CintaNya kepadaku jauh lebih dulu ada, dibandingkan cintaku kepadaNya, dan Dia sudah menemukanku, sebelum aku mencariNya (Abu Yazid Al-Bustami qs)

16 Des 2013

Sayyidina Imam Ali Kw dan Seorang Wanita Tua

Sayyidina `Ali (ra) dan Seorang Wanita Tua
14 Desember 2013 pukul 22:25
Sayyidina `Ali (ra) dan Seorang Wanita Tua
Mawlana Syekh Hisyam Kabbani (qs)  


Bismillahir Rahmaanir Rahim

“Senyum adalah sedekah, senyum di hadapan saudara kalian, menjenguk orang sakit adalah sedekah, menolong seorang tuna wisma adalah sedekah, menolong orang tua adalah sedekah.  Suatu hari Sayyidina `Ali radhiAllahu ta`ala `anhu wa ardhaahu wa karramAllahu wajhahu wa `alayhi ‘s-salaam sedang berjalan di Madinatu ‘l-Munawarrah dan di dalam pikirannya terlintas hadits Nabi (saw), “Menolong orang adalah sedekah,” dan beliau melihat seorang wanita yang sangat tua, dan beliau belum pernah melihatnya di Madinatu ‘l-Munawarrah, seperti seorang asing yang berjalan dan menjinjing sebuah keranjang di tangannya. 

Ia berjalan lambat dan tertatih-tatih karena keranjangnya yang berat.  Adab, hormat, adalah tidak melewati orang yang sedang berjalan, jadi kalian berjalan di belakangnya.  Jadi Sayyidina `Ali (as) berjalan di belakangnya dan wanita tua ini berjalan, dan beliau merasa iba kepadanya sehingga beliau mendatanginya dan berkata, “Wahai ibuku, dapatkah aku menolongmu?”  Ia memandangnya dari atas ke bawah, mengamati dan mempelajarinya, lalu ia berkata, “Wahai anakku, jika kau bisa menolongku, aku akan sangat gembira.”   

Beliau berkata, “Dapatkah aku membawakan keranjangmu?”  Ibu itu lalu meletakkannya di jalan dan berkata kepada Sayyidina `Ali (as), “Silakan dibawa.”  Dan Sayyidina `Ali (as), kalian tahu, beliau adalah Asadu’Llah al-Ghaalib, beliau adalah Singa Allah Yang Tak Terkalahkan, beliau adalah salah satu dari orang terkuat di alam semesta ini.  Beliau dapat mengangkat para pegulat dan melemparkan mereka, sedangkan ini hanyalah sebuah keranjang?  Ibu itu meletakkan keranjangnya dan Sayyidina `Ali (as) melakukannya sebagai sedekah, beliau mengambil keranjang itu dan berusaha mengangkatnya. 

Tetapi beliau tidak bisa mengangkatnya lebih tinggi dari lututnya!  Keranjang itu begitu beratnya sehingga beliau tidak bisa mengangkatnya melebihi lututnya.  Wanita tua itu bisa mengangkatnya dan membawanya berjalan sedangkan beliau bisa mengangkatnya tetapi tidak bisa mengangkatnya lebih tinggi dari lututnya.  Dan kemudian Nabi (saw) menjelaskannya kemudian, setelah beliau tiba di masjid. 

“Wanita tua itu adalah dunia, dan ia terus berjalan dan suatu hari akan berakhir.  Apa yang kau bawa adalah beban dari seluruh dunia, bumi, itulah bebannya, berat dari keranjang itu setara dengan berat seluruh bumi yang Allah ciptakan.  Kau mengangkatnya.  Wanita itu memberikannya kepadamu untuk dibawa; dan kau mengangkatnya hingga sebatas lututmu.”  

Jadi Allah berfirman di dalam Kitab Suci al-Qur’an:

 وَمَا تُنفِقُواْ مِنْ خَيْرٍ فَلأنفُسِكُمْ وَمَا تُنفِقُونَ إِلاَّ ابْتِغَاء وَجْهِ اللّهِ وَمَا تُنفِقُواْ مِنْ خَيْرٍ يُوَفَّ إِلَيْكُمْ وَأَنتُمْ لاَ تُظْلَمُون   

َwa maa tunfiquu min khayrin fa li-anfusikum, Wa maa tunfiquuna illaa ibtighaa wajhi ‘Llaahi, wa maa tunfiquu min khayrin yuwaffa ilaykum wa antum laa tuzhlamuun.  Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan allah), maka pahalanya itu untuk kamu sendiri.

Dan janganlah kamu membelanjakan sesuatu melainkan karena mencari keridhaan Allah. Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan, niscaya kamu akan diberi pahalanya dengan cukup sedang kamu sedikitpun tidak akan dianiaya (dirugikan).  (Surat al-Baqara, 2:272)  “Apa saja yang kamu nafkahkan di Jalan Allah adalah untuk kamu sendiri, bukan untuk-Ku, siyaam adalah untuk-Ku, puasa untuk-Ku, tetapi  apa yang kamu nafkahkan (di Jalan Allah) adalah untuk kamu sendiri, Aku tidak mendapat apa-apa darinya.”  

Dan kalian tidak membelanjakannya kecuali untuk mencari Kecintaan Allah; kalian ingin agar Allah rida kepada kalian, itulah sebabnya kalian memberi.  Jadi sedekah membuat Allah rida dengan `abd, dengan hamba-Nya. Al-Fatiha  

Wa min Allah at Tawfiq

Oleh Syaikh Arief Hamdani
Comments
0 Comments

Tidak ada komentar: