CintaNya kepadaku jauh lebih dulu ada, dibandingkan cintaku kepadaNya, dan Dia sudah menemukanku, sebelum aku mencariNya (Abu Yazid Al-Bustami qs)

8 Sep 2015

Dialog Sufi dan Sang Presiden




Mungkin ini adalah pertemuan sakral yang: dialami oleh Prof. DR. H. Kadirun Yahya, Msc – seorang angkatan 1945, ahli sufi, ahli fisika dan pernah menjabat sebagai rektor Universitas Panca Budi, Medan - dengan Presiden RI pertama Ir. Soekarno.

Ia bersama rombongan saat itu diterima di beranda Istana Merdeka (sekitar bulan Juli 1965) bersama dengan Prof. Ir. Brojonegoro (alm), Prof. dr. Syarif Thayib, Bapak Suprayogi, Admiral John Lie, Pak Sucipto Besar, Kapolri, Duta Besar Belanda.

“Wah, pagi-pagi begini saya sudah dikepung oleh 3 Profesor-Profesor” kelakar Ir. Soekarno membuka dialog ketika menemui rombongan Prof. Kadirun Yahya beserta rombongan. Kemudian Presiden Soekarno mempersilakan rombongan tamunya untuk duduk.

“Profesor Kadirun Yahya silakan duduk dekat saya”, pinta presiden Soekarno kepada Prof. Kadirun Yahya, terkesan khusus.
“Professor, ik horde van jou al sinds 4 jaar, maar nu pas onmoet ik jou, ik wou je eigenlijk iets vragen (saya dengar tentang engkau sudah sejak 4 tahun, tapi baru sekarang aku ketemu engkau, sebenarnya ada sesuatu yang akan aku tanyakan padamu),” kata presiden Soekarno dengan bahasa Belanda. 
“Ya, tentang apa itu Bapak Presiden…?”

“Tentang sesuatu hal yang sudah kira-kira 10 tahun, saya cari-cari jawabannya, tapi belum ketemu jawaban yang memuaskan. Saya sudah bertanya pada semua ulama dan para intelektual yang saya anggap tahu. Tetapi semua jawabannya tetap tidak memuaskan saya.” 
“Lantas soalnya apa bapak Presiden?”
"Saya bertanya terlebih dahulu tentang yang lain, sebelum saya majukan pertanyaan yang sebenarnya” jawab Presiden Soekarno. 
“Baik Presiden” kata Prof. Kadirun Yahya
“Manakah yang lebih tinggi, Presiden atau Jenderal atau Profesor dibanding dengan sorga?” tanya Presiden. “Sorga” jawab Prof.Kadirun Yahya. 
“Accoord (setuju)”, balas Presiden terlihat lega.
Menyusul Presiden bertanya untuk soal berikutnya. “Lantas manakah yang lebih banyak dan lebih lama pengorbanannya antara pangkat-pangkat dunia yang tadi dibanding dengan pangkat sorga?” tanyanya.

“Untuk Presiden, Jenderal, Profesor harus berpuluh-puluh tahun berkorban dan ber-abdi pada Negara, nusa dan bangsa atau pada ilmu pengetahuan. Sedangkan untuk mendapatkan sorga harus berkorban untuk Allah segala-galanya. Berpuluh-puluh tahun terus menerus, bahkan menurut agama Hindu atau Budha harus beribu-ribu kali hidup dan berabdi, baru barangkali dapat masuk Nirwana," jawab Prof. Kadirun.

“Accoord”, kata Bung Karno (panggilan akrab Presiden).
“Nu heb ik je te pakken Professor (sekarang baru dapat kutangkap engkau Profesor)” lanjut Bung Karno. Tampak mukanya cerah berseri dengan senyumnya yang khas. Dan kelihatannya Bung Karno belum ingin cepat-cepat bertanya untuk yang pokok masalah. “Saya cerita sedikit dulu” kata Bung Karno.

“Silakan Bapak Presiden”.
“Saya telah banyak melihat teman-teman saya meninggal dunia lebih dahulu dari saya, dan hampir semuanya matinya jelek karena banyak dosa rupanya. Sayapun banyak dosa dan saya takut mati jelek. Maka saya selidiki Al-Quran dan Al-Hadits bagaimana caranya supaya dengan mudah hapus dosa saya dan dapat ampunan dan bisa mati tersenyum."

"Lantas saya ketemu dengan satu Hadits yang bagi saya berharga. Bunyinya kira-kira sebagai berikut : Rasulullah berkata; Seorang wanita penuh dosa berjalan di padang pasir, bertemu dengan seekor anjing dan kehausan. Wanita tadi mengambil gayung yang berisikan air dan memberi minum anjing yang kehausan itu. Rasul lewat dan berkata: Hai para sahabatku. Lihatlah, dengan memberi minum anjing itu, hapus dosa wanita itu dunia dan akhirat. Ia ahli sorga”.

“Nah Profesor, tadi engkau katakan bahwa untuk mendapatkan sorga harus berkorban segala-galanya, berpuluh-puluh tahun untuk Allah baru dapat masuk sorga. Itupun barangkali. Sementara sekarang seorang wanita yang berdosa dengan sedikit saja jasa, itupun pada seekor anjing pula, dihapuskan Tuhan dosanya dan ia ahli sorga. How do you explain it Professor?” Tanya Bung Karno lanjut. Profesor Kadirun Yahya terlihat tidak langsung menjawab. Ia hening sejenak. Lantas berdiri dan meminta kertas.

"Presiden, U zei, det U in 10 jaren’t antwoord niet hebt kunnen vinden, laten we zien (Presiden, tadi bapak katakan dalam 10 tahun tak ketemu jawabannya, coba kita lihat), mudah-mudahan dengan bantuan Allah dalam 2 menit saja saya coba memberikan jawabannya dan memuaskan”, katanya.
Keduanya adalah sama-sama eksakta, Bung Karno adalah seorang insinyur dan Profesor Kadirun Yahya adalah ahli kimia/fisika.

Di atas kertas Prof. Kadirun mulai menuliskan penjelasannya. 
10/10 = 1 ; 
“Ya” kata Presiden. 
10/100 = 1/10 ; “Ya” kata Presiden. 
10/1000` = 1/100 ; 
“Ya” kata Presiden. 
10/10.000 = 1/1000 ; 
“Ya” kata Presiden.
10 / ∞ (tak terhingga) = 0 ; 
“Ya” kata Presiden. 
1000.000 … / ∞ = 0 ; 
“Ya” kata Presiden. 
(Berapa saja + Apa saja) /∞ = 0; 
“Ya” kata Presiden. 
Dosa / ∞ = 0 ; 
“Ya” kata Presiden. ———————————————–“
Nah…” lanjut Prof,
1 x ∞ = ∞ ; 
“Ya” kata Presiden 
½ x ∞ = ∞ ; 
“Ya” kata Presiden. 
1 zarah x ∞ = ∞ ; 
“Ya” kata Presiden. 

“… ini artinya, sang wanita, walaupun hanya 1 zarah jasanya, bahkan terhadap seekor anjing sekalipun, mengkaitkan, menggandengkan gerakannya dengan yang Maha Akbar."
"Mengikutsertakan yang Maha Besar dalam gerakan-gerakannya, maka hasil dari gerakannya itu menghasilkan ibadah yang begitu besar, yang langsung dihadapkan pada dosa-dosanya, yang pada saat itu juga hancur berkeping-keping. Ditorpedo oleh PAHALA yang Maha Besar itu. 1 zarah x ∞ = ∞ Dan, Dosa / ∞ = 0.
Ziedaar hetantwoord, Presiden (Itulah dia jawabannya Presiden)” jawab Profesor.
Bung Karno diam sejenak . “Geweldig (hebat)” katanya kemudian. Dan Bung Karno terlihat semakin penasaran.
Masih ada lagi pertanyaan yang ia ajukan. “Bagaimana agar dapat hubungan dengan Tuhan?” katanya.
Profesor Kadirun Yahya pun lanjut menjawabnya. “Dengan mendapatkan frekuensi-Nya. Tanpa mendapatkan frekuensi-Nya tak mungkin ada kontak dengan Tuhan."
"Lihat saja, walaupun 1 mm jaraknya dari sebuah zender radio, kita letakkan radio dengan frekuensi yang tidak sama, maka radio kita itu tidak akan mengeluarkan suara dari zender tersebut. Begitu juga dengan Tuhan, walaupun Tuhan berada lebih dekat dari kedua urat leher kita, tak mungkin ada kontak jika frekuensi-Nya tidak kita dapati”, jelasnya.
“Bagaimana agar dapat frekuensi-Nya, sementara kita adalah manusia kecil yang serba kekurangan ?” tanya Presiden kemudian.
“Melalui isi dada Rasulullah” jawab Prof.
“Dalam Hadits Qudsi berbunyi yang artinya : Bahwasanya Al-Quran ini satu ujungnya di tangan Allah dan satu lagi di tangan kamu, maka peganglah kuat-kuat akan dia” (Abi Syuraihil Khuza’ayya.r.a), lanjutnya.

Prof menyambung, “Begitu juga dalam QS.Al-Hijr :29 – Maka setelah Aku sempurnakan dia dan Aku tiupkan di dalamnya sebagian rohKu, rebahkanlah dirimu bersujud kepadaNya”.
"Nur Illahi yang terbit dari Allah sendiri adalah tali yang nyata antara Allah dengan Rasulullah. Ujung Nur Illahi itu ada dalam dada Rasulullah. Ujungnya itulah yang kita hubungi, maka jelas kita akan dapat frekuensi dari Allah SWT", kata Prof.

Prof melanjutkan, "Lihat saja sunnatullah, hanya cahaya matahari saja yang satu-satunya sampai pada matahari. Tak ada yang sampai pada matahari melainkan cahayanya sendiri. Juga gas-gas yang saringan-saringannya tak ada yang sampai matahari, walaupun ‘edelgassen’ seperti : Xenon, Crypton, Argon, Helium, Hydrogen dan lain-lain. Semua vacuum! 

Yang sampai pada matahari hanya cahayanya karena ia terbit darinya dan tak bercerai siang dan malamnya dengannya. Kalaulah matahari umurnya 1 (satu) juta tahun, maka cahayanyapun akan berumur sejuta tahun pula. Kalau matahari hilang maka cahayanyapun akan hilang. Matahari hanya dapat dilihat melalui cahayanya, tanpa cahaya, mataharipun tak dapat dilihat”.
"Namun cahaya matahari, bukanlah matahari – cahaya matahari adalah getaran transversal dan longitudinal dari matahari sendiri (Huygens)", jelas Prof.

Prof menyimpulkan, "Dan Rasulullah adalah satu-satunya manusia akhir zaman yang mendapat Nur Illahi dalam dadanya. Mutlak jika hendak mendapatkan frekuensi Allah, ujung dari nur itu yang berada dalam dada Rasulullah harus dihubungi."
“Bagaimana cara menghubungkannya, sementara Rasulullah sudah wafat sekian lama?” tanya Presiden. “

Prof menjawab, "Memperbanyak sholawat atas Nabi tentu akan mendapatkan frekuensi Beliau, yang otomatis mendapat frekuensi Allah SWT. 
–Tidak kukabulkan doa seseorang, tanpa shalawat atas Rasul-Ku. Doanya tergantung di awang-awang – (HR. Abu Daud dan An-Nasay).

Jika diterjemahkan secara akademis mungkin kurang lebih : “Tidak engkau mendapat frekuensi-Ku tanpa lebih dahulu mendapat frekuensi Rasul-Ku”.
Sontak Presiden berdiri. “You are wonderful” teriaknya. Sejurus kemudian, dengan merangkul kedua tangan profesor, Presidenpun bermohon : “Profesor, doakan saya supaya dapat mati dengan tersenyum....dst"

3 Sep 2015

Kisah yang sangat menyentuh hati..



Tetap dalam Kesabaran dan keteguhan iman selama menghadapi masa sulit dan cobaan berat adalah ciri-ciri dari para Saaliheen. Dan sangat jelas, Allah memberi ganjaran berlimpah kepada orang yang takut dan taat kepada-Nya, tetap berTaqwa meski dalam keadaan yang paling sulit sekalipun.

Allah berfirman,

ومن يتق الله يجعل له مخرجا (٢)

Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar.

ويرزقه من حيث لا يحتسب ۚ ومن يتوكل على الله فهو حسبه ۚ إن الله بالغ أمره ۚ قد جعل الله لكل شيء قدرا (٣)

3. Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu. [Qur’an 65:2-3]

Sebuah Contoh ketabahan dan Taqwa tersebut diriwayatkan oleh Imam Abu Ja'far Muhammad bin Jarir al-Tabari, ditulis dalam Sifatus Safwah. Al Imam menceritakan:

Pada tahun 240 Hijriah aku berada di Makkah, di mana aku mendengar seseorang dari Khurasan mengumumkan, "Duhai para peziarah, siapa pun yang menemukan kantong berisi seribu dinar milikku yang hilang, sangat diharapkan untuk mengembalikan kepadaku, Semoga Allah membalas Anda dengan kebaikan pula!".

Seorang pria tua penduduk Makkah mendekatinya dan berkata, "Wahai Khurasani, penduduk kota ini mengalami masa-masa sulit dan waktu untuk haji sudah dekat. Mungkin kantong uangmu ada di tangan seorang pria beriman yang akan sudi mengembalikan kepada mu jika Anda memberinya hadiah sebagian dari itu, yang kemudian akan Halal (diijinkan) untuk dia.

Orang Khurasani itu bertanya, "Berapa banyak yang dia inginkan?"

Orang tua itu menjawab, "satu sepersepuluh dari isi kantong itu - (seratus dinar)".

Dan orang Khurasani berkata, "Ini aku tidak bisa lakukan (tidak setuju). Tapi, aku akan menyerahkan urusan ini kepada Allah SWT".

Mereka kemudian berpisah.

Imam al-Tabari mengatakan, "Aku berpikir bahwa orang tua itu sendiri yang telah menemukan kantong uang itu, karena ia tampak sangat miskin. Aku mengikutinya hingga ia memasuki rumah reyot yang sangat tua dan berseru, "Ya Lubabah!"

Dari dalam, seorang wanita menjawab, "Aku di sini, Abu Ghiyaath."

Ia berkata kepada wanita itu, "aku menemukan pemilik kantong dinar yang membuat pengumuman tadi, tetapi ia tidak bermaksud untuk menghargai orang yang telah menemukannya (tidak memberi persen). Aku menyarankan kepadanya bahwa ia harus memberikan sepersepuluh dari isi kantong bagi yang telah menemukannya, tapi ia menolak. Apa yang harus kita lakukan karena kantong itu harus segera kita kembalikan?".

Istrinya menjawab, "Kami telah hidup dalam kemiskinan bersamamu selama lima puluh tahun terakhir. engkau memiliki tanggungan empat anak perempuan, dua saudara perempuan, ibu ku dan aku. belikan kami makanan dan pakaian dengan uang itu!!! Mungkin pada suatu hari kelak Allah akan membuat Anda kaya dan Anda kemudian dapat mengembalikan uang itu, atau Allah akan melunasi utang tersebut atas nama Anda".

Tetapi orang tua itu menolak, dan mengatakan, "Aku tidak akan menghancurkan napas terakhir ku setelah bersabar selama delapan puluh enam tahun!"..

Imam al-Tabari terus bercerita, "Percakapan itu berakhir dan aku menyelinap pergi. Keesokan harinya aku kembali mendengar orang Khurasani itu berteriak memanggil dalam kerumunan orang, "Wahai peziarah yang datang dari jauh dan dekat! Siapa pun yang menemukan sebuah tas yang berisi seribu dinar milikku harus berbaik hati mengembalikan kepadaku. Semoga Allah membalas Anda dengan kebaikan!".

Sekali lagi, orang tua itu mendekatinya dan berkata, "Aku sudah menyarankan Anda kemarin. Kota kami dalam masa paceklik (kekeringan) dan penduduknya banyak yang miskin. aku mengatakan kepada Anda untuk membagi hadiah seratus dinar bagi orang jujur yang bersedia mengembalikan kantongmu, tetapi Anda menolak. Putuskan hadiah sepuluh dinar. Mungkin uang itu akan dikembalikan kepada Anda dan pahala sepuluh dinar akan menjaga kehormatan penemunya juga".

Orang Khurasani itu kembali berkata, "Ini aku tidak bisa lakukan. Tapi, aku akan menyerahkan urusan itu kepada Allah SWT".

Lalu mereka berpisah lagi.

Imam al-Tabari mengatakan, "Kali ini aku tidak mengikuti orang tua itu ataupun orang Khurasani, tapi aku melanjutkan menulis..

Hari berikutnya orang Khurasani itu lagi lagi membuat pengumuman. Dan sekali lagi Orang tua itu datang kepadanya dan berkata, "pertama kali aku menyarankan Anda untuk memberikan seratus dinar sebagai hadiah dan kemudian sepuluh dinar. Sekarang, aku menghimbau Anda untuk memberikan satu dinar sebagai hadiah. Dengan setengah dinar, penemunya dapat membeli kantong air yang ia dapat digunakan untuk memberikan air kepada orang-orang Makkah dan dengan demikian membantu ia mencari nafkah dan dengan setengah dinar tersisa, ia dapat membeli seekor domba yang akan memberikan susu untuk keluarganya".

Sekali lagi orang Khurasani itu menolak, "Ini aku tidak bisa lakukan. Tapi, aku akan menyerahkan urusan itu kepada Allah SWT".

Orang tua itu kemudian menarik tangan orang Khurasani, dan mengatakan, "Ikuti aku dan ambil kembali kantong uang anda sehingga aku bisa tidur nyenyak di malam hari dan aku bisa terbebas dari beban ini."

Orang tua membawa pergi orang Khurasani itu, dan aku mengikuti mereka ke rumah orang tua itu. Ia masuk dan setelah beberapa saat, meminta Khurasani untuk masuk juga.

Ia menggali lubang kecil di tanah dan mengeluarkan kantong berwarna hitam yang diikat kuat dengan tali.

Ia bertanya pada orang Khurasani, "Apakah ini milik Anda? '

Orang Khurasan melihatnya dan berkata, "Ya. Ini kantongku", lalu ia membuka ikatan tali dan menuangkan dinar ke pangkuannya. Dia kemudian menyentuhkan jari-jarinya diatas uang itu beberapa kali dan mengatakan, "Ini adalah dinar kami".

Ia menempatkan kembali semua dinar kedalam kantong, mengikatnya dan bangkit untuk pergi. Saat ia sampai di pintu, dia berbalik dan berkata kepada orang tua itu, "Ayah ku telah meninggal - semoga Allah menyayanginya - dan meninggalkan tiga ribu dinar. Beliau memerintahkan aku untuk memberikan sepertiga dari harta itu untuk orang yang paling layak yang bisa aku temukan. Ia juga menyarankan aku untuk menjual kendaraannya dan menggunakan dananya untuk biaya haji ku. Aku melakukan apa yang ayah ku telah katakan. Aku menempatkan sepertiga kekayaannya, yang seribu dinar, di tas ini. Sejak aku meninggalkan Khurasan, aku belum bertemu siapa pun yang lebih layak daripada Anda. Ambillah semua dinar ini dan semoga Allah memberikan Anda Barakah (berkat) di dalamnya". dan secepatnya Dia kemudian pergi, meninggalkan kantong dinar itu kepada si orang tua.

Imam al-Tabari mengatakan, "Aku berbalik untuk pergi tapi orang tua itu memanggil dan membawaku kembali. Ia menyuruh aku duduk dan berkata, "Aku melihat Anda mengikuti ku dari hari pertama, dan Anda sangat memahami apa yang telah terjadi di antara kami sampai sekarang. Aku telah mendengar hadits di mana Sayyidina Abdullah bin Umar mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ mengatakan kepada Sayyidina Umar dan Sayyidina Ali, "Jika Allah memberi Anda hadiah tanpa Anda meminta ataupun meminta untuk itu maka kemudian terimalah dan jangan menolaknya, karena kalau menolak, seolah-olah Anda melemparkan kembali pemberian itu kepada Allah".(Mujamul Awsat, Tabarani) Ini adalah hadiah dari Allah untuk semua orang yang hadir di sini".

Orang tua itu kemudian memanggil istrinya Lubabah, 4 putrinya, 2 saudarinya, istri dan ibunya. kami semua sepuluh orang duduk, ia membuka kantong itu dan mengatakan, "Hamparkan kain lap di atas Anda". Aku melakukannya. Para wanita tidak memiliki pakaian berlebihan melakukan hal yang sama dan mereka membuka tangan mereka keluar sebagai gantinya. Dia kemudian mulai membagi-bagikan satu dinar untuk setiap orang. Ini berlanjut sampai tas itu kosong.

Imam al-Tabari mengatakan, "Hatiku lebih dipenuhi dengan rasa sukacita bagi mereka setelah menerima seratus dinar daripada diriku sendiri".

Ketika aku akan pergi orang tua itu berkata kepada ku, "Anak muda, kamu akan berbahagia. Aku tidak pernah melihat uang tersebut dalam hidup ku, juga tidak pernah bermimpi atau berharap untuk melihat itu. KeTahuilah bahwa itu adalah Halal dan menjaganya. Aku selalu melakukan shalatul Fajr dengan baju yang tua ini dan kemudian pulang dan membukanya, sehingga kaum perempuan bisa memakainya, satu per satu dan melakukan shalat Fajr mereka. Aku kemudian akan pergi untuk mendapatkan sesuatu (mencari nafkah) antara Zuhr dan Ashar. Saat malam, aku akan kembali dengan apa yang Allah berikan. terkadang Ini akan mencakup beberapa butir kurma, keju, potongan roti dan beberapa sayuran yang dibuang orang. Aku kemudian akan membuka lagi baju ini dan kami akan bergiliran untuk melakukan sholat Maghrib dan Isya dgn baju yang sama. Semoga Allah memberkati para wanita itu, aku dan Anda dengan apa yang telah kita terima. Semoga Allah merahmati orang yang telah meninggal itu, yang memiliki kekayaan ini. Semoga Allah juga memberikan penghargaan kepada orang yang membawa ini kepada kami (khurasani)".

Imam al-Tabari rahimahullah menutup ceritanya, "aku pamitan kepada orang tua dan pergi, Selama ber tahun tahun, aku menggunakan dinar bagianku untuk membeli kertas, bepergian dan membayar sewa selama aku belajar. Dan Setelah enam belas tahun, aku kembali ke Makkah dan bertanya tentang orang tua itu. Aku diberitahu bahwa ia telah meninggal. Putrinya menikah dengan bangsawan dan pangeran. Saudara-saudara perempuannya, istri dan ibunya juga telah meninggal. Aku mengunjungi para suami dan anak-anak perempuannya, Mereka menghormatiku dan memperlakukan aku dengan baik".

اللّهمّ صلِّ على سيّدنا محمّدٍ وآله
 وصحْبه وسلِّم