Ketika dia bejalan, Musa mendengar seorang gembala sedang memohon kepada Tuhan, menawarkan diri untuk melayani-Nya, menyisir rambut-Nya, mencuci pakaian dan kaki-Nya, membawakan-Nya makanan, dan mencium tangan-Nya. Musa memarahi si gembala karena keberaniannya. “Tuhan tidak membutuhkan pelayanan semacam itu darimu!” Si gembala mencabik-cabik pakaiannya dalam keputusasaan dan berjalan ke gurun.
Malam itu Tuhan menemui Musa dan memurkainya. “Engkau telah memisahkan hamba-Ku dari-Ku. Aku tidak memerintahkan ibadah untuk kepentingan-Ku sendiri, melainkan sebagai kebaikan kepada hamba-Ku. Pujian mereka tidak mengagungkan-Ku, tetapi memberkati kesucian dan cahaya kepada mereka, namun ruh dan perasaan mereka. Aku menatap ke dalam hati mereka untuk melihat apakah hati mereka indah, karena hati adalah esensi. Aku ingin membakar, membakar! Nyalakan jiwamu dengan api cinta, dan bakarlah semua pikiran dan perkataanmu!”
(Maulana Jalaluddin Rumi (qs), Matsnawi II: 1720-63)