“Shalatullah salamullah...’Ala thaha Rasulillah Shalatullah salamullah ‘Alaa Yaasin Habibillah…
Diceritakan bahwa karya ini ditulis oleh Kyai Ali Manshur Banyuwangi (th. 1960 an) pada waktu umat lslam lndonesia menghadapi fitnah Partai Komunis Indonesia (PKI).
Saat itu kebejatan PKI merajalela membunuh massa bahkan banyak kyai yang menjadi mangsa mereka, maka terlintaslah di hati Kyai Ali untuk menulis satu karangan sebagai sarana bermunajat memohon bantuan Allah swt untuk meredam fitnah po!itik bagi kaum muslimin lndonesia.
Dalam keadaan demikian, Kyai Ali tertidur dan daiam tidurnya beliau bermimpi didatangi manusia-manusia berjubah putih-hijau, dan pada malam yang sama juga, istri beliau bermimpi bertemu Nabi Muhammad Saw.
Siang harinya, Kyai Ali langsung pergi berjumpa dengan Habib Hadi al-Haddar Banyuwangi dan menceritakan kisah mimpinya tersebut. Habib Hadi menyatakan bahwa manusia-manusia berjubah tersebut adalah para ahli Badar.
Mendengar penjelasan Habib yang mulia tersebut, Kyai Ali semakin bertekad untuk mengarang sebuah syair yang ada kaitan dengan para pejuang Badar tersebut. Lalu malamnya, Kyai Ali menggerakkan penanya untuk menulis karya yang kemudian dikenal sebagai "shalawat Badar.
Keesokan harinya, terjadilah hal yang mengherankan, orang-orang kampung mendatangi rumah beliau dengan membawa beras dan bahan makanan lain.
Mereka menceritakan bahwa pada waktu Shubuh, mereka telah didatangi orang berjubah putih yang menyuruh mereka pergi ke rumah Kyai Ali untuk membantunya karena akan ada suatu acara diadakan di rumahnya.
ltulah sebabnya, mereka datang dengan membawa barang tersebut menurut kemampuan masing-masing.
Yang lebih mengherankan lagi adalah pada malam harinya, ada beberapa orang asing yang membuat persiapan acara tersebut, namun kebanyakan orang itu tidak dikenali identitas dirinya.
Menjelang keesokan Pagi harinya, serombongan habaib yang diketuai oleh Habib Ali bin Abdur Rahman al-Habsyi, Kwitang, tiba-tiba, datang ke rumah Kyai Ali tanpa memberitahu terlebih dahulu akan kedatangannya.
Tiba-tiba, Habib Ali Kwitang bertanya mengenai syair yang ditulis oleh KYai Ali tersebut. Tentu saja Kyai Ali terkejut karena hasil karyanya itu hanya diketahui dirinya sendiri dan belum disebarkan kepada seorang pun.
Tapi beliau mengetahui, ini adalah salah satu kekeramatan Habib Ali yang terkenal sebagai waliyullah itu.
Lalu, tanpa banyak bicara, Kyai Ali Manshur mengambil kertas karangan syair tersebut dan membacanya di hadapan para hadirin dengan suaranya yang lantang dan merdu.
Para hadirin dan habaib mendengarnya dengan khusyuk sambil meneteskan air mata karena terharu. Setelah selesai dibacakan Shalawat Badar oleh Kyai Ali.Habib Ali menyerukan agar Shalawat Badar dijadikan sarana bermunajat dalam menghadapi fitnah PKl.
Maka, sejak saat itu masyhurlah karya Kyai Ali tersebut. Selanjutnya, Habib Ali Kwitang telah mengundang para ulama dan habaib ke Kwitang untuk satu pertemuan. Dalam pertemuan tersebut, Kyai Ali sekali lagi diminta untuk mengumandangkan Shalawat Badar gubahannya itu.
Maka bertambah masyhur dan tersebar luaslah SHALAWAT BADAR ini dalam masyarakat serta menjadi bacaan populer dalam majelis-majelis ta'lim dan pertemuan.
Maka tak heran, bila sampai sekarang Shalawat Badar selalu popuer di Majelis Taklim Habib Aii bin Abdurrahman Alhabsyi di Kwitang, tldak pernah ketinggalan pembacaan Shalawat Badar tersebut setiap minggunya.
*Lafadz shalawat ini sebagai berikut:
shalatullah salamullah ‘ala thoha rosulillah
shalatullah salamullah ‘ala yaasiin habibillah
tawasalnaa bibismillah wa bil hadi rosulillah
wa kulli majahid fillah
bi ahlil badri ya Allah
Shalawat Allah dan salam-Nya semoga tercurah kepada Thaha Rasulullah
Shalawat Allah dan salam-Nya semoga tercurah kepada Yasin Habibillah
Kami bertawassul dengan nama Allah dan dengan pemberi petunjuk, Rasulullah
Dan dengan seluruh orang yang berjihad di jalan Allah, serta dengan ahli Badr, ya Allah
Dalam ucapan shalawat ini terkandung beberapa hal:
1. Penyebutan Nabi dengan habibillah
2. Bertawassul dengan Nabi
3. Bertawassul dengan para mujahidin dan ahli Badr.