Wisata Ziarah Waliyuallah, Cut Nyak Dien di Sumedang tentulah tak bisa dipisahkan dari sejarah perjuangan Cut Nyak Dien bersama Tengku Umar, Suaminya. Penjuangan melawan Kaphe Ulanda (Kafir Belanda) dari tanah Aceh.
Setelah menikah dengan Tengku Umar, Cut Nyak Dien dan Tengku Umar terus menekan Belanda. Menyerang Banda Aceh (Kutaraja) dan Meulaboh (bekas basis Teuku Umar), sehingga Belanda terus-terusan mengganti jendral yang bertugas. Unit " Marechaussee" lalu dikirim ke Aceh. Mereka dianggap biadab dan sangat sulit ditaklukan oleh orang Aceh. Pasukan ini juga menyebabkan kesuksesan jendral selanjutnya karena banyak orang yang tidak ikut melakukan jihad kehilangan nyawa mereka, dan ketakutan pada penduduk Aceh.
Jendral Joannes Benedictus van Heutsz memanfaatkan ketakutan ini dan mulai menyewa orang Aceh untuk memata-matai pasukan pemberontak sebagai informan sehingga Belanda menemukan rencana Teuku Umar untuk menyerang Meulaboh pada tanggal 11 Februari 1899 Akhirnya, Teuku Umar gugur tertembak peluru. Ketika Cut Gambang, anak Cut Nyak Dhien, menangis karena kematian ayahnya, ia ditampar oleh ibunya yang lalu memeluknya dan berkata : Sebagai perempuan Aceh, kita tidak boleh menumpahkan air mata pada orang yang sudah syahid
Cut Nyak Dien lalu memimpin perlawanan melawan Belanda di daerah pedalaman Meulaboh bersama pasukan selama 25 tahun. Perlawanan di jalan Allah menghapuskan penjajahan. Menelan banyak korban, termasuk para perwira Belanda. Perlawanan yang menimbulkan kekisruhan besar bagi kalangan Belanda. Tanpa persenjatan yang layak, dengan kekurangan makanan, tanpa tempat berteduh yang memadai dan dari dalam hutan.
Pada akhir perjuangan Cut Nyak Dien, Panglima Cut Nyak Dhien yang bernama Pang Laot melaporkan lokasi markasnya kepada Belanda karena iba. Akibatnya, Belanda menyerang markas Cut Nyak Dien di Beutong Le Sageu. Pada saat Belanda datang untuk menangkap Cut Nyak Dien, Kapten Belanda Veltman dan para serdadunya berdiri terpaku di hadapan Cut Nyak Dien, yang tengah duduk sambil berdzikir. Agak lama mereka berdiri terpana, tanpa suara, hanya memandang pejuang wanita itu.
Kapten Belanda Veltman dan serdadunya tetegun akan keagungan dan kesahajaan pejuang Allah, Cut Nyak Dien. Dengan santun Veltman berkata kepada waliyuallah: “Cut Nyak, maafkan saya. Saya kapten Veltman. Saya melaksanakan tugas sebagai serdadu. Saya ditugaskan untuk membawamu..”
Beberapa serdadu Belanda menyiapkan tandu untuk membawa nenek yang tampak sudah begitu lemah itu. Valtmen terus membujuk, sementara Cut Nyak Dien tak henti-hentinya menggumamkan dzikir.
Setelah menikah dengan Tengku Umar, Cut Nyak Dien dan Tengku Umar terus menekan Belanda. Menyerang Banda Aceh (Kutaraja) dan Meulaboh (bekas basis Teuku Umar), sehingga Belanda terus-terusan mengganti jendral yang bertugas. Unit " Marechaussee" lalu dikirim ke Aceh. Mereka dianggap biadab dan sangat sulit ditaklukan oleh orang Aceh. Pasukan ini juga menyebabkan kesuksesan jendral selanjutnya karena banyak orang yang tidak ikut melakukan jihad kehilangan nyawa mereka, dan ketakutan pada penduduk Aceh.
Jendral Joannes Benedictus van Heutsz memanfaatkan ketakutan ini dan mulai menyewa orang Aceh untuk memata-matai pasukan pemberontak sebagai informan sehingga Belanda menemukan rencana Teuku Umar untuk menyerang Meulaboh pada tanggal 11 Februari 1899 Akhirnya, Teuku Umar gugur tertembak peluru. Ketika Cut Gambang, anak Cut Nyak Dhien, menangis karena kematian ayahnya, ia ditampar oleh ibunya yang lalu memeluknya dan berkata : Sebagai perempuan Aceh, kita tidak boleh menumpahkan air mata pada orang yang sudah syahid
Cut Nyak Dien lalu memimpin perlawanan melawan Belanda di daerah pedalaman Meulaboh bersama pasukan selama 25 tahun. Perlawanan di jalan Allah menghapuskan penjajahan. Menelan banyak korban, termasuk para perwira Belanda. Perlawanan yang menimbulkan kekisruhan besar bagi kalangan Belanda. Tanpa persenjatan yang layak, dengan kekurangan makanan, tanpa tempat berteduh yang memadai dan dari dalam hutan.
Pada akhir perjuangan Cut Nyak Dien, Panglima Cut Nyak Dhien yang bernama Pang Laot melaporkan lokasi markasnya kepada Belanda karena iba. Akibatnya, Belanda menyerang markas Cut Nyak Dien di Beutong Le Sageu. Pada saat Belanda datang untuk menangkap Cut Nyak Dien, Kapten Belanda Veltman dan para serdadunya berdiri terpaku di hadapan Cut Nyak Dien, yang tengah duduk sambil berdzikir. Agak lama mereka berdiri terpana, tanpa suara, hanya memandang pejuang wanita itu.
Kapten Belanda Veltman dan serdadunya tetegun akan keagungan dan kesahajaan pejuang Allah, Cut Nyak Dien. Dengan santun Veltman berkata kepada waliyuallah: “Cut Nyak, maafkan saya. Saya kapten Veltman. Saya melaksanakan tugas sebagai serdadu. Saya ditugaskan untuk membawamu..”
Beberapa serdadu Belanda menyiapkan tandu untuk membawa nenek yang tampak sudah begitu lemah itu. Valtmen terus membujuk, sementara Cut Nyak Dien tak henti-hentinya menggumamkan dzikir.
Cut Nyak Dien tertunduk menangis ketika tertangkap tidak karena takut tetapi karena terbuka hijabnya
Veltman merasa bujukannya tak didengar, ia lantas memberi isyarat kepada Pang Laot Ali untuk membantu. Pang Laot Ali menghampiri, ikut membujuk: “Cut Nyak, ini demi kesehatanmu. Aku lakukan ini demi kesehatanmu. Mereka berjanji akan merawatmu dengan baik. Jangan salah mengerti…”
Belum selesai kalimat Pang Laot, Cut Nyak Dien menarik rencong dari balik kainnya dan menebaskan ke tubuh Pang Laot. “Pengkhianat!” teriak Cut Nyak Dien. Keributan terjadi. Para serdadu Belanda segera melerai. Pang Laot Ali terluka. Cut Nyak Dien masih mencoba menyabetkan rencongnya ke arah Valtmen dan serdadu-serdadu di sekitarnya, namun badannya terlalu lemah. Para serdadu berhasil meredam amukannya. “Pang Laot! Kau aib buat kami!” teriak Cut Nyak Dien lagi. “Ya Allah ya Tuhan. Inikah nasib perjuanganku? Di dalam bulan puasa aku diserahkan kepada kafir.”
Cut Gambang berhasil melarikan diri ke hutan dan meneruskan perlawanan yang sudah dilakukan oleh ayah dan ibunya. Cut Nyak Dien kemudian di asingkan di Banda Aceh, kemudian di pindahkan ke Sumedang hingga akhir hayatnya.
Veltman merasa bujukannya tak didengar, ia lantas memberi isyarat kepada Pang Laot Ali untuk membantu. Pang Laot Ali menghampiri, ikut membujuk: “Cut Nyak, ini demi kesehatanmu. Aku lakukan ini demi kesehatanmu. Mereka berjanji akan merawatmu dengan baik. Jangan salah mengerti…”
Belum selesai kalimat Pang Laot, Cut Nyak Dien menarik rencong dari balik kainnya dan menebaskan ke tubuh Pang Laot. “Pengkhianat!” teriak Cut Nyak Dien. Keributan terjadi. Para serdadu Belanda segera melerai. Pang Laot Ali terluka. Cut Nyak Dien masih mencoba menyabetkan rencongnya ke arah Valtmen dan serdadu-serdadu di sekitarnya, namun badannya terlalu lemah. Para serdadu berhasil meredam amukannya. “Pang Laot! Kau aib buat kami!” teriak Cut Nyak Dien lagi. “Ya Allah ya Tuhan. Inikah nasib perjuanganku? Di dalam bulan puasa aku diserahkan kepada kafir.”
Cut Gambang berhasil melarikan diri ke hutan dan meneruskan perlawanan yang sudah dilakukan oleh ayah dan ibunya. Cut Nyak Dien kemudian di asingkan di Banda Aceh, kemudian di pindahkan ke Sumedang hingga akhir hayatnya.