CintaNya kepadaku jauh lebih dulu ada, dibandingkan cintaku kepadaNya, dan Dia sudah menemukanku, sebelum aku mencariNya (Abu Yazid Al-Bustami qs)

25 Nov 2014

Teladan dari Habib Ali Al-Jufry



Min makarimil akhlaq

seorang petugas kebersihan yg bekerja di Thaba Foundation(lembaga dakwah milik Habib Ali al jufri di Dubai,UEA)terheran-heran..
masalahnya..setiap pagi ia melihat toilet-toilet yg ada di kantor Thaba selalu bersih tanpa diketahui siapa yg membersihkannya,ia berfikir :

''siapa sih yg repot-repot bersihin toilet sebanyak ini,perasaan belum ana bersihin?''

hingga akhirnya di suatu malam,ia pulang lebih lambat dari biasanya,ia berkeliling di kantor Thaba,sudah tdk ada orang lagi di kantor itu,tiba-tiba ia mendengar suara dari arah toliet,ia mendekat,ia melihat ada seseorng yg sedang membersihkan lantai tolilet,dan betapa kagetnya ia setelah ia mengetahui bahwa ''pembersih toilet'' itu adalah Bos Thaba Foundation :'' haah.. Habib Ali al jufri.. ?''

satu pertanyaan : ''apa sih yg ngebuat Habib Ali capek-capek bersihin toilet kantornya sendiri ?bukankah masih ada hal lain yg lebih bermanfaat ?

jawabannya mungkin adalah hal yg pernah di lakukan oleh salah satu gurunya, Syaikh Mutawalli As Sya'rowi(ulama besar mesir di zamannya),saat itu supir beliau tak sengaja melihat beliau membersihkan toilet-toilet masjid,si supir bertanya :

''Syaikh..nagapain bersihin toilet-toilet masjid..?''

beliau menjawab :

''tadi..ketika aku melihat orang-orang menangis krn mendengar ceramahku,aku merasa ada sifat sombong dan ujub(jumawa) di hatiku,skrng aku ingin menghinakan diriku(agar aku tak lupa siapa diriku yg hina ini)''

# bener kata Imam Ghazali,semakin tinggi ilmu seseorng,semakin dekat ia kpd Allah,maka akan semakin besar pula sifat tawadhu' dan rendah dirinya,mereka para awliya' adalah contoh dari orang-orang yg benar-benar ''merendah'' krn Allah,mereka adalah orang-orang selalu mementingkan kebersihan ''hati'',tak ada iri,tak ada benci,dan tak ada dengki..

kalo kita nggak belajar tawadhu' dari mereka..mau belajar dari siapa lagi .. ?

dari sahabat Ahmad Afif Tawes

24 Nov 2014

Kisah Anggur, Yahudi dan Sayyidina Imam Ali Kw




Seorang Yahudi pernah mengundang Imam Ali bin Abi Thalib menuju rumahnya. Setiba dirumah, si Yahudi itu menyuguhkan buah Anggur kepada Imam Ali dan Imam Ali pun memakannya. Kemudian beliau disuguhkan Khamr, maka Imam Ali berkata : "Ini Haram bagi kami."

Si Yahudi pun berkata : "Kalian sangat aneh wahai Muslimin ! Kalian menghalalkan ini dan mengharamkan ini, padahal ini (Khamr) berasal dari ini (Anggur) !?"

Imam Ali menjawab : "Apakah anda punya istri ?" Yahudi menjawab : "Iya." Imam Ali berkata "Hadirkan dia !" Maka si Yahudi mendatangkan istrinya. Kemudian Imam Ali berkata : "Apakah anda punya putri ?"

Yahudi menjawab : "Iya." Imam Ali berkata : "Hadirkan dia !" maka si Yahudi mendatangkan putrinya.
Kemudian Imam Ali berkata : "Apakah anda tahu bahwa Allah menghalalkan kepadamu ini (istri) dan mengharamkan kepadamu ini (putri) !? Padahal ini (putri) berasal dari ini (istri) !?

Maka Yahudi berkata : "Kami bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah Rasulullah dan engkau adalah Waliyullah."

Dikutip dari FB Taufik Attamimi

Perjalanan Ruh Para Pencari Tuhan



Syekh Abdul Qadir Al-Jailani menuturkan bahwa Nabi Saw. diriwayatkan telah bersabda: “Dalam setiap keahilan khusus, engkau harus mencari bantuan dari ahlinya yang memenuhi syarat.”
Menurut Syekh Abdul Qadir Al-Jailani, “Ibadah adalah keahlian khusus, dan ahli-ahlinya yang memenuhi syarat adalah mereka yang tulus (mukhlishîn) berkenaan dengan pekerjaan mereka, mereka yang berilmu tentang hukum dan yang mempraktikkannya, mereka yang mengucapkan selamat tinggal kepada makhluk-makhluk setelah maʽrifah mereka tentang-Nya, mereka yang lari dari diri mereka sendiri, dari harta dan anak-anak mereka dan dari segala sesuatu selain Tuhan mereka, yang lari dengan kaki hati mereka dan wujud terdalam mereka (asrâr) menuju hadirat Rabb Al-Haqq. Allah SWT telah berfirman:
وَإِنَّهُمْ عِنْدَنَا لَمِنَ الْمُصْطَفَيْنَ الْأَخْيَارِ. [ص: ٤٧ ]
“Dan sesungguhnya mereka di mata Kami termasuk orang-orang pilihan yang paling baik,” (QS Shâd (38) : 47)

Seorang yang beriman tak pernah berhenti merasa takut sampai jaminan kemanan (kitâb al-amân) diberikan kepada wujud terdalamnya (sirr), yang kemudian menyembunyikannya dari hatinya dan tidak membiarkannya menjadi sadar akannya. Tetapi ini hanya diberikan kepada segelintir individu saja.”

Syekh Abdul Qadir Al-Jailani mengatakan: “Celakalah engkau, wahai orang yang musyrik terhadap makhluk! Seberapa sering engkau akan mengetuk pintu-pintu yang tak dimiliki rumah-rumahmu sendiri di belakangnya? Seberapa sering engkau akan menempa besi tanpa api (untuk melelehkannya)? Engkau tidak punya akal sehat; engkau tidak punya fakultas nalar; engkau tidak punya kesadaran akan ketertiban dan arah. Celakalah engkau! Mendekatlah kepadaku, dan makanlah makanan yang bukan milikku (tapi milik Allah). Jika engkau pernah mencicipi makanan Sang Pencipta, maka hati dan wujud terdalammu (sirr) pasti akan menghindari makanan makhluk.

Ini adalah sesuatu yang hanya bisa dialami dalam hati di belakang pakaian, bukan oleh daging dan bukan oleh kulit. Tetapi hati ini tidak cocok untuk apa pun selama ia masih terikat kepada makhluk. Keyakinan masih belum pasti selama hati masih mengandung satu zarah pun dari rasa cinta kepada dunia ini. Manakala iman telah menjadi keyakinan, keyakinan telah menjadi maʽrifah dan maʽrifah telah menjadi pengetahuan (‘ilm), maka engkau akan menjadi seorang ahli (jahbadz), demi Allah.

Engkau akan mengambil dari tangan orang-orang kaya dan memberi kepada orang-orang miskin. Engkau akan menjadi pemilik rumah makan, memberikan makanan bergizi dengan tanganmu, hatimu dan wujud terdalammu (sirr). Engkau tak layak mendapat penghormatan sama sekali, wahai munafik, sampai engkau seperti ini. Aduhai engkau! Engkau belum menerima pengajaran dari seorang syaikh yang takwa dan zuhud, yang berilmu dalam syariat Allah.

Aduhai engkau! Engkau menginginkan sesuatu dengan gratis. Itu tidak akan jatuh ke tanganmu. Jika hal-hal duniawi tidak bisa diperoleh tanpa upaya yang keras, bagaimana dengan sesuatu yang berada di hadirat Allah Yang Maha Kuasa lagi Maha Agung? Di mana engkau berdiri berkenaan dengan mereka yang telah dipuji oleh Allah dengan kata-kata yang tepat dalam kitab-Nya, karena mereka begitu sering beribadah kepada-Nya?

Mengenai mereka Allah SWT berfirman:
كَانُوا قَلِيلًا مِّنَ الَّيلِ مَا يَهْجَعُونَ. وَبِالۡاَسۡحَارِ هُمۡ يَسۡتَغۡفِرُوۡنَ. [الذاريات :١٧ـ١٨]
“Mereka biasa tidur hanya sedikit di malam hari, dan di akhir-akhir malam mereka memohon ampunan,” (QS Adz-Dzariyat [51]:17-18)
Apabila Dia melihat ketulusan (shidq) pengabdian mereka kepada-Nya, maka Dia lalu menunjuk seorang perantara untuk membangunkan mereka dari tempat tidur mereka. Sebagaimana dikatakan oleh Nabi Saw.: “Allah akan berkata: ‘Wahai Jibril, bangunkanlah si fulan, dan biarkanlah orang lainnya tidur.”
Mengenai manusia-manusia (pilihan Tuhan), manakala langkah-langkah kaki dari hati-hati mereka akhirnya telah membawa mereka kepada Tuhan mereka, maka mereka akan melihat dalam mimpi apa yang tidak pernah mereka lihat dalam keadaan jaga. Hati dan wujud terdalam mereka akan melihat sesuatu yang tidak mereka lihat ketika mereka dalam keadaan bangun.

Mereka telah berpuasa dan shalat, mereka telah menerangi diri rendah mereka dengan mengenakan kepadanya rasa lapar dan kehinaan, dan mereka telah bekerja keras siang dan malam untuk melaksanakan segala macam ibadah, sampai surga menjadi milik mereka. Tetapi setelah ia menjadi milik mereka, kepada mereka akan dikatakan: “Jalan itu bukanlah ini. Ia adalah pencarian kepada yang Maha Benar.” Kerja mereka harus dilakukan dalam ranah hati mereka. Maka apabila kerja itu mencapai-Nya, maka ia akan dikukuhkan dan diotentikkan dalam pandangan-Nya.

Apabila seseorang tahu apa yang dicarinya, maka dia akan menganggap kurang penting energi dan upaya yang dicurahkannya untuk mengabdi dan melayani Tuhannya. Seorang mukmin tidak akan pernah berhenti bekerja keras sampai dia bertemu dengan Tuhannya.
Nabi SAW telah bersabda:
“Apabila seorang manusia mati dan memasuki kuburnya, dan manakala dia sudah ditanyai oleh dua orang malaikat yang bernama Munkar dan Nakir, dan manakala dia telah menjawab pertanyaan-pertanyaan mereka, maka ruhnya akan diizinkan naik kepada Allah dan bersujud di hadapan-Nya, bersama kumpulan malaikat. Dengan demikian ruh-Nya akan berjumpa dengan-Nya, dan untuknya akan dibuka semua yang sebelumnya ditabiri dari penglihatannya. Kemudian ruh itu akan dibawa ke Surga, untuk bergabung dengan ruh-ruh orang-orang yang saleh. Berbagai ruh akan maju ke depan dan mengucapkan selamat datang kepadanya. Mereka akan menanyakan kepadanya tentang situasi dan kondisinya dan tentang urusan-urusan dunia di bawah sana. Maka, ia akan menceritakan kepada mereka segala sesuatu yang diketahuinya. Kemudian mereka akan bertanya kepada ruh yang baru tiba itu: ‘Apa yang dilakukan si fulan?’ dan ruh itu akan menjawab: ‘Dia mati sebelum aku.’ Mendengar jawaban itu, ruh-ruh itu akan berkata: ‘Dia tidak pernah mencapai kami. Tidak ada daya dan kekuatan kecuali dengan Allah Yang Maha Tinggi dan Maha Agung, yang tentunya sudah mengirimnya langsung kepada ibunya, Neraka Hawiyah.”

Kemudian ruh-ruh itu akan ditempatkan di tembolok salah seekor burung hijau yang makan dari tanam-tanaman di surga, dan yang mengungsi ke sebuah lampu yang tergantung di bawah Arasy. 
Sebuah penuturan yang lebih lengkap mengenai burung-burung hijau dari Surga telah diberikan oleh Syaikh Abdul Qâdir dalam kitab Al-Ghuniyah Tharîq al-Haqq, di mana beliau menulis:

“Kami juga tahu bahwa ruh-ruh para syuhada dan semua orang beriman akan ditempatkan di dalam tembolok-tembolok burung-burung hujau, yang terbang bebas di Surga, dan mereka akan mengungsi ke lampu-lampu yang terang benderang di bawah Arasy. Kemudian, manakala tiupan sangkakala yang kedua terdengar, mereka akan kembali bergabung dengan jasad-jasad mereka di bumi, untuk menghadapi hisab dan perhitungan pada Hari Kebangkitan.

Kami mengetahui semua ini dari hadis yang telah sampai kepada kita melalui riwayat Ibn ‘Abbâs r.a., yang menurutnya Rasulullah Saw. pernah berkata: “Manakala saudara-saudaramu (yang beriman) dibunuh oleh seseorang (dari pihak kaum kafir), maka Allah akan menempatkan ruh-ruh mereka di dalam tembolok burung-burung hijau, yang terbang bebas di Surga, dan mereka akan mengungsi ke lampu-lampu yang terbuat dari emas dalam bayang-bayang ‘Arsyi. Kemudian, ketika mereka menemukan kualitas kenikmatan makanan, minuman dan tempat tinggal mereka, mereka akan berkata: ‘Siapa yang akan memberitahukan kepada saudara-saudara kita bahwa kita sebenarnya hidup, menikmati rezeki di Surga, sehingga mereka tidak menghindari jihad, sehingga mereka tidak lari dari peperangan suci?’ Maka Allah (Yang Maha Kuasa dan Maha Agung) akan mengatakan kepada mereka, sebab Dia adalah Yang Maha Benar di antara orang-orang yang berkata (Huwa ashdaqyl qâ’ilîn): ‘Aku akan memberitahu mereka!”

Di sini kita mendapatkan gambaran tentang perjumpaan seperti yang akan dialami oleh kebanyakan orang beriman. Semoga kedamaian Allah dilimpahkan kepada mereka semua, dan juga sambutan selamat datang dari-Nya! Ya Allah, jadikanlah kami termasuk golongan mereka! Hidupkanlah kami dengan kehidupan yang mereka jalani, dan matikanlah kami dengan kematian seperti yang mereka alami! Amin.”

--Syekh Abdul Qadir Al-Jailani dalam kitab Jala Al-Khathir

11 Nov 2014

Untaian KalimatNya dan Rasulullah SAW



Bersabda Rasulullah SAW
Berfirman اَللّهُ SWT: Wahai kekasihku bumi, langit,surga,neraka dan seluruh isinya kepunyaan siapa...???
Nabi berkata: Kepunyaan engkau wahai اَللّهُ yg maha mulia

Firman اَللّهُ SWT :Manusia, jin dan Malaikat kepunyaan siapa ya Muhammad... ???
Nabi berkata : Kepunyaan engkau wahai اَللّهُ yg maha mulia

Firman اَللّهُ SWT : Dan engkau kepunyaan siapa ya muhammad
Nabi berkta : Kepunyaan engkau wahai اَللّهُ yg maha mulia

Firman اَللّهُ SWT :
Dan aku kepunyaan siapa ya muhammad.... ???
(Nabipun bersujud) engkau yg memilikiku dan engkau yg mengetahui dirikuu
Maka اَللّهُ SWT berfirman :
Ketahuillah wahai kekasihku, bahwa aku milik orang yg bersholawat kepadamu....

آللّهُمَ صَلّۓِ عَلۓِ سَيّدنَآ مُحَمّدْ وَ عَلۓِ آلِ  سَيّدنَآ مُحَمَّدٍ


Ya Allah :'(

Kisah Habib Sholeh bin Mukhsin Al Hamid (Habib Sholeh Tanggul Jember)



                              Al Habib Sholeh bin Mukhsin Al Hamid ( Habib Sholeh Tanggul-Jember)

Habib Sholeh Alhamid. Doanya Selalu Terkabul
Habib yang satu ini doanya sangat terkenal selalu terkabul dan orang yang sangat disegani dan dicintai. Dialah Habib Sholeh bin Muhsin Al-Hamid, atau yang terkenal dengan panggilan Habib Habib Sholeh Tanggul (Jember)

Doa dari habib yang satu ini memang penuh rasa keikhlasan dan tidak tercampur sedikitpun dengan urusan duniawiyah. Wajarlah, bila setiap doa yang ia panjatkan sangat cepat dikabulkan oleh Allah SWT. Dialah Habib Sholeh bin Mukhsin Al-Hamid atau yang biasa dikenal dengan sebutan Habib Sholeh Tanggul.

Mengenai resep agar doanya cepat terkabul, pernah suatu ketika ada orang bertanya, “Ya, Habib Sholeh. Apa sih kelebihan ibadah Habib Sholeh yang tidak orang lain lakukan, sehingga doa Habib Sholeh cepat terkabul?”
Habib Sholeh menjawab, “Mau tahu rahasianya?”
“Saya tidak pernah menaruh pispot di kepala saya.”
Orang itu bertanya kembali,”Apa maksudnya ya Habib?” tanya balik orang itu kepada Habib Sholeh.
“Menaruh pispot di kepala mu dalam beribadah. Artinya, janganlah membanggakan dunia. Janganlah bersaranakan dunia dengan beribadah.”
Dunia kata pujangga adalah permainan, karena itu harus dipermainkan. Jangan kita dipermainkan.
“Contohnya bagaimana ya Habib?”
“Pispot walaupun terbuat dari emas murni yang terbaik di dunia dan bertahtakan intan berlian yang terbaik. Kalau dibuat topi, tetap akan membuat malu,” kata Habib Sholeh.
“Maksudnya?”
“Kalau orang mau membanggakan dunia, bermodalkan dunianya. Semisal untuk membanggakan diri tujuannya untuk mencari dunia, lihat saja orang itu akan terjerembab oleh dunia. Karena amal orang itu dipamer-pamerin…,” terang Habib Sholeh. Selain itu, kata Habib Sholeh jangan melakukan dosa syirik.

Habib Ali Bin Abdurrahman Al-Habsyi (Habib Ali Kwitang) juga pernah bertanya kepada Habib Sholeh, “Wahai Habib Sholeh, engkau adalah orang yang doanya selalu terkabulkan dan engkau sangat dicintai oleh Tuhanmu dan segala permohonanmu selalu dikabulkan.”
Maka, Habib Sholeh pun menjawab, “Bagaimana tidak, sedangkan aku belum pernah melakukan hal yang membuat Allah murka – tidak pernah melanggar aturan Allah.”

Demikianlah Habib Sholeh Tanggul memberikan beberapa resep agar doa-doa yang dipanjatkan, cepat terkabul. Habib Sholeh bin Muhsin Al-Hamid sendiri lahir di Korbah, Ba Karman (Wadi Amd) Hadramaut pada tahun 1313 H. Ayahnya adalah Habib Muksin bin Ahmad yang terkenal dengan sebutan Al-Bakry Al-Hamid, seorang yang saleh dan wali yang arif dan dicintai serta dihormati oleh masyarakatnya. Banyak orang yang datang kepadanya untuk bertawasul dan memohon doa demi tercapainya segala hajat mereka. Ibundanya seorang wanita shalihah bernama Aisyah dari keluarga Alabud Ba Umar dari Masyayikh Alamudi.

Habib Sholeh memulai mempelajari kitab suci Al-Quran dari seorang guru yang bernama Said Ba Mudhij, di Wadi Amd, yang juga dikenal sebagai orang saleh yang tiada henti-hentinya berzikir kepada Allah Swt. Sedangkan ilmu fikih dan tasawuf ia pelajari dari ayahnya sendiri, Habib Muksin Al-Hamid. Sewaktu kecil Habib Sholeh sebagaimana teman sebayanya, pernah menggembala kambing. Selain itu, ia ternyata mempunyai hobi menembak dengan senapan angin. Bahkan kemampuannya, bisa dikatakan luar biasa, karena ia dikenal sebagai penembak yang jitu.

Pada usia 26 tahun, tepatnya pada bulan keenam tahun 1921 M, dengan ditemani Assyaikh Al-Fadil Assoleh Salim bin Ahmad Al-Asykariy, Habib Sholeh meninggalkan Hadramaut menuju Indonesia. Mereka berdua sempat singgah di Gujarat (India) beberapa waktu, kemudian baru ke Jakarta. Kemudian sepupu beliau, Habib Muksin bin Abdullah Al-Hamid, seorang panutan para saadah atau masyarakat, mengajaknya singgah di kediamannya di Lumajang.

Ia menetap di Lumajang untuk beberapa saat. Kemudian pindah ke Tanggul (Jember) dan akhirnya menetap di desa ini. Pada suatu saat ia melakukan uzlah, mengasingkan diri dari manusia, selama lebih dari tujuh tahun. Selama itu pula ia tidak menemui seorang pun dan tidak seorang pun manusia menemuinya.

Dalam khalwatnya itu, ia banyak membaca Al-Quran dan kitab Dalailul Khoirat yang berisi selawat dan salam kepada Sayyidis Sadad SAW, aku bertemu dengan Rasulullah yang memancarkan sinar dari wajahnya yang mulia.”

Hingga tibalah di akhir masa khalwat, datang Habib Abu Bakar bin Muhammad Assegaf kepadanya dan memberikan satu sorban hijau dengan mengatakan, “Ya Habib Sholeh, datang kepadaku Rasulullah SAW dan mengutusku untuk menyerahkan sorban hijau ini. Ini adalah pertanda kewalian qutb (kutub) atasku jatuh ke pundakmu,” kata Habib Abu Bakar sambil menyematkan sorban hijau itu ke pundak Habib Sholeh.

Habib Sholeh saat itu merasa dirinya kecil dan belum pantas, maka ia bertanya, “Pantaskah saya menerima anugrah Allah SWT yang sedemikian besar ini? Mampukah saya mengembannya?”

Dalam khalwatnya, ia menangis terus dan tidak pernah keluar dari kamarnya dan minta petunjuk kepada Allah SWT. Saat itu rumahnya masih sangat sederhana terbuat dari bilik bambu. Padahal sudah banyak habaib, saudara, orang-orang kaya datang kepadanya untuk membongkar rumahnya, tapi beliau tidak pernah mau. Alasannya, “Jangan dibetulkan! Jangan diapa-apakan! Biarkan saja, saya takut Rasulullah SAW tidak datang lagi ke tempat ini. Saya setiap hari berjamaah shalat lima waktu dengan Rasulullah SAW di rumah ini. Jangan dibongkar rumah ini,” tampik Habib Sholeh setiap ditawari oleh orang lain.

Khalwatnya itu berlangsung selama kurang lebih tujuh tahun. Hingga suatu saat ia mendapat isyarat dari Rasulullah SAW agar menziarahinya di Madinah. Ketika ia mengutarakan maksud dan tujuannya akan berangkat ke Baitul Makkah dan Madinah, banyak orang yang mau ikut.
Tapi, beliau tidak dengan banyak orang akhirnya, kemudian berangkat ke Mekkah. Saat ia ke Mekkah itulah, Habib Muhammad bin Husein Al-Hamid (Labor, Pasar Minggu-Abah Umar ). sehingga pulang, ia tidak marah-marah lagi.

Ketika ditanya oleh banyak orang, Habib Sholeh dengan tersenyum menjawab, “Sebelum rumah ini dibangun saya telah diberitahu oleh Rasulullah SAW dan biarkan rumah ini dibangun.”
Sebuah pertanda, Habib Sholeh Al-Hamid telah dipandang mampu mengemban amanah dan dipercaya menyandang khilafah kenabian serta untuk menebarkan kemanfaatan kepada umat manusia.

Lalu menyuruhnya datang ke kediamannya di Gresik. Sesampainya di rumah, ia menyuruh Habib Sholeh Hamid mandi di jabiyah – kolam mandi yang khusus – miliknya. Setelah itu, sang guru memberinya mandat dan ijazah dengan memakaikan jubah imamah dan sorban kepadanya.

Dakwah Habib Sholeh
Dakwah Habib Sholeh kepada masyarakat sekitar diawalinya dengan membangun musala di tempat kediamannya. Habib Sholeh Tanggul selalu mengisinya dengan kegiatan Shalat berjemaah dan hizib Al-Quran antara magrib dan isya di musala ini. Ia juga menggelar pengajian-pengajian yang membahas hal-hal mana yang dilarang oleh agama dan mana yang diwajibkan agama, kepada masyarakat sekitar.

Setiap selesai Shalat Asar, ia membacakan kitab An-Nasaihud Dinniyah, karangan Habib Abdullah Al-Hadad, yang diuraikannya ke dalam bahasa keseharian masyarakat sekitar, yakni bahasa Madura.

Beberapa tahun kemudian, ia mendapatkan hadiah sebidang tanah dari seorang muhibin, orang yang mencintai anak-cucu keturunan Nabi Muhammad, yakni H. Abdurrasyid. Tanah ini lalu ia wakafkan. Di atas tanah inilah ia membangun masjid yang diberi nama Riyadus Sholihin. Di masjid ini kegiatan keagamaan semakin semarak. Kegiatan keagamaan, seperti Shalat berjemaah, hizib Al-Quran, serta pembacaan Ratib Hadad, rutin dibaca di antara magrib dan isya.

Dalam kesehariannya, ia selalu melapangkan dada orang-orang yang sedang dalam kesusahan. Sering, bahkan, orang-orang yang sedang dililit utang, ia bantu untuk menyelesaikannya. Jika ia melihat seorang gadis dan jejaka yang belum kawin, ia dengan segera mencarikan pasangan hidup dengan terlebih dahulu menawarkan seorang calon. Apabila ada kecocokan di antara keduanya, segeralah mereka dinikahkan. Bahkan, sering Habib Sholeh yang membantu biaya perkawinannya. Pernah pula, dalam waktu sehari ia mendamaikan dua atau tiga orang yang bermusuhan.

Wasiat atau ajarannya yang paling terkenal, “Hendaklah setiap kamu menjaga Shalat lima waktu. Jangan pernah tinggalkan Shalat Subuh berjemaah. Muliakan dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua. Jadilah kamu sekalian sebagai rahmat bagi seluruh alam. Berbuat baik jangan pilih kasih, kepada siapa pun dan di mana pun.”

Dalam kehidupan kemasyarakatan, ia juga terlibat sangat aktif. Antara lain, Habib Sholeh Tanggul juga tercatat sebagai pemberi spirit dengan meletakkan batu pertama pembangunan Rumah Sakit Islam Surabaya. Bahkan ia tercatat sebagai kepala penasihat rumah sakit. Ia juga tercatat sebagai ketua takmir Masjid Jamik yang didirikan di kota Jember yang pembangunannya juga dapat diselesaikan dalam waktu singkat berkat doa dan keikutsertaannya dalam peletakan batu pertama.

Derajat Kewaliannya
Kekaramahan dan derajat kewalian Habib Sholeh telah mencapai tingkatan Qutub. Yakni, sebagai pemimpin dan pemuka bagi para pembesar aulia di masanya. Dalam konteks ini, berkata Habib Abdul Qadir bin Ahmad bin Abdrurrahman Assegaf, “Habib Sholeh adalah orang yang doanya selalu terkabul dan orang yang sangat dicintai dan disegani.”

Bahkan, salah seorang ahli waris keluarga Habib pernah mendengar salah seorang saleh yang dapat dipercaya bercerita kepadanya, ia pernah bermimpi melihat Habib Sholeh sedang duduk di suatu tempat dan tangan kanan Habib Sholeh memegang tiang dari nur yang sinarnya berkilauan sampai ke langit, lalu terdengar ucapan, “Sesungguhnya Habib Sholeh adalah orang yang mujabud dakwah – doanya selalu diijabah.”

Dikisahkan, suatu waktu ia sedang berjalan bersama Habib Ali bin Abdurahman bin Abdullah Al-Habsyi Kwitang Jakarta, dan ia juga berkunjung ke kediaman Habib Ali di Bungur Jakarta. Saat melintasi sebuah lapangan, ia melihat banyak sekali orang berkumpul untuk melakukan Shalat Istisqa, Shalat khusus untuk meminta hujan, lantaran pada saat itu Jakarta sedang dilanda kemarau panjang. Habib Sholeh Tanggul pun berkata, “Serahkan saja kepadaku, biar aku yang akan memohon hujan kepada Allah.”

Tak lama kemudian, setelah Habib Sholeh Tanggul menengadahkan tangan ke langit, seraya membaca doa meminta hujan, hujan pun turun.

Adapun, mengenai kedermawananya, tak seorang pun meragukanya. Bahkan ia selalu memberikan apa yang ada di tangannya mana kala ada seorang yang meminta, atau bahkan memberi salah satu dari kedua pakaiannya. Berkata salah seorang ulama mengenainya, “Seandainya ia tak memiliki apa pun kecuali rohnya, ia pun akan menyerahkannya kepada yang memintanya.” Banyak yang meyakini, Habib Sholeh Tanggul adalah seorang wali yang dekat dengan Nabi Khidir. Karena itu pula ia terkenal dermawan, seolah apa pun yang ia miliki ingin ia berikan kepada setiap orang yang membutuhkan.

Menjelang wafatnya, tidak menunjukan tanda-tanda apa-apa. Hanya beliau sering mengatakan kepada keluarganya, “Saya sebentar lagi akan pergi jauh. Yang rukun semua yah, kalau saya pergi jauh jangan ada konflik,” kata Habib Sholeh saat di bulan puasa.

Waliyullah yang doanya selalu terkabul itu wafat dengan tenang pada 7 Syawal 1396 H (1976) dengan meninggalkan 6 putra-putri yakni Habib Abdullah (alm), Habib Muhammad (alm), Syarifah Nur (alm), Syarifah Fatimah, Habib Ali dan Syarifah Khadijah. Jenazahnya kemudian dimakamkan di komplek pemakaman Selatan PJKA, Tanggul, Jember Jawa Timur.

Kisah Teladan Sufi, Anjing Ini Lebih Mulia Dariku



Kisah tentang ''Tawadhu'' paling mengagumkan yang pernah kami temui dalam biografi para awliya', kisah ini disebutkan Syaikh Ibnu Ajibah al Hasani dalam kitab iiqhadzul Himam.

Alkisah... ketika itu di musim hujan Syaikh Abdurrahman bin Said (Seorang faqih dan Wali Besar di Zamannya) melewati suatu jalan yg becek dan berlumpur.

Saat itu juga dari kejauhan tampak seekor anjing yang sedang melintas dari arah yang berlawanan.

Syaikh Abdurrahman mencoba menghindari anjing itu dengan menepi ke pinggir jalan. Anehnya ketika anjing itu sudah mendekat, beliau malah berpindah ke jalan yg becek dan membiarkan anjing itu melewati jalan ''bersih'' yg ia tempati.

Salah satu muridnya yg menyaksikan kejadian itu lantas mendatanginya, Syaikh Abdurrahman tampak sedih dan termenung, si murid lalu bertanya:

Ya Syaikh.. aku bingung melihat apa yg Syaikh lakukan, mengapa engkau malah berpindah ke jalan yg kotor dan membiarkan anjing itu lewat di jalan yg bersih..???

beliau lalu menjawab :

''Awalnya.. aku memang ingin membiarkan anjing itu lewat di jalan yg kotor, lantas aku berfikir dan mengatakan dalam hati : "bukankah anjing ini lebih mulia dariku? bukankah ia lebih baik dariku? aku punya banyak dosa dan maksiat sedangkan anjing ini tak punya dosa sama sekali, kalau begitu ia lebih pantas dimuliakan dari pada diriku yg hina ini, skrng aku takut Allah tidak akan mengampuniku krn aku telah merendahkan mahluk-Nya yg lebih mulia dariku''

Hikmah : Mereka para Awliya' Allah, selalu meyakini bahwa mereka adlh mahluk paling hina yg pernah ada, padahal di sisi Allah mereka begitu mulia dan berharga bagaikan emas dan permata.

Sayyidil Habib Umar bin Hafidz beliau pernah berkata :

''Ketika engkau mengajar atau berceramah, maka yakinilah bahwa mereka yg ada di hadapanmu lebih baik dan mulia dari dirimu sedangkan engkau hanya orang yg mengharap barokah doa, pandangan, dan syafaat mereka di akhirat kelak. Amiiin.

10 Nov 2014

Kisah Gus Miek, Waliyullah Nyentrik



Suatu hari, Gus Miek (Kyai Hamim Djazuli Kediri) dengan diikuti Gus Farid (kerabatnya) bertandang ke sebuah diskotek. Di sana, Gus Farid mencoba menutupi identitas Gus Miek agar tidak dilihat dan dikenali pengunjung diskotek itu.

“Gus, apakah jama’ah sampeyan kurang banyak? Apakah sampeyan kurang kaya? Kok mau masuk tempat seperti ini?” Tanya Gus Farid kemudian.

Gus Miek terlihat emosi mendengar pertanyaan orang terdekatnya, yang telah puluhan tahun mengikutinya.

“Biar nama saya CEMAR di MATA MANUSIA, tapi TENAR di MATA ALLAH. Apalah arti sebuah nama. Paling mentok, nama Gus Miek hancur di mata umat.
Semua orang yang di tempat ini, di diskotik ini, juga menginginkan surga, bukan hanya jamaah (kaum santri dan bersarung) saja yang menginginkan surga. Tetapi, siapa yang berani masuk ke tempat seperti ini? Kyai mana yang mau masuk ke tempat-tempat seperti ini?!” Sergah Gus Miek.

Gus Farid terdiam. Tak lama setelah itu, Gus Miek pun kembali ceria seolah lupa dengan pertanyaan Gus Farid barusan.

Memang, setiap kali Gus Miek masuk bar, lobi hotel ataupun tempat-tempat 'hiburan pelepas penat' bagi orang-orang tertentu seperti ini, ada saja orang-orang yang mengerubunginya, masing-masing mengadukan permasalahan kehidupannya..

(ya pantes, Gus Miek kan ibarat “air dua kolah, bisa mensucikan najis”, lha gue?? Gak coba-coba deh)

***

Di Semarang, pernah ada surga perjudian yang dikenal sebagai NIAC, yang kemudian menjadi neraka perjudian setelah “dihancurkan” oleh Gus Miek. Begitu pula dengan BONANSA dan THR, yang terkenal memiliki bandar dan backing yang kuat.

Pada masa itu, sekitar 1970-1972, orang-orang dari massa PPP (Partai Persatuan Pembangunan) gencar menggelar aksinya memberantas kemaksiatan di tempat-tempat ini, tapi selalu gagal, karena memang, tempat seperti NIAC memiliki backing yang tak bisa dianggap remah, baik backing fisik maupun politik.

Lalu bagaimana jika seorang Kyai atau “Santri Pesantren” turut masuk ke dalam tempat seperti ini? Apalagi ikut permainan-permainan judi? Gus Miek kerap menyambangi NIAC maupun THR, di sana ia turut bermain, dengan segala kelebihannya, ia mampu memenangkan hampir di setiap permainan sehingga membuat cukong-cukong itu menanggung kekalahan yang sangat besar.

Mungkin para Bandar ini tak takut dosa, apalagi ancaman-ancaman ayat Al-Quran, namun tak dapat dipungkiri, yang mereka takutkan adalah kerugian, kebangkrutan dan akhirnya kapok. Pada akhirnya, tempat perjudian ini pun hancur dengan sendirinya, hancur dari dalam, hancur sebab para pelakunya kapok dengan judi, “dihancurkan” oleh Gus Miek.

Namun seperti biasa, uang hasil kemenangan perjudian tak pernah dinikmatinya.

Pernah suatu ketika, setelah menang banyak sambil membawa satu kantong terigu penuh dengan uang, Gus Miek berkata kepada Shodiq, salah satu ‘santrinya’ dari Pakunden-Blitar, “Kamu jangan ikut menikmati. Uang ini tidak bisa kita makan. Uang ini sudah ada yang berhak.”

Kemudian Gus Miek berkeliling naik becak, uang itu disebar di sepanjang jalan untuk para tukang becak dan penjual kopi di pinggir jalan.

Memang, walaupun Gus Miek banyak bertingkah 'khariqul-adah' (di luar kebiasaan), ia sangat keras melarang pengikutnya untuk menirukan tingkah lakunya, seperti bergaul dengan orang-orang 'dunia hitam'. Ia tetap memerintahkan santrinya untuk shalat dan menghindari maksiat.

(Gus, di mana sih belajar “maen”? ada kitabnya? hehehe)

***

Suatu pagi di kota Kediri, Gus Miek beserta Miftah (Garum, Blitar) berjalan-jalan dengan menaiki sepeda. Di tengah perjalanan, tiba-tiba Gus Miek mengajak berhenti.

“Miftah, kamu nanti ikut bersalaman dengan orang itu,” katanya sambil menunjuk seorang pengemis yang sedang meminta-minta. Keduanya lalu menunggu. Setelah ada orang yang memberi, pengemis itu berdiri dan beranjak pergi.

Gus Miek kemudian mengucapkan salam, pengemis itu pun membalasnya.

“Lho, kok kamu, Gus?!” kata pengemis itu.

“Iya, Mbah,” Sahut Gus Miek.

“Di sana lho, Gus, ada warung murah, tetapi masih ada yang lebih murah lagi.” Kata pengemis itu.

“Iya, Mbah. Hanya itu saja Mbah?” Tanya Gus Miek.

“Iya, Gus” jawab pengemis itu sambil berlalu.

Setelah pengemis itu pergi, Gus Miek berkata kepada Miftah, “Tah, orang itu adalah orang yang terbalik.”

“Terbalik bagaimana, Gus?” Tanya Miftah keheranan.

“Maksudnya, kelak di akhiratnya dia tidak seperti itu. Dia kalau tidur seenaknya sendiri, di emperan toko juga sudah biasa. Kyai Mahrus Ali (Lirboyo-Kediri) mencari orang itu dalam dua tahun tidak ketemu, kalau aku sering sekali bertemu dengan dia.” Kata Gus Miek.

“Kok menunjukkan warung murah, Gus?” Tanya Miftah lagi.

“Ya, itu tadi mencemooh aku. Maksudnya, aku DILARANG TAKABUR. Tapi, aku kan masih muda, ya tidak
bisa kalau tidak takabur. Sedangkan dia sudah tua, ya pasti bisa untuk tidak takabur.” Jawab Gus Miek.

(bener juga Gus, emang susah jadi anak muda, hehehe)

***

Akhirnya, Gus Miek pernah berpesan kepada Amar Mujib (santri Ploso-Kediri yang sering mengikutinya),

“Jangan sekali-kali kamu SU’U-DZANN (buruk sangka) dengan siapa saja. Apabila ada orang yang meminta sumbangan, anggaplah ia bagian dari orang shalih (MIN AS-SHALIHIN). Bila ada pengemis meminta-minta, anggaplah ia bagian dari orang arif dan bijaksana (MIN AL-‘ARIFIN). Bila ada seorang kyai yang meminta sumbangan, anggaplah dia bagian dari orang-orang yang berpengetahuan sangat luas (MIN AL-‘ALIMIN). Kalau sudah begitu, mintalah doa restu.”

***

dari buku biografi Perjalanan dan Ajaran Kyai Hamim Djazuli, “Gus Miek”,
susunan M. Nurul Ibad.

Dialog Al Habib Ali Al-Jufry dengan Kurt Westergaard (Pembuat Karikatur Rasulullah SAW)



Habib Ali adalah sosok da`i muda yang energik, santun selalu tersenyum dan mengingatkan kita kepada Allah bila melihat wajahnya. Dakwahnya di fokuskan ke Negara-negara Eropa hingga Amerika, beliau salah satu murid dari guru mulia Al- Arif Billah Al- Allamah Habib Umar bin Hafidz, atas perintah gurunya beliau datang ke Indonesia dan memberikan tausyiah di Monas acara Dzikir Akbar bersama Majelis Rasulillah SAW pimpinan Sayyid Munzir Al-Musawa. Dengan zin Allah Ta`ala beliau terpilih untuk bertemu dengan Kurt Westergaard seorang
yang membuat karikatur Nabi Muhammad SAW yang nyeleneh
dan menyebar ke pelbagai penjuru dunia, membuat ummat islam marah. Kurt tampak gelisah,berbicarapun terlihat super hati-hati, berbeda seratus delapan puluh derajat dengan Habib Ali, tenang, khusu`, ramah, santun dan senantiasa tersenyum. Sama sekali tidak terlihat kemarahan di wajahnya. Sampai-sampai Kurt terheran-heran, mengapa Habib Ali Al Jufri yang
sosok perawakannya seperti manusia yang pernah ia gambar, Rasulullah SAW yang bersorban dan berjubah bersikap sedemikian rupa.

“Mengapa anda menerima saya? padahal saya ini dicari-cari orang-orang Islam sedunia untuk di bunuh. Mereka menganggap saya menghina Rasulullah SAW karena membuat gambarnya. Tapi ketika saya bertemu anda. Anda tidak marah malah sebaliknya. Mengapa?”, Tanya Kurt.

Habib Ali dengan lembut menjawab, Mengapa saya harus marah kepada anda?” Apakah karena anda menggambar Rasulullah SAW dengan karikatur?” Kalau anda menggambar seperti itu, saya menyadari bahwa anda tidak kenal dengan Rasulullah SAW. Anda tidak mengetahui figur Rasulullah SAW yang sebenarnya.
Jadi wajar saja anda berbuat seperti itu. Seandainya anda bertemu Rasulullah SAW, saya yakin beliaupun
tidak akan marah dengan apa yang anda gambarkan. Saya juga yakin, anda akan dikasihi dan di sayangi oleh beliau shalallahu alaihi wasallam.

Beliau (saw) itu mempunyai sifat kasih sayang kepada setiap umat manusia, kepada umatnya, bahkan kepada musuhnya, kepada siapa saja….karena beliau saw diberi tugas oleh Allah sebagai rahmat didunia ini, dan menyampaikan agama islam,
agama yang baik untuk semua orang.
Jika sudah mempelajari figur nabi Muhammad Shalallahu alaihi wasallam secara obyektif, anda pasti akan mencintai beliau. Anda menggambarkan seperti itu karena anda tidak tahu siapa beliau.”

Kurt pun terperanjat dengan ucapan Habib Ali ini. Dia lantas memuji-muji Habib Ali dan merasa bangga karena telah bertemu dengannya. Habib Ali Al-jufri dikenal sebagai da`i yang
santun banyak dari para cendikiawan non muslim dari negara- negara Eropa sampai Amerika masuk agama Islam.

Habib Ali menghimbau kepada umat islam agar menyikapi para pencela Islam dengan santun, sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam

Menurutnya sikap santun dan ramah serta penuh kasih itu akan membuka mata orang-orang non muslim bahkan berdampak positif bagi umat
islam yang tinggal di negara-negara
berpenduduk minoritas muslim.

Allahumma Shalli `ala Sayyidina Muhammad wa`ala alihi washahbihi wasallim

Dipetik dari 'Idolaku Nabi Muhammad SAW'

Dalil Julukan ‘Sayid’ Untuk Keluarga Nabi dan Sahabat



Sebagian orang hingga saat ini masih terasa gatal telinganya ketika mendengar sebutan ‘Sayid’ untuk Nabi, sahabat dan keluarga Nabi, serta ingin tergesa-gesa menvonis bid’ah. Padahal berdasarkan hadis-hadis sahih di bawah ini menunjukkan bahwa sejak masa sahabat sudah ditemukan istilah ‘Sayid’ bagi sebagian sahabat Nabi dan keluarga Nabi.

Syaikh Fuad Abd al-Baqi mendefinisikan ‘Sayid’ sebagai berikut:

قَالَ الْهَرَوِي السَّيِّدُ هُوَ الَّذِي يَفُوْقُ قَوْمَهُ فِي الْخَيْرِ (صحيح مسلم - ج 4 / ص 1782)

“al-Harawi berkata: Sayid adalah seseorang yang memiliki keunggulan dalam kaumnya dari segi kebaikan” (Catatan dalam Sahih Muslim 4/1782)

- Sayidah Fatimah al-Zahra’

قَالَ النَّبِىُّ - صلى الله عليه وسلم - فَاطِمَةُ سَيِّدَةُ نِسَاءِ أَهْلِ الْجَنَّةِ (رواه البخارى)

Rasulullah Saw bersabda: “Fatimah adalah pemuka wanita penduduk surga” (HR al-Bukhari)

- Sayidina Abu Bakar dan Sayidina Umar
Rasulullah Saw bersabda: 

قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- أَبُوْ بَكْرٍ وَعُمَرُ سَيِّدَا كُهُوْلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ مِنَ الْأَوَّلِيْنَ وَاْلآخِرِيْنَ (رواه الترمذي)

“Abu Bakar dan Umar adalah pemuka orang tua penduduk surga, dari orang terdahulu dan yang akhir” (HR al-Turmudzi)

Terkait hadis ini, ulama Wahabi Syaikh Albani menilainya sahih dan berkata:

روي عن جمع من الصحابة منهم علي بن أبي طالب و أنس بن مالك و أبو جحيفة و جابر بن عبد الله و أبو سعيد الخدري . (السلسلة الصحيحة - ج 2 / ص 323)

“Hadis ini diriwayatkan dari sekelompok sahabat, diantaranya Ali bin Abi Thalib, Anas bin Malik, Abu Juhaifah, Jabir bin Abdillah dan Abu Said al-Khudri” (Silsilah Shahihah 2/323)
Bahkan Sayidina Umar pun menyebut ‘Sayid’ kepada Sayidina Abu Bakar:

قَالَ عُمَرُ بَلْ نُبَايِعُكَ أَنْتَ ، فَأَنْتَ سَيِّدُنَا وَخَيْرُنَا وَأَحَبُّنَا إِلَى رَسُولِ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم – (رواه البخارى)

“Umar berkata: “Tetapi kami membaiatmu (sebagai pemimpin). Engkau (Abu Bakar) adalah pemuka kami, orang terbaik kami dan yang paling dicintai diantara kami oleh Rasulullah Saw” (HR al-Bukhari)

- Sayidina Hasan dan Sayidina Husain

عَنْ أَبِى بَكْرَةَ - رضى الله عنه - أَخْرَجَ النَّبِىُّ - صلى الله عليه وسلم - ذَاتَ يَوْمٍ الْحَسَنَ فَصَعِدَ بِهِ عَلَى الْمِنْبَرِ ، فَقَالَ « ابْنِى هَذَا سَيِّدٌ ، وَلَعَلَّ اللَّهَ أَنْ يُصْلِحَ بِهِ بَيْنَ فِئَتَيْنِ مِنَ الْمُسْلِمِينَ » (رواه البخارى)

Diriwayatkan dari Abu Bakrah, suatu ketika Nabi membawa Hasan dan naik ke atas mimbar. Nabi bersabda: “Anakku ini adalah sayid (pemuka). Semoga Allah menjadikan damai dua kelompok besar dari umat Islam dengan Hasan” (HR al-Bukhari)

Di hadis lain Rasulullah bersabda:

قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- الْحَسَنُ وَالْحُسَيْنُ سَيِّدَا شَبَابِ أَهْلِ الْجَنَّةِ (رواه الترمذي)

“Hasan dan Husain adalah pemukan pemuda penduduk surga” (HR al-Turmudzi)

Hadis ini dinilai sahih oleh ulama Wahabi, bahkan sudah mencapai derajat Mutawatir karena diriwayatkan dari 10 sahabat:

ورد من حديث أبي سعيد الخدري و حذيفة ابن اليمان و علي بن أبي طالب و عمر بن الخطاب و عبد الله بن مسعود و عبد الله بن عمر و البراء بن عازب و أبي هريرة و جابر بن عبد الله و قرة بن إياس . (السلسلة الصحيحة - ج 2 / ص 295)

“[1] Abu Said al-Khudri, [2] Hudzaifah, [3] Ali bin Abi Thalib, [4] Umar bin Khattab, [5] Abdullah bin Mas’ud, [6] Abdullah bin Umar, [7] al-Barra’ bin Azib, [8] Abu Hurairah, [9] Jabir bin Abdullah, dan [10] Qurrah bin Iyas” (Silsilah Sahihah 2/295)

- Sayidina Bilal bin Rabah

قَالَ (جابر) كَانَ عُمَرُ يَقُولُ أَبُو بَكْرٍ سَيِّدُنَا ، وَأَعْتَقَ سَيِّدَنَا . يَعْنِى بِلاَلاً (رواه البخارى)

“Kata Jabir, Umar berkata: “Abu Bakar adalah pemuka kami dan telah memerdekakan pemuka kami [yakni Bilal]” (HR al-Bukhari)

Jika sudah terbukti nyata bahwa Nabi Muhammad Saw menyebut beberapa sahabat dan keluarganya sebagai ‘Sayid’ bahkan diantara para sahabat pun sudah mengucapkannya, lalu apakah bagaimana bila menyebut kalimat Sayidina kepada Rasulullah Saw? Masihkan disebut bid’ah? Sementara Rasulullah Saw sendiri mengakui bahwa beliau adalah ‘Sayid’:

قَالَ رَسُولُ اللَّهِ –صلى الله عليه وسلم- أَنَا سَيِّدُ وَلَدِ آدَمَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَأَوَّلُ مَنْ يَنْشَقُّ عَنْهُ الْقَبْرُ وَأَوَّلُ شَافِعٍ وَأَوَّلُ مُشَفَّعٍ (رواه مسلم)

“Aku adalah pemuka anak Adam di hari kiamat, kuburku yang pertama kali terbuka, pertama kali memberi syafaat dan pertama kali yang diterima syafaatnya” (HR Muslim)

Nama Nama Istri dan Anak Sayyidina Imam Ali Ibn Abi Thalib Karamallahu Wajha



NAMA-NAMA ISTRI DAN ANAK-ANAK DARI SAYYIDINA ALI BIN ABI THALIB

• فاطمة الزهراء بنت محمد بن عبد الله الهاشمية القرشية. أم: 
o الحسن بن علي.
o الحسين بن علي.
o المحسن بن علي. (مختلف عليه)
o زينب بنت علي.
o أم كلثوم بنت علي.

Pernikahan dengan Fatimah az-Zahra, keturunannya adalah:
1. Hasan bin Ali.
2. Husain bin Ali.
3. Muhsin bin Ali,terjadi perbedaan pendapat atasnya karena meninggal pada waktu masih dalam kandungan.
4. Zainab binti Ali.
5. Ummu Kultsum binti Ali.

• خولة بنت جعفر بن قيس الحنفية البكرية وكانت من سبايا حرب اليمامة, أم: 
o محمد الأكبر وهو محمد بن الحنفية.

Pernikahan dengan Khawlah binti Ja'far al-Hanafiah
1. Muhammad Al-Akbar yakni Muhammad bin al-Hanafiah (Muhammad Abu Abdullah bin Ali)

• الصهباء أم حبيبة بنت ربيعة التغلبية, أم: 
o عمر بن علي.
o رقية بنت علي.

Pernikahan dengan Al-Sahba' binti Rabi'ah
1. Umar bin Ali
2. Ruqayyah binti Ali

• أمامة بنت أبي العاص بن الربيع العبشمية القرشية (بنت زينب بنت النبي محمد, أم: 
o محمد الأوسط بن علي.

Pernikahan dengan Umamah binti Zainab
1. Muhammad al-Ausath bin Ali 

• أم البنين فاطمة بنت حزام بن خالد الكلابية, أم: 
o العباس بن علي.
o عثمان بن علي.
o جعفر بن علي.
o عبد الله بن علي.
قتلوا جميعا في كربلاء.

Ummu Banin fatimah binti Hizam bin Khalid:
1. Abbas bin Ali
2. Utsman bin Ali
3. Ja’far bin Ali
4. Abdullah bin Ali
Semuanya meninggal di karbala

• ليلى بنت مسعود بن خالد التميمية -قتلت في كربلاء-, أم: 
o أبي بكر بن علي.
o عبيد الله بن علي.

Pernikahan dengan Laila binti Mas'ud bin Khalid At-Tamim - terbunuh dikarbala'.
1. Abu Bakar bin Ali
2. Ubaidullah bin Ali

• أسماء بنت عميس بن معاذ الخثعمية, أم: 
o يحيى بن علي.
o محمد بن علي.
o وقيل عون بن علي.

Pernikahan dengan Asma' binti Umais
1. Yahya bin Ali
2. Muhammad Al-Ashghar bin Ali 
3. (dikatakan) 'Aun bin Ali 

• أم سعيد بنت عروة بن مسعود الثقفية, أم: 
o رملة بنت علي.
o أم الحسن بنت علي.

Pernikahan dengan Ummu Sa'id binti Urwah bin mas'ud
1. Romlah binti Ali
2. Ummul hasan binti Ali 

• الصهباء أم حبيبة بنت زمعة بن بحر التغلبية, أم: 
o رقية بنت علي.
o أم عمر بنت علي.

Pernikahan dengan Ash-Shahba' Ummu Habibah binti Zam'ah
1. Ruqayyah binti Ali
2. Ummu Umar binti Ali 

• محياة بنت امرئ القيس بن عدي بن أوس الكلبية, أم: 
o جارية بنت علي.

Pernikahan dengan Mahyat binti Imru'u Al-qias bin Adi :
1. Jariyah binti Ali.

**
Gak ada alasan buat siapapun (terutama Syi'ah) untuk membenci para sahabat, apalagi ketiga Khalifah; Abu Bakar, Umar bin Khattab dan Utsman bin Affan. 
Untuk apa Ali bin Abi Thalib menamakan anak-anaknya dengan nama beliau bertiga? Jawabannya Ini adalah Isyaroh bahwa Sayyidina Ali sangat menghormati beliau bertiga, bukan membencinya.

Nama Golongan Pertama Masuk Islam (Assabiqunal Awwalun)



Memang terdapat perbedaan pendapat dikalang para ulama tafsir tentang apa, bagaimana kriteria, dan jumlah orang yang disebut dengan "as-sabiqunal awwalun" (orang yang pertama masuk islam) yang terdiri dari kaum Muhajirin dan Kaum Anshar, Ibnu hisyam dalam Syirah nabawiyah menyebutkan ada 40 orang, sedangkan Imam Adz-Dzahabi mengatakan ada 50 orang. seperti dikutip dalam kitab Siyar A'lam an-Nubala, berikut nama-nama orang yang akan masuk surga selamanya (seprti dlm Al-Qur'an surat At-Taubah : 100) 

وَالسَّابِقُونَ الْأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنْصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُمْ بِإِحْسَانٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ۚ ذَٰلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ

Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. Mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar. (Qur'an surat At-Taubah : 100) 

السابقون الأولون هم:
oreng yang golongan pertama yang masuk Islam, mereka adalah :

1 - خديجة بنت خويلد.
1. Khadijah binti khuwailid
2 - وعلي بن أبي طالب.
2. Ali bin Abi Thalib
3 - وأبو بكر الصديق.
3. Abu Bakar Ash-Shidiq
4 - وزيد ابن حارثة النبوي.
4. Zaid bin Haritsah
5 - ثم عثمان.
5. Utsman bin Affan
6 – والزبير.
6. Zubair
7 - وسعد بن أبي وقاص.
7. Sa'ad bin Abi Waqash
8 - وطلحة بن عبيد الله.
8. Thalhah bin Ubaidillah
9 - و عبد الرحمن بن عوف.
9. Abdurrahman bin Auf
10 - ثم أبو عبيدة بن الجراح.
10. Abu Ubaidah bin Al-Jarrah
11 - وأبو سلمة بن عبد الأسد.
11. Abu Salamah bin Abdul Asad
12 - والأرقم بن أبي الأرقم بن أسد بن عبد الله بن عمر، المخزوميان.
12. Arqom bin Abil Arqom
13 - وعثمان بن مظعون الجمحي.
13. Utman bin Madz'un
14 - وعبيدة بن الحارث بن المطلب المطلبي.
14. Ubaidah bin Al-Harits
15 - وسعيد بن زيد بن عمرو بن نفيل العدوي.
15. Said bin Zaid bin amru
16 - وأسماء بنت الصديق.
16. Asma' binti As-Shadiq
17 - وخباب بن الأرت الخزاعي، حليف بني زهرة.
17. Khabab bin Al-Arat Al-Khaza'i
18 - وعمير بن أبي وقاص، أخو سعد.
18. Amir bin abi waqash
19 - وعبد الله بن مسعود الهذلي، من حلفاء بني زهرة.
19. Abdullah bin mas'ud
20 - ومسعود بن ربيعة القارئ من البدريين.
20. Mas'ud bin Rabiah
21 - وسليط بن عمرو بن عبد شمس العامري.
21. Sulaith bin Amru
22 - وعياش بن أبي ربيعة بن المغيرة المخزومي.
22. 'Iyas bin abi robiah
23 - وامرأته: أسماء بنت سلامة التميمية.
23. Istrinya, Asma' binti salamah
24 - وخنيس بن حذافة السهمي.
24. Khunais bin khudafah As-sahmi
25 - وعامر بن ربيعة العنزي، حليف آل الخطاب.
25. Amir bin Rabiah
26 - وعبد الله بن جحش ابن رئاب الأسدي، حليف بني أمية.
26. Abdullah bin jahsy
27 - وجعفر بن أبي طالب الهاشمي.
27. Ja'far bin Abi Thalib 
28 - وامرأته: أسماء بنت عميس.
28. Istrinya, Asma' binti umais
29 - وحاطب بن الحارث الجمحي.
29. Hathib bin Harits
30 - وامرأته فاطمة بنت المجلل العامرية.
30. Istrinya, Fatimah binti Al-Mujlal
31 - وأخوه خطاب.
31. Saudarnya, Khattab
32 - وامرأته فكيهة بنت يسار.
32. Istrinya, Fakihah binti yasar
33 - وأخوهما معمر ابن الحارث.
33. Mu'mar bin Al-Harits
34 - والسائب ولد عثمان بن مظعون.
34. Saib ayah utsman bin madz'un
35 - والمطلب بن أزهر بن عبد عوف الزهري.
35. Muthallib bin Azhar
36 - وامرأته رملة بنت أبي عوف السهمية.
36. Istrinya, Romlah binti Abi Auf
37 - والنحام نعيم بن عبد الله العدوي.
37. Niham nu'aim bin Abdullah
38 - وعامر بن فهيرة، مولى الصديق.
38. Amir bin Fahirah
39 - وخالد بن سعيد بن العاص بن أمية.
39. Khalid bin Said
40 - وامرأته أميمة بنت خلف الخزاعية.
40. Istrinya Khalid, Amimah 
41 - وحاطب بن عمرو العامري.
41. Hathib bin amru
42 - وأبو حذيفة بن عتبة بن ربيعة العبشمي.
42. Abu hudaifah bin utbah
43 - وواقد بن عبد الله بن عبد مناف التميمي اليربوعي، حليف بني عدي.
43. Waqid bin Abdullah
44 – وخالد.
44. Khalid
45 – وعامر.
45. Amir
46 – وعاقل.
46. Aqil
47 - وإياس، بنو البكير بن عبد يا ليل الليثي، حلفاء بني عدي.
47. Iyas 
48 - وعمار بن ياسر بن عامر العنسي بنون، حليف بني مخزوم.
48. Amar bin yasar
49 - وصهيب بن سنان بن مالك النمري، الرومي المنشأ، وولاؤه لعبد الله بن جدعان.
49. Shohib bin sinan
50 - وأبو ذر جندب بن جنادة الغفاري.
50. Abu dzar jundab bin junadah
51 - وأبو نجيح عمرو بن عبسة السلمي البجلي، لكنهما رجعا إلى بلادهما.
51. Abu najih amru bin abasah as-sulaimi, tapi keduanya pulang ke negaranya (tdak ikut hijrah).

قال: فهؤلاء الخمسون من السابقين الأولين، وبعدهم أسلم: أسد الله حمزة بن عبد المطلب، والفاروق عمر بن الخطاب، عز الدين، رضي الله عنهم أجمعين.

Mushonnif mengatakan : mereka ke 50 orang tsb adlah bagian dr Assabiqunal Awwaluun, dan setelah mereka, maka Hamzah bin Abdul Muthallib, Umar bin Khattab dan Izzuddin Radiyallahu anhum ajma'in memeluk agama Islam. 

Sumber:
سير أعلام النبلاء ج 1 ص 144
Siyar a'lam An-Nubala' lidz-dzahabi 1/144

Wabah Penyakit Pes Yang Tercatat Dalam Kitab



Taukah anda Bahwa pernah terjadi lima kali Tho'un/ wabah penyakit pes yg sangat terkenal dan sangat besar di dunia islam :

1. Tho'un syirowaih di daerah madain pada zaman Rasululloh shollallohu alaihi wasallam .

2. Tho'un 'amwaz terjadi pada zaman umar bin khotob di daerah syam , yg meninggal ada 25.000 orang.

3. Tho'un di zaman ibnu zubair tahun 69 H, terjadi selama tiga hari dan seharinya ada 70.000 orang yg meninggal, putra anas bin malik yg meninggal saat kejadian itu ada 83 anak, sedangkan putra abdurrahman bin abi bakroh yg meninggal ada 40 anak.

4. Tho'un fatayat, dinamakan spt itu karena banyak sekali perawan2 yg meninggal, terjadi pada tahun 89 H.

5. Tho'un yg terjadi pada tahun 131 H pada bulan rajab dan sangat parah pada bulan romadhon, mulai mereda pada bulan syawal. 
saat itu terjadi di jalan besar mirbad terdapat 1.000 jenazah setiap harinya.

Dan di Madinah maupun di Makkah belum pernah terjadi Tho'un sama sekali.

wallohu a'lam.

Referensi kitab Adzkar Nawawi :

قال أبو الحسن المدائني: " كانت الطواعين المشهورة العظام في الإِسلام خمسة: طاعون شيرويه بالمدائن في عهد رسول الله صلى الله عليه وسلم سنة ستّ من الهجرة، ثم طاعون عمواس في زمن عمر بن الخطاب رضي الله عنه كان بالشام، مات فيه خمسة وعشرون ألفاً، ثم طاعون في زمن ابن الزبير في شوّال سنة تسع وستين مات في ثلاثة أيام في كلّ يوم سبعون ألفاً، مات فيه لأنس بن مالك رضي الله عنه ثلاثة وثمانون ابناً، وقيل: ثلاثة وسبعون ابناً، ومات لعبد الرحمن بن أبي بكرة أربعون ابناً، ثم طاعون الفتيات في شوّال سنة سبع وثمانين، ثم طاعون سنة إحدى وثلاثين ومائة في رجب، واشتدّ في رمضان، وكان يُحصى في سكة المِربد في كل يوم ألف جنازة، ثم خفّ في شوّال.
وكان بالكوفة طاعون سنة خمسين، وفيه توفي المغيرة بن شعبة.
هذا آخر كلام المدائني.
وذكر ابن قُتيبة في كتابه " المعارف " عن الأصمعي في عدد الطواعين نحو هذا، وفيه زيادة ونقص.
قال: وسمي طاعون الفتيات، لأنه بدأ في العذارى بالبصرة، وواسط، والشام، والكوفة، ويقال له: طاعون الأشراف، لِما مات فيه من الأشراف.
قال: ولم يقع بالمدينة ولا مكة طاعون قطّ.

الأذكار للنووي

Yaa Allah , semoga Engkau jauhkan kami dari Tho'un khususnya dinegara kami Indonesia....

Aamiin...

8 Nov 2014

Sepenggal Kisah Tawakal Seekor Kijang



Cerita ini berpangkal dari kisah seorang musafir bernama Malik bin Dinar.

Ketika Malik melintasi sebuah gurun dalam perjalanan menuju Makkah untuk menunaikan ibadah haji, Kiai Ghoffar memulai kisahnya, dia melihat seekor burung gagak terbang sambil menggigit sepotong roti. Malik berpikir, tentu ada hal yang aneh di balik kejadian yang dilihatnya tersebut.

Lalu burung itu diikutinya hingga akhirnya masuk sebuah gua. Malik mengikutinya dari belakang. Sekonyong-konyong tampak seorang lelaki tergeletak di tanah, sedangkan kedua tangan dan kakinya terikat erat.

Pada saat itu, si burung gagak sedang menyuapi seorang lelaki tadi, sepotong demi sepotong, hingga semua roti tersebut habis dimakan oleh lelaki tersebut. Setelah itu, burung gagak terbang keluar dan tidak kembali lagi.

Malik bertanya kepada orang yang disuapi burung gagak tadi: “Dari manakah tuan?”  Orang itu menjawab, “Saya adalah salah seorang haji. Penyamun telah merampas semua harta benda saya, lalu mengikat saya dan melemparkan saya di tempat ini. Aku telah bersabar menahan lapar selama lima hari.

Kemudian setelah itu aku berdoa, ‘Wahai Tuhan yang telah berfirman dalam Kitab-nya, ‘Atau siapakah yang memperkenankan (doa) orang yang dalam kesulitan apabila ia berdoa kepada-Nya?’. Akulahorang yang kesulitan itu, maka kasihanilah aku!”

“Kemudian Allah mengutus burung gagak tadi. Setiap hari ia datang member makan dan minum kepadaku,” ungkapnya.

Setelah ikatannya dibuka oleh Malik, maka keduanya pun melanjutkan perjalanan bersama-sama. Di tengah jalan mereka kehausan, padahal keduanya tidak membawa air sedikit pun.

“Lalu keduanya mencari-cari air di gurun itu. Bersamaan dengan itu, tampak oleh keduanya sebuah sumur dikerumuni beberapa ekor kijang. Melihat keduanya, kijang-kijang itu berlompatan lari,” terang Kiai Ghoffar.

Dilanjutkan Kiai Ghoffar, tatkala keduanya hendak mengambil air dalam sumur, tiba-tiba airnya menyusut sampai ke dasarnya. Kemudian keduanya menimba dan minum bersama.

“Setelah puas minum, Malik berucap: ‘Wahai Tuhanku, kijang-kijang itu sama sekali tidak pernah ruku’ dan sujud, namun Engkau beri air di permukaan sumur dengan mudah, sedang kami harus menimba seratus hasta, baru dapat mengeluarkan air dari sumur tadi!”

Maka terdengar jawaban,” Hai Malik, kijang-kijang itu bertawakkal kepadaku, sehingga Aku beri mereka minum. Sedangkan engkau, bertawakal kepada tambang dan timbamu!”

Menurut Kiai Ghoffar, kisah tersebut berpangkal pada pola hidup para sufi tempo dulu. Di dunia pesantren, cerita tersebut serta cerita-cerita lainnya, disampaikan secara istikamah atau berkesinambungan. Selain kisah kijang, Kiai Ghoffar coba menerangkan kisah-kisah lain yang selama ini ‘terabadikan’ dalam setiap pengajian kitab dilangsungkan.

“Kisah-kisah para sufi, penting untuk selalu diketengahkan dalam kehidupan pesantren. Sebab, adakalanya para santri justru lebih menghayati cerita yang mengandung hikmah dibanding penjelasan kitab yang disampaikan secara menoton,” ujar Pengasuh Pesantren Riyadus Sholihin, Desa Laden, Kecamatan/Kabupaten Pamekasan tersebut.

Mengenai ketawakalan kisah kijang, hikmah yang bisa dipetik menurut Kiai Ghoffar terbilang banyak. Salah satunya ialah totalitas penghambaan manusia kepada Tuhannya. Kehidupan dunia, kerapkali membuat manusia lupa kepada Allah.

“Manusia juga sering abai terhadap karunia yang Allah berikan. Sebut saja dalam kisah tadi. Seandainya si Malik berpikir dan mensyukuri pemberian Allah berupa air di daerah gurun, pasti dia akan sangat bersyukur. Mengingat, di gurun pasir sangat sulit mendapatkan pasir,” tekannya.

Ditanya kebenaran kisah tersebut, Kiai Ghoffar menyatakan agar kita tidak melihat alur cerita semata. Terlepas dari benar tidaknya, ujar Kiai Ghoffar, hikmah rasa syukur dan tawakal kepada Allah merupakan segala-galanya.

“Ulama-ulama terdahulu, dalam menyampaikan hikmah atau nilai-nilai yang terkandung dalam Islam, tak sedikit yang mengemasnya dalam bentuk kisah atau cerita. Dan dakwah dengan pola seperti itu mudah diserap dan bisa mewarnai kehidupan kita, ketimbang dakwah maupun nahi mungkar yang dilakukan dengan cara paksaan atau dengan cara mungkar saja” tukasnya


Kisah Hikmah Zuhud, Masuk Neraka Gara-gara Air Wudhu?



Berikut ini adalah cerita tentang dua orang dengan kondisi yang kontras: seorang laki-laki kaya raya dan perempuan papa. Dalam keseharian pun, keduanya tampak begitu berbeda. Sang lelaki hidupnya padat oleh kesibukan duniawi, sementara wanita yang miskin itu justru menghabiskan waktunya untuk selalu beribadah.

Kesungguhan dan kerja keras lelaki tersebut membawanya pada kemapanan ekonomi yang diidamkan. Kekayaannya tak ia nikmati sendiri. Keluarga yang menjadi tanggung jawabnya merasakan dampak ketercukupan karena jerih payahnya. Lelaki ini memang sedang berkerja untuk kebutuhan rumah tangga dan pendidikan anak-anaknya.

Nasib lain dialami si perempuan miskin. Para tetangganya tak menemukan harta apapun di rumahnya. Kecuali sebuah bejana dengan persediaan air wudhu di dalamnya. Ya, bagi wanita taat ini, air wudhu menjadi kekayaan yang membanggakan meski hidup masih pas-pasan. Bukanah kesucian menjadikan ibadah kita lebih diterima dan khidmat? Dan karenanya menjanjikan balasan yang jauh lebih agung dari sekadar kekayaan duniawi yang fana ini?

Syekh Abdul Wahhab Asy-Sya’rani dalam kitab al-Minahus Saniyyah mengisahkan, suatu ketika ada seorang yang mengambil wudhu dari bejana milik perempuan itu. Melihat hal demikian, si perempuan berbisik dalam hati, “Kalau air itu habis, lalu bagaimana aku akan berwudhu untuk menunaikan sembahyang sunnah nanti malam?”

Apa yang tampak secara lahir tak selalu menunjukkan keadaan sebenarnya. Diceritakan, setelah meniggal dunia, keadaan keduanya jauh berbeda. Sang lelaki kaya raya itu mendapat kenikmatan surga, sementara si perempuan papa yang taat beribadah itu justru masuk neraka. Apa pasal?

Lelaki hartawan tersebut menerima kemuliaan lantaran sikap zuhudnya dari gemerlap duniawi. Kekayaannya yang banyak tak lantas membuatnya larut dalam kemewahan, cinta dunia, serta kebakhilan. Apa yang dimilikinya semata untuk kebutuhan hidup, menunjang keadaan untuk mencari ridla Allah.

Pandangan hidup semacam ini tak dimiliki si perempuan. Hidupnya yang serbakekurangan justru menjerumuskan hatinya pada cinta kebendaan. Buktinya, ia tak mampu merelakan orang lain berwudhu dengan airnya, meski dengan alasan untuk beribadah. Ketidakikhlasannya adalah petunjuk bahwa ia miskin bukan karena terlepas dari cinta kebendaan melainkan “dipaksa” oleh keadaan.

Syekh Abdul Wahhab Asy-Sya’rani menjelaskan dalam kitab yang sama bahwa zuhud adalah meninggalkan kecenderungan hati pada kesenangan duniawi, tapi bukan berarti mengosongkan tangan dari harta sama sekali. Segenap kekayaan dunia direngkuh untuk memenuhi kadar kebutuhan dan memaksimalkan keadaan untuk beribadah kepada-Nya.

Nasihat ulama sufi ini juga berlaku kebalikannya. Untuk cinta dunia, seseorang tak mesti menjadi kaya raya terlebih dahulu. Karena zuhud memang berurusan dengan hati, bukan secara langsung dengan alam bendawi.


Dosa Terhapus karena Anak Kecil



Islam mengajarkan kepada umatnya untuk menghormati yang lebih tua dan menyayangi yang lebih muda, sebagaimana dalam sabda Nabi Muhammad SAW.

لَيْسَ مِنَّا مَنْ لَمْ يَرْحَمْ صَغِيرَنَا وَيُوَقِّرْ كَبِيرَنَا

“Bukan termasuk dari golongan kami orang yg tak menyayangi anak kecil dan  tak menghormati orang tua (orang dewasa).” (HR. Hadits Tirmidzi No.1843)

Selain mendapat pengakuan sebagai umat dari Nabi Muhammad, juga akan dilebur dosa-dosanya walaupun itu besar.

Syekh Nawawi Banten dalam kitabnya, Qâm‘uith Tughyân halaman 18 menjelaskan bahwa Sayyidina Ali bin Abi Thalib Karamallahu wajhah menceritakan, bahwa ada seorang tamu datang kepada bagina Nabi Muhammad untuk melaporkan bahwa ia telah melakukan perbuatan maksiat, dan meminta kepada Nabi agar memohon ampunan kepada Allah atas dosa-dosa tamu tersebut.

Sebelum permintaan itu dipenuhi, Rasulullah pun bertanya kepada si tamu tersebut, “maksiat apa yang telah kamu lakukan?

“Saya malu mengungkapkan perbuatan masiat tersebut, Ya Rasulullah SAW,” Jawab si Tamu.

Kemudian Nabi mendesak, “Kenapa kau harus malu menceritakan di depan saya tentang dosa-dosa yang telah kamu perbuat, sedangkan kepada Allah swt. yang selalu memantaumu tidak malu?

Setelah itu Rasulullah meminta kepada si tamu untuk segera pergi. “Pergilah, sebelum api neraka datang ke sini karena ulah dosa-dosamu!”

Akhirnya si tamu tersebut pergi sambil menangis dengan perasaan sedih bercampur kecewa.

Tidak lama kemudian, Malaikat Jibril datang dan menenggur Nabi, “Ya Muhammad janganlah membuat si tamu yang melakukan maksiat merasa sedih dan putus asa, karena si tamu sudah membayar kafarat (denda) atas dosanya, walaupun dosa tersebut besar”.

Nabi Muhammad pun bertaya, “Apa kafaratnya?

“Kafaratnya adalah anak kecil. Ketika tamu yang datang tadi tiba di rumahnya, tiba-tiba ada anak kecil mencegatnya dan meminta sesuatu yang bisa dimakan. Akhirnya tamu itu memberikan makanan. Lantas anak itu pergi dengan perasaan senang dan bahagia. Itulah kafarat atas dosa si tamu,” jelas Malaikat Jibril kepada Rasulullah

Kisah Rasulullah SAW Sembuhkan Kebutaan Lewat Mimpi



Dirinya sungguh tak menyangka bakal sembuh dengan cara istimewa. Semula orang laki-laki ini sehari-hari diliputi gelap karena kondisi matanya yang sama sekali tak dapat melihat. Dalam kebutaan tersebut, hanya satu dalam dirinya yang menyala sangat terang: semangat untuk sembahyang berjamaah.

Kitab Kifayatul Atqiya’ wa Minhajul Ashfiya’ mengisahkan, laki-laki buta itu biasa berjalan menuju masjid tanpa dipandu tongkat selayaknya penyandang tunanetra pada umumnya. Jatuh cintanya yang amat pada shalat jamaah telah meruntuhkan rasa khawatir akan celaka akibat sikap pasrahnya itu.

Namun musibah tak bisa ditolak. Suatu hari laki-laki tersebut terjatuh di jalan hingga kepalanya terluka. Perjalanan menuju masjid gagal. Ia harus dibawa kembali ke rumah untuk istirahat.

Sudah jatuh tertimpa tangga. Di rumah, laki-laki buta yang kini batok kepalanya terluka itu malah mendapatkan “semprot” dari istrinya.

“Beginilah akibatnya. Padahal, shalat jamaah itu tidak wajib!” sergah istrinya.

“Meski telah mengambil cahaya bola mataku, tapi Allah tetap memelihara cahaya hatiku. Aku sanggup tidak absen dari shalat jamaah,” jawabnya.

Malam harinya, tidur si lelaki buta terasa spesial. Rasulullah SAW menjumpainya dalam mimpi. “Kenapa kau bertengkar dengan istrimu?” tanya Nabi.

“Karena mengikuti sunnahmu, ya Rasulullah.”

Rasulullah lantas mengusapkan tangannya di atas mata laki-laki itu. Seketika penglihatan si buta pulih. Berkah tangan mulia Nabi dan sunnahnya memancarkan keajaiban bagi cahaya matanya yang tertutup sekian lama