Kalam yang masyhur Syaikh Ibnu Athaillah as-Sakandari mengatakan: “Allah tidak selalu memberikan apa yang kita minta, akan tetapi Allah akan selalu meberi apa yang kita butuhkan.”
Maulana al-habib M. Luthfi bin Yahya menjelaskan tentang sebuah rahasia (sirr) di balik setiap doa yang kita ucapkan. Kenapa doa yang sering kita lakukan terkadang atau bahkan kebanyakan tak kunjung terijabahi oleh Allah? Bersyukurlah, karena itu pertanda amat sayangnya Allah kepada kita.
Allah Ta’ala berfirman: ادعوني أستجب لكم “Berdoalah padaKu (Allah) maka Aku (Allah) akan menerima kalian”.
Firman Allah tersebut merupakan dasar atau dalil perintah untuk kita berdoa kepada Allah. Lalu apakah doa yang kita panjatkan itu pasti diterima oleh Allah? Doa kita diterima atau tidak itu hak Allah, tapi kita wajib untuk berdoa kepada Allah.
Selanjutnya, yang namanya menerima itu belum tentu mengijabahi. Kita berdoa pasti diterima, akan tetapi belum tentu diijabahi oleh Allah. Tidak semua diberikan atau diijabahi oleh Allah, dan Allah tidak mengijabahi doa itu termasuk bentuk kasih sayang atau rahmat Allah kepada hambaNya.
Doa pun dalam “astajib lakum” itu tetap ada syara’nya, sehingga tidak semua doa diijabahi. Contohnya kita berdoa menjadi Nabi, itu tidak akan diijabahi.
Doa itu ada yang diterima tetapi untuk memenuhi gudang akhirat, ibaratnya kita menabung sehingga tidak diijabahi di dunia. Ada juga doa yang diijabahi di dunia dan akhirat.
Allah Ta’ala itu mengabulkan doa melalui proses syar’an. Seperti begini, Muhammad diangkat menjadi Nabi pada umur 25, lalu umur 40 baru diangkat menjadi Rasul, umur 51 tahun baru diberi perintah shalat melalui isra’ mi’raj, dan ahkamul wudhu’ baru diajarkan di Madinah. Di sini, Nabi Muhammad saja masih diberi proses, tidak langsung.
Kalau kita berdoa lalu Allah tidak mengijabahi doa kita, kita harus bersyukur, berterima kasih pada Allah. Karena bisa jadi, Allah tidak mengijabahi doa kita itu karena kita belum siap menerima doa yang diijabahi oleh Allah, karena ada beberapa hal yang kita belum kuat.
Doa, amalan-amalan, hizib, puasa, melek (saharullayali) dan lain-lain itu untuk membersihkan hati dan menyucikan jiwa (tashfiyatul quluub wa tazkiyatun nafs), sehingga ada godaan di dalamnya, yaitu selalu terjadi perang batin. Contoh: ada orang yang ngaji ke salah satu kiai yang terkenal kealimannya. Lalu orang tersebut timbul dalam hatinya rasa bangga karena bisa dekat dan ngaji kepada sang kiai sehingga merendahkan orang lain. Kalau sudah begitu, itu sebenarnya bala’ atau musibah bagi sang kiai tersebut.
Walhasil, kita harus bersyukur karena kita disayang oleh Allah Ta’ala dengan tidak diberi secara langsung, namun bertahap. Karena kalau diberi langsung kita bisa nggeblag (error) karena tidak kuat.
Al- Habib Munzir bin Fuad Al Musawa menjelaskan perihal firman Allah Swt.: “Mintalah kepadaKu akan Kujawab doa-doa kalian.”
Lalu kita bertanya: “Bagaimana dengan doaku siang dan malam yang masih belum dikabulkan Allah?”
Jawabannya adalah ketidaktahuan kita bahwa Allah menjawab doa kita lebih daripada yang kita minta. Kita minta A misalnya tanpa kita sadari Allah mengangkat 100 musibah yang akan datang di hari esok. Doa kita hanya hal yang remeh saja tapi Allah Yang Maha Dermawan memberi lebih dari itu.
Wallahu a’lam.