Will Smith dari filmnya saja ia telah menangguk 100 juta dolar AS, dan kini berkat kehebatan aktingnya, ia bersanding bersama jajaran bintang yang dibayar 20 juta dolar AS per film. Namun semua pencapaian itu Smith anggap biasa-biasa saja, sesuatu yang pernah digapai dan bahkan dilampaui orang lain. Bukan pula pencapaian itu yang kemudian membuat filosofi dan jalan hidupnya kini berubah, melainkan Muhammad Ali dan Islam.
“Saya makin mengerti bahwa Ali bukan hanya seorang muslim, tapi hamba Tuhan sejati. Dia hanya segelintir orang yang berani berkata lantang, ‘saya muslim’, dan ia diterima kalangan mana pun. Hidupku benar-benar berubah, bak manusia yang lahir kembali, setelah memerankan Ali,” kata Smith.
Awalnya, selama delapan tahun, Smith selalu menolak memerankan Ali, yang dijulukinya “Tokoh terbesar dalam 100 tahun terakhir”. Ia khawatir perannya di film malah akan menjatuhkan pamor legenda hidup itu, meskipun sang sutradara, Michael Mann, terus meyakinkannya bahwa ia mampu. Smith pun menyambangi Denzel Washington, peraih Oscar tahun ini yang pernah memerankan tokoh Black Muslim Malcom X. “Jangan ragu, ambilah. God bless you, man,” saran Denzel.
Jadilah, hampir dua tahun Smith berlatih keras, fisik dan mental. Berlatih tinju membuat badannya membentuk, dan beratnya bertambah 30 pound. Ia pun mengasah aksen Louisville, Kentucky, tempat Ali dibesarkan. Smith juga menyelami setiap detil jiwa dan kehidupan Ali, mulai dari cara makan, sikap politik, hingga bagaimana ia memandang dunia, dan lebih penting lagi, aspek spiritualitasnya, terutama momen-momen yang membuatnya memeluk Islam dan mengganti nama Cassius Clay menjadi Muhammad Ali.
Upaya keras itu tak sia-sia. Ali sendiri mengakui hasilnya. “Bahkan kukira, Smith adalah aku waktu muda,” kata Ali. Berkat perannya, Smith menjadi nominator penerima Oscar kategori aktor terbaik tahun ini, meskipun penghargaan akhirnya jatuh ke tangan Denzel Washington. “Ini peran paling sempurna yang pernah kujalani, dan menguras seluruh kemampuanku. Rasanya sulit kubayangkan akan mengalami yang lebih hebat dari film Ali,” kata Smith.
Lebih dari itu, “pengembaraannya” bersama Ali membuahkan perubahan besar dalam diri Smith. Berkaca pada kekukuhan Ali membela hak-hak sipil, dan menentang wajib militer untuk berperang di Vietnam meskipun membuatnya dipenjarakan, Smith menjadi kian menyadari tentang hak-hak politik, khususnya warga kulit hitam yang selama ini terpinggirkan.
Dan puncak kekaguman Smith adalah terhadap konsep, hasrat dan ketergantungan Ali pada Tuhan. Di mata Smith, Ali yang selama berkarir di atas ring selalu mengklaim sebagai the greatest (yang terbesar), ternyata sangat bergantung, dan menerima dengan senang, apa pun yang diberikan Tuhan. “Komitmen dan kemampuannya bercengkrama dengan kehidupan, bersandar pada hubungannya yang sangat erat dengan Tuhan,” kata Smith.
Lalu, benarkah Will Smith memeluk Islam setelah berkelana dalam spiritualitas Ali? Kabar ini memang santer bergaung ke seluruh jagat. Di sejumlah milis groups, baik yang berbasis di Pakistan, India, dan Oman, keislaman Smith menjadi buah bibir dan bahan diskusi panjang para netters. Adalah beberapa teman dekat Smith yang mengungkap bahwa suami Jada Pinkett ini masuk Islam, dan kini makin serius mendalami ajarannya.(dikuti[ dari FB Syaikh Arief Hamdani)
Ketika Berkunjung ke kediaman Syaikh Muhammad Hisyam Kabbani qs
Walk Of Fame, sebuah jalan tersohor di bilangan industri film Amerika Serikat Hollywood, menjadi salah satu tujuan wisata baik turis lokal maupun manca negara yang datang ke Negara Adidaya itu. Sederet nama pesohor asal Negeri Paman Sam itu diabadikan di sepanjang jalan dengan latar gambar bintang.
Namun ada pemandangan berbeda saat melintasi Gedung Kodak Theatre di wilayah itu. Sebuah nama pesohor diabadikan dan satu-satunya berada di dinding, bukan di jalan yang terinjak-injak kaki pendatang. Nama itu milik petinju legendaris Amerika, Muhammad Ali.
Nama Ali mulai dipajang pada 11 Januari 2002. Dia satu-satunya nama mendobrak tradisi Walk of Fame yang berada di Jalan Highland Avenue namun malah ditempatkan di dinding Jalan Hollywood Boulevard 6801 (Kodak Theater).
Bukan tanpa alasan nama Ali ada di dinding. Ini atas permintaannya lantaran dirinya mencantumkan nama Muhammad, nabi terakhir dipercaya menyebarkan Islam sebagai agama bagi seluruh umat manusia. "Saya tidak ingin orang lain tidak menghormati muslim dan menginjak-injak nama Muhammad sembarangan. Lebih baik tak mendapat penghargaan ini ketimbang mereka tidak menghargai Muhammad," ujar Ali saat itu seperti dilansir surat kabar the Guardian (11/1/2002).
Ali memang mengubah keyakinannya menjadi Islam pada 1964 dan juga mengganti nama sebelumnya yakni Cassius Clay. Muhammad bagi Ali merupakan junjungan dia yakini mengajarkan kebenaran dan cahaya Islam, jadi dia tidak mungkin mengizinkan orang lain menapaki nama suci itu.
Ali satu-satunya petinju kelas berat yang mampu mempertahankan gelar kejuaraan tinju tiga kali berturut-turut. Menurut catatan pelbagai dokumen, gerakan Ali ringan bagai kupu-kupu namun saat memukul lawan dia seperti lebah yang menyengat begitu dahsyat.
Dia sudah pensiun sangat lama namun belum ada satu pun petinju mampu menyaingi prestasinya di olahraga itu. Dia pernah dinobatkan sebagai petinju sepanjang masa oleh majalah bergengsi khusus tinju, Ring.
Ali mewariskan bakat tinjunya pada sang anak, Laila. Sama dengan sang ayah, Laila bercita-cita menjadi perempuan muslim pertama yang menjadi juara tinju dunia.(dikutip dari Merdeka.com)