CintaNya kepadaku jauh lebih dulu ada, dibandingkan cintaku kepadaNya, dan Dia sudah menemukanku, sebelum aku mencariNya (Abu Yazid Al-Bustami qs)

29 Okt 2013

Kisah Nabi Ibrahim AS dan Malaikat Jibril AS



Nabi Ibrahim adalah putra seorang penyembah dan pembuat berhala sampai akhir hayatnya, Azar namanya. Sang putra itu sendiri tidak mampu memberi pertolongan dan meluruskan akidah si ayah yang dicintainya. Ironisnya, Nabi Ibrahim merupakan Bapak Tauhid melalui berbagai eksperimen yang ditunjukkan Allah, sebagaimana beliau pernah mencincang beberapa burung, kemudian ditanya kepada Allah bagaimana cara menghidupkan mereka. Di lain kesempatan, secara berani beliau menghancurkan berhala Namrudz, simbol kekuasaan rezim tiran; penyebab ia dibakar dalam gejolak api, sehingga Jibril as menyempatkan diri untuk berusaha menolongnya, namun apa jawab beliau, “Dia telah mengetahui kesemuanya, Anda tidak perlu bersusah payah menolongku!”

Pernah pula, suatu saat ia diperintahkan Allah, “Islamlah kau wahai Ibrahim.” Lalu, dengan spontan beliau menjawab, “Aku serahkan sepenuhnya diri ini dalam kekuasaan Rabbil ‘alamin.”

Dia adalah figur yang pernah diperlihatkan kepadanya kebesaran kerajaan langit dan bumi, sehingga mengetahui apa-apa yang terkandung dalam keduanya secara hakiki. Ia dikagumi oleh seluruh pengikut agama samawi, baik Yahudi, Nasrani, ataupun Islam sendiri, hingga nama beliau banyak disandang oleh para penganut agama-agama ini, bahkan hingga sekarang. Beliau pula yang telah meninggalkan ama jariah yang tidak akan terputus pahalanya sampai hari kiamat, yakni Ka’bah. Apalagi, sebagian besar amal-amal haji juga meneladani perilaku beliau sekeluarga. Betapa layak jika beliau mendapat gelar Khalilullah (kekasih Allah).

Pada permulaannya, gelar spektakuler itu dicurigai oleh para malaikat sebagai predikat karbitan, sehingga mereka menanyakan sendiri kepada Allah, “Wahai Tuhan, bagaimana mungkin Ibrahim itu mendapat gelar yang begitu terhormat, padahal dia masih sering berkutat dengan anak, istri, serta harta keduniaan yang kebanyakan sebagai penghalang paling besar dalam mengabdi kepada-Mu?” begitu protes para malaikat.

“Kalian jangan memandang seseorang dari lahiriahnya saja, hendaklah kalian meneliti hatinya. Kendati Ibrahim bergelimabng dnegan anak dan istrinya, namun ia itu merupakan figur yang tidak pernah membagi cintanya terhadap-Ku. Kalau tidak percaya, coba saja kau uji dia baik-baik!” begitu jawab Allah.

Beliau merupakan seorang hartawan, memiliki 12.000 anjing penjaga domba. Kita tinggal membayangkan berapa ekor domba yang harus diawasi oleh setiap anjing. Setiap anjing itu diberi kalung emas sebagai amtsal (perumpamaan) bahwa duniawi itu seperti barang najis yang tidak akan layak diberikan kecuali pada mereka yang najis pula. Untuk memeriksa kawanan dombanya itu, beliau cukup naik ke sebuah bukit seraya memandang kawanan dombanya itu, hanya begitu cara menghitungnya.

Pada suatu hari, Jibril as pun berangkat untuk menguji kedalaman tauhid Nabi Ibrahim dengan menyamar sebagai manusia biasa. Setelah berjumpa, Jibril pun berkata, “Wahai Nabiyullah, milik siapakah kawanan domba yang sangat banyak itu?”

“Itu semua milik Allah, hanya saja saat ini aku diberi mandat untuk mengurusnya,” begitu jawab Nabi Ibrahim.

Bisakah engkau bershadaqah padaku seekor saja,” selidik Jibril.

“Sebutlah nama Allah dan engkau bisa mengambil sepertiga kawanan itu,” jawab Nabi Ibrahim.

Lantas Jibril as mengatakan, “Subbuh quddus rabbuna wa rabbul malaikati war ruh (Maha Suci Allah, Tuhan kita, Tuhan para malaikat, dan Tuhan Jibril).”

Sejenak kemudian, Nabi Ibrahim menyuruh Jibril lagi, “Sebutlah sekali lagi asma Allah dan kau bisa mengambil separuhnya.”

Jibril pun menyebut asma Allah lagi dan menerima porsi sesuai yang telah dikatakan Nabi Ibrahim.

Lagi-lagi, Nabi Ibrahim berkata, “Sebutlah asma Allah sekali lagi, dan kau bisa mengambil seluruh kawanan domba itu beserta penggembalanya dan seluruh anjing penjaganya.”

Jibril pun menyebut asma Allah lagi. Anehnya, Nabi Ibrahim masih berkata lagi, “Sebutlah asma Allah sekali lagi, aku dapat engkau jadikan sebagai budakmu.”

Demi melihat sendiri keteguhan Nabi Ibrahim ini, Jibril betul-betul terpana, sehingga Allah memanggilnya, “Wahai Jibril, bagaimana dia menghadapi ujianmu?”

“Dia memang betul-betul kekasih-Mu, wahai Tuhan,” jawab Jibril.

Setelah semuanya berakhir, Nabi Ibrahim lantas memanggil seluruh penggembala dombanya, lalu ia berkata, “Wahai para penggembala, pergilah kalian dengan membawa domba-domba itu mengikuti orang ini sebagai pemilik barunya, hari ini aku sudah tidak memiliki domba lagi, dan kalian sendiri menjadi milik orang ini.”

Terperanjatlah Jibril mendengarnya. Maka, segera saja dia berujar, “Wahai Nabiyullah, saya tidak membutuhkan semua itu, kedatanganku hanya untuk mengujimu, untuk mengetahui sebatas mana ketinggian martabatmu di sisi Allah. Aku sendiri adalah Jibril.”

“Aku sebagai khalilullah pantang mengambil kembali apa yang telah aku berikan pada orang lain,” begitu tegas Nabi Ibrahim.

Dijawab demikian, Jibril menjadi kebingungan, sehingga Allah menengahi persoalan itu dengan jalan agar domba-domba itu dijual saja seluruhnya kemudian dibelikan tanah sebagai wakaf yang ditanami berbagai jenis buah-buahan dan bahan makanan yang dapat dipetik siapa saja yang membutuhkan sampai hari kiamat.


Imam Ali ditanya: “Ya Imam, zakat berarti memberikan seberapa persen dari apa? Apa aturannya dalam hukum Islam?” Imam Ali menjawab: “Dalam pandangan mereka yang kikir, ia berarti memberikan seperempat puluh. Tetapi, dalam pandangan kita, ia berarti memberikan segala sesuatu.”


(Sumber: Imam Ahmad Ibnu Nizar, “Nabi Sulaiman dan Burung Hudhud”, Yogyakarta: DIVA Press, Cet. I, Mei 2009, hal. 32-36)
Comments
0 Comments

Tidak ada komentar: