Adh-Dhiyaul Lami' artinya cahaya yang terang-benderang, merupakan kitab Maulid yang dikarang oleh al-Habib Umar bin Muhammad bin Salim bin Hafidz pada tahun 1994 di Kota Syihr dekat Mukalla, Yaman. Habib Umar bin Hafidz malam itu memanggil seorang muridnya yang penulis lalu berkata: “Bawakan kertas, tulislah”. Kemudian beliau berucap, melantunkan Maulid adh-Dhiyaul Lami' ini mulai tengah malam. Dan sekitar sepertiga malam terakir seluruh kitab Maulid adh-Dhiyaul Lami’ sudah selesai.
Habib Umar bin Hafidz (Guru Mulia) punya keahlian bahasa yang dipadu dengan kekuatan ruh di dalam makrifah dan kedalaman ilmu syariah serta hadits yang beliau miliki. Dari ribuan syair yang ditulis oleh Habib Umar bin Hafidz Maulid adh-Dhiyaul Lami' adalah satu diantaranya.
Guru Mulia mampu menuliskan dengan penuh hampir seluruh dari sejarah Rasulullah Saw. Mulai dari masa lahir, tanggal lahir, bulan, tahun, jumlah peperangan, perjuangan di Mekkah, perjuangan di Madinah, usia, jumlah Ahlul Badr yang wafat, tahun Perang Badr, tanggal, bulan, hingga ratusan sejarah lain yang terjadi di masa Rasulullah Saw. Semua ini termuat di dalam kitab Maulid adh-Dhiyaul Lami’ dengan kodetifikasi-kodetifikasi yang mungkin belum kita pahami. Hal ini dalam kekeramatan auliya disebut "warad". Semacam ilham tapi dari keahlian manusia yang dipadu Allah, disebut juga ladunni.
Hal inilah yang membuat Maulid adh-Dhiyaul Lami' sangat mulia karena angka-angkanya pun menuliskan sejarah Nabi Saw. Semisal bait-bait shalawat pembukanya berjumlah 12, melambangkan kelahiran Nabi Saw. yang lahir tanggal 12 Rabi'ul Awal. Lalu pasal pertamanya dipadu dari 3 surah, yaitu al-Fath, at-Taubah dan al-Ahzab. Tiga surah ini melambangkan kelahiran Nabi Saw. adalah pada bulan ke-3, yaitu Rabi'ul Awal. Dan bila dihitung baitnya dari pasal pertama sampai Mahallul Qiyam jumlahnya 63, melambangkan usia Nabi Muhammad Saw.
Ruh Rasulullah Saw. tak pernah tidak hadir dalam majelis Maulid adh-Dhiyaul Lami’. Banyak para jamaah bermimpi melihat Ahlul Badr, Ahlul Uhud, para wali masa lalu, bahkan para nabi hadir di majelis Maulid adh-Dhiyaul Lami’. Dan Ruh Rasulullah Saw. sudah ada sebelum satu orang pun sampai, dan tidak keluar sebelum tak tersisa satu orang pun.
Ketika Habib Mundzir al-Musawa sudah lama bertahun-tahun tidak jumpa dengan Habib Zein bin Smith Madinah, karena beberapa kali beliau ke Indonesia saya tak sempat jumpa, maka ketika jumpa saya tertunduk-tunduk mencium tangan beliau. Maka Habib Zein dengan santainya berkata: “Ahlan wahai Mundzir...”
Habib Mundzir bertanya: “Wahai Habibana Zein, bagaimana Habib masih kenal nama saya padahal saya lama tak jumpa Habibana?”
“Bagaimana aku lupa namamu? Engkau tiap malam ada di hadirat Rasulullah Saw.” Jawab Habib Zein kemudian.
Hampir jatuh pingsan Habib Mundzir mendengar ucapan itu, dan Habib Zein dengan santainya pergi begitu saja menghadapi tamu-tamu lain.
Pernah seorang terpercaya bertanya saat di Madinah kepada Habib Umar bin Hafidz, “Wahai Guru Mulia, kapan Madinah ini akan membaca Maulid besar-besaran?"
Habib Umar bin Hafidz menjawab, “Aku dan Engkau akan hidup saat pembacaan Maulid Agung di Masjid Nabawi dan Masjid al-Aqsha..."