Dia seorang yang utama, cerdas dan amat lembut yang mempunyai kecantikan luar biasa, dimuliakan dan mempunyai derajat nasab yang tinggi. Bahkan garis keturunannya sampai pada Nabi Harun AS.
Sebelumnya dia menikah dengan Salam bin Musykam Al-Qarzhi kemudian dipisah. Lalu dia menikah dengan Kinanah bin Rabi bin Abu Al-Haqiq Al-Nadzri, kemudian suaminya itu terbunuh pada peristiwa Khaibar.
Ketika Rasulullah mendapatkan kemenangan dan masuk ke dalam Qamus, Hushni bin Abu Al-Haqiq mendatangi Rasulullah SAW dengan membawa Shafiyah binti Hay. Ketika Rasulullah melihatnya, beliau memerintahkan pada Shafiyah untuk melangkah di belakangnya. Kemudian beliau melemparkan selendangnya pada Shafiyah. Kaum Muslimin mengerti bahwa itu pertanda bahwa Rasulullah SAW telah memilih Shafiyah untuk dirinya.
Dalam sebuah riwayat yang lain disebutkan bahwa Rasulullah ketika mengumpulkan tawanan Perang Khaibar, Dahyah datang pada Rasul, kemudian berkata, “Berilah padaku seorang budak perempuan dari para tawanan.”
Rasulullah berkata, “Pergilah dan ambillah seorang budak perempuan!”
Kemudian Dahyah mengambil Shafiyah binti Hay, lalu berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya dia seorang sayyidah (wanita terhormat) dari Bani Quraizhah dan Bani Nadzir yang cocok buatmu.”
Kemudian Rasulullah SAW berkata, “Ambillah seorang budak perempuan selain dirinya!”
Ketika Shafiyah mengunjungi Rasulullah, beliau berkata padanya, “Ayahmu masih saja seorang Yahudi yang keras kepala dan sangat memusuhi diriku, sehingga Allah mencabut nyawanya.”
Shafiyah menimpali, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya Allah berfirman dalam kitab-Nya: “Dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain.”
Rasulullah berkata padanya, “Pilihlah menurut kemauan dirimu, bila kau memilih Islam, aku akan menjamin dirimu dengan diriku. Apabila kau memilih menjadi seorang Yahudi, semoga aku melepaskan dirimu dan mengembalikanmu bergabung dengan kaummu.”
“Wahai Rasulullah,” jawab Shafiyah, “Aku telah mencintai Islam, dan aku percaya padamu sebelum kau menyerukan hal tersebut padaku. Aku telah menjadi orang yang bergabung dengan dirimu. Aku tidak punya siapa-siapa lagi di kaum Yahudi. Aku tidak mempunyai ayah ataupun saudara. Sedangkan engkau memberikan pilihan antara kafir dan Islam. Tentu saja Allah dan Rasul-Nya lebih aku cintai dari pada dilepaskan dalam keadaan kafir.”
Maka Rasulullah memperistri Shafiyah. Ketika Rasulullah kembali dari pertempuran Khaibar dan turut serta membawa Shafiyah bersama beliau, Shafiyah dititipkan di salah satu rumah Haritsah bin Nu’man.
Kemudian beberapa wanita kalangan Anshar mendengar berita tersebut, mereka mendengar tentang kecantikan Shafiyah, sehingga banyak orang yang datang padanya. Aisyah, Ummul Mukminin, juga datang mengunjunginya dengan mengenakan cadar.
Aisyah masuk ke dalam dan berkenalan dengannya. Ketika Aisyah keluar, Rasulullah juga keluar dan berkata padanya, “Bagaimana menurutmu, wahai Aisyah?”
Aisyah menjawab, “Aku melihat seorang perempuan Yahudi.”
“Janganlah kau mengatakan hal semacam itu, wahai Aisyah. Sesungguhnya dia telah masuk Islam dan baik pula keadaan Islamnya,” kata Rasulullah.
Suatu ketika Shafiyah menangis terisak karena mendengar perkataan Hafshah, Ummul Mukminin, yang mengatakan dirinya seorang peranakan Yahudi. Ketika Rasulullah SAW mengunjungi Shafiyah dan melihatnya menangis, beliau bertanya, “Mengapa engkau menangis?”
Shafiyah menjawab, “Hafshah binti Umar berkata padaku bahwa aku adalah peranakan Yahudi.”
Nabi SAW berkata, “Sesungguhnya kau adalah keturunan nabi, dan pamanmu juga berasal dari keturunan nabi. Sungguh dirimu berada di garis keturunan nabi.”
Kemudian Rasulullah berkata Hafshah, “Bertakwalah pada Allah, wahai Hafshah!”
Pada saat Nabi SAW menderita sakit, para istrinya berkumpul di tempat Aisyah, rumah di mana Nabi meninggal dunia. Kemudian Shafiyah berkata, “Demi Allah, Wahai Nabi Allah, sungguh aku senang sekali menemani dirimu dan selalu mendampingimu.”
Kemudian terdengar istri-istri Nabi mengejeknya. Rasulullah memberikan penjelasan pada mereka, lalu berkata, “Kalian ini bergumam.”
Mereka berkata, “Karena apa, wahai Rasulullah?”
Nabi berkata, “Karena ejekan kalian terhadap sahabat kalian tadi. Demi Allah, dia benar-benar tulus dan jujur.”
Suatu ketika, sejumlah orang berkumpul di dalam kamar Shafiyah, kemudian mereka melakukan dzikir kepada Allah dan membaca Al-Quran dan bersujud. Kemudian Shafiyah memanggil mereka. Seorang budak perempuan Umar bin Khattab juga datang pada Shafiyah.
Ketika pulang ia berkata kepada Umar, “Sesungguhnya Shafiyah menyukai hari Sabtu dan masih menyambung tali silaturrahmi dengan Yahudi.”
Umar lalu mengutus budak perempuan itu untuk menanyakan tentang hal tersebut? Shafiyah menjawab, “Adapun hari Sabtu, sungguh aku tidak menyukainya sejak Allah telah menggantikan buat diriku hari Jum’at. Sedangkan mengenai Yahudi, sesungguhnya aku sempat berada di tengah-tengah mereka dengan penuh kasih sayang, maka aku menyambung tali silaturrahmi dengan mereka.”
Kemudian dia berkata pada budak perempuan itu, “Apa yang membuatmu melakukan hal itu?”
Si budak menjawab, “Syetan.”
Lalu Shafiyah berkata, “Pergilah, kau telah bebas!”
Shafiyah meriwayatkan sekitar sepuluh hadits dari Rasulullah SAW, dan beberapa orang meriwayatkan darinya. Di antara mereka Yazid bin Mu’tab, Ishaq bin Abdullah bin Harits, dan Muslim bin Shofwan. Shafiyah meninggal dunia pada zaman kekhalifahan Muawiyah tahun 50 H, atau di riyawat lain pada 52 H. Dan ada pula yang meriwayatkan dia meninggal pada tahun 36 H.
Sumber :