok?

KH. As’ad Syamsul Arifin adalah seorang Waliullah di zamannya, yg juga merokok. apakah beliau ini akan masuk neraka hanya karena berpendapat merokok tidak haram?

Siapapun tentu mengetahui kemasyhuran KH. Khamim Jazuli ( Gus Miek ) dan pasti tahu Alimul ‘allamah Al ‘Arif Billah Asy-Syekh Muhammad Zaini Abd. Ghani ( Tuan Guru Ijai al-aidrus martapura Kalimantan Selatan ) dikenal sebagai seorang Wali Mursyid yg masyhur yang di kunjungi para alim ulama Habaib dari belahan dunia, juga merokok.